Pola padang pasir di Titan yang mirip dengan padang pasir di Bumi |
Pada umumnya bertiup dari timur ke barat di sekitar sabuk equatorial Titan. Namun ketika satelit penjelajah Cassini milik NASA mengambil foto pertama padang pasir Titan pada 2005 lalu, pola yang terlihat pada pasang pasir jelas-jelas menunjukkan bahwa angin bergerak dari arah sebaliknya, dari barat ke timur.
Untuk menjawab paradox ini, Tetsuya Tokano menerbitkan jurnal terbarunya Aeolian Research. Dalam jurnal ini, Tetsuya menjelaskan bahwa terjadinya perubahan musim tampaknya mengubah pola angin di permukaan Titan selama beberapa periode. Tiupan angin kencang ini, yang hanya muncul sesekali setidaknya selama dua tahun, menyapu dari barat ke timur dan cukup kuat untuk memindahkan pasir daripada angin yang biasanya bertiup dari timur ke barat. Nah, angin yang bertiup dari timur ke barat rupanya tidak cukup kuat untuk memindahkan pasir dalam jumlah yang cukup signifikan.
Pada 2009, sebuah artikel mengenai pemetaan padang pasir Titan yang memiliki perspektif sama terhadap pemikiran Tokano juga telah dipublikasikan dalam jurnal Science oleh Ralph Lorenz, ilmuwan radar Cassini.
“Sukar dipercaya bahwa bisa jadi adanya angin yang bertiup secara terus-menerus dari barat ke timur seperti yang tampak pada pola permukaan pasir di permukaan Titan,” kata Tokano, dari Universitas of Cologne, Jerman.
Tokano menambahkan bahwa adanya pembalikan angin musiman yang cukup dramatis rupanya menjadi kunci untuk menjawab paradoks ini.
Lintasan bukit pasir ini melewati lautan pasir Titan yang luas hanya di sekitar garis lintang 30 derajat dari ekuator. Dengan lebar sekitar satu kilometer dan puluhan hingga ratusan kilometer panjangnya, angin bisa mencapai ketinggian 100 meter lebih. Pasir yang mengisi padang pasir Titan tampaknya terbuat dari material organik, partikel hidrokarbon. Punggung bukit pasir umumnya menghadap barat ke timur, seperti halnya angin di sini menumpahkan pasir di sepanjang garis yang sejajar dengan ekuator.
Para ilmuwan memperkirakan angin yang berhembus dari garis lintang terendah di sekitar ekuator Titan akan bertiup dari arah timur ke barat. Hal ini disebabkan karena pada garis lintang yang lebih tinggi, rata-rata angin akan berhembus dari timur ke barat. Kekuatan angin pada akhirnya akan mencapai titik keseimbangan, sesuai dengan prinsip dasar mengenai perputaran atmosfer.
Tokano melakukan analisa ulang terhadap model sirkulasi global berbasis komputer untuk Titan yang ia satukan pada 2008. Model yang digunakan di Titan telah diadaptasi dengan model yang sama yang telah dikembangkan untuk Bumi dan Mars. Tokano menambahkan input data mengenai topografi, data gravitasi, dan bentuk dasar Titan yang didapat lewat radar yang diusung oleh Cassini.
Dalam analisis terbarunya, ia lebih memperhatikan variasi hembusan angin pada beberapa titik yang berbeda dalam beberapa waktu daripada hanya memperhatikan rata-rata hembusan angin saja. Hasilnya adalah adanya periode equinox (Equinox: terjadi ketika kemiringan sumbu rotasi planet baik itu mengarah atau menjauhi matahari, sehingga titik pusat matahari akan berada tepat pada garis ekuator. Kejadian ini akan menyebabkan matahari tepat berada di atas kepala, serta panjangnya hari siang dan malam persis sama).
Sama seperti halnya di Bumi, equinox di Titan juga muncul setahun 2 kali (1 tahun di Titan = 29 tahun di Bumi). Selama periode ini, matahari akan mengarahkan sinarnya secara langsung ke ekuator, memanaskannya sehingga akan menciptakan aliran udara ke atas atmosfer. Adanya turbulensi yang terjadi menyebabkan angin berhembus ke arah sebaliknya dalam kecepatan yang semakin bertambah. Di Bumi, pembalikan angin yang bisa dibilang langka ini biasa terjadi di atas Lautan Hindia pada masa-masa transisi antara perubahan musim.
Pembalikan secara episodik hembusan angin di Titan tampaknya berkecepatan sekitar 1 sampai 1.8 meter per detik. Sedangkan kecepatan ambang batas pergerakan pasir tercatat sekitar 1 meter per detik, batas kecepatan yang tidak akan pernah dilebihi oleh angin yang berhembus dari timur ke barat. Pola padang pasir seperti tampak pada foto dipahat oleh angin kuat namun tidak terlalu lama yang sangat mirip dengan pola angin yang bertiup di atas padang pasir Namibia, Afrika.
“Hal ini merupakan hasil dari penyelidikan yang sangat cermat – hanya dengan mempelajari statistik angin pada model saja sudah cukup jelas untuk memecahkan masalah paradoks ini,” kata Ralph Lorenz, ilmuwan radar Cassini yang bermarkas di Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory di Laurel, Md.
“Penelitian ini sekaligus menjadi bahan persiapan untuk penelitian mengenai Titan ke depannya, di mana kita bisa lebih percaya diri untuk memprediksi angin yang akan berakibat pada tingkat akurasi pendaratan satelit-satelit penjelajah ke atas permukaan Titan serta penerbangan balon-balon penelitian di langit Titan,” ia menambahkan.
Misi Cassini-Huygens merupakan misi kerja sama yang diselenggarakan NASA, European Space Agency (ESA), serta Italian Space Agency (ISA). JPL (Jet Propulsion Laboratory) yang bertanggung jawab dalam mengoperasikan misi Cassini-Huygens untuk NASA’s Science Mission Directorate. Informasi tambahan mengenai Cassini dapat diakses di: http://www.nasa.gov/cassini dan http://saturn.jpl.nasa.gov. (Science Daily/den)
0 comments:
Post a Comment