Artikel Terbaru:
Voyager 1
Jarak dari Bumi
18,881,526,574 KM
126.21520939 AU
Jarak dari Matahari
18,809,049,197 KM
125.73072805 AU
Total waktu tempuh dalam kecepatan cahaya dari Matahari
34:59:23
hh:mm:ss
Voyager 2
Jarak dari Bumi
15,412,039,899 KM
103.02312344 AU
Jarak dari Matahari
15,407,770,377 KM
102.99458345 AU
Total waktu tempuh dalam kecepatan cahaya dari Matahari
28:33:38
hh:mm:ss

Posisi International Space Station (ISS)
Posisi ISS di atas adalah posisi ISS secara realtime (langsung).

web survey

Diskusi Terkini

Powered by Disqus

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, June 15, 2010

3,5 Miliar Tahun Lalu Planet Mars Memiliki Samudra Luas Seperti Bumi

Dahulu kala planet Mars adalah sebuah planet yang memiliki samudra luas layaknya bumi. Samudra tersebut diperkirakan meliputi 36 % dari keseluruhan luas planet Mars dengan jumlah air sekitar 30 juta kubik mil air. Hal itu terjadi 3.5 miliar tahun yang lalu.

Bukan hanya itu, dulu planet Mars juga terjadi hujan, sehingga sangat dimungkinkan di sana pernah ada kehidupan.Penelitian itu didasarkan atas sebuah studi yang dilakukan terhadap delta yang ada pada sungai-sungai kering dan ribuan lembah sungai yang terdapat di permukaan Mars.

[caption id="" align="alignnone" width="634" caption="Keadaan di Planet Mars, 3.5 miliar tahun yang lalu"]Life-sustaining: The ocean and shoreline of Mars as it might have  looked 3.5billion years ago[/caption]



Para ilmuwan dari University of Colorado di Boulder tidak mengetahui dengan pasti mengapa air tersebut lenyap, tapi banyak jejak tetap berada di laut es yang terkubur di bawah permukaan.


Dr Brian Hynek, yang mengambil bagian dalam penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience, berkata "Mars mungkin pernah memiliki siklus air seperti Bumi dengan hujan yang jatuh ke sungai dan laut, menguap ke atmosfir dan membentuk awan."



[caption id="" align="alignnone" width="634" caption="Penelitan menunjukkan, laut belahan bumi utara Mars, memiliki air 10 kali lebih banyak dari seluruh bumi"]Vast: Mars's northern hemisphere ocean may have held 10 times more  water than all the Earth's, research suggests[/caption]





Laut Mars yang belum diberi nama berisi sekitar sepersepuluh dari semua air yang ditemukan di lautan bumi, katanya. Mars sedikit lebih dari setengah ukuran Bumi.

Menggunakan peta yang terperinci dari NASA dan pesawat ruang angkasa European Space Agency, para peneliti melihat sisa-sisa 52 delta sungai, masing-masing terdiri dari lembah-lembah sungai banyak.

Lebih dari setengah berada di ketinggian yang sama dan muncul untuk menandai batas-batas samudra besar. Jumlah air di laut akan membentuk lapisan setara dengan 1.800 kaki menyebar di seluruh planet.

Dr Gaetano Di Achille berkata: "Di Bumi, delta dan danau yang sangat baik untuk mengetahui tanda-tanda kehidupan masa lalu. Jika kehidupan pernah muncul di Mars, delta dapat menjadi kunci untuk membuka masa lalu biologis Mars '. "

Sebuah studi kedua juga mendeteksi sekitar 40.000 lembah-lembah sungai empat kali lebih banyak dari yang terlihat sebelumnya. Lembah adalah sumber sedimen yang dibawa ke hilir dan dibuang ke delta-delta.


Dr Hynek berkata: 'Kelimpahan lembah sungai ini dibutuhkan sejumlah besar curah hujan. "


[caption id="" align="alignnone" width="306" caption="Keadaaan Mars sekarang, kering dan berdebu"]Barren: Dry and dusty, how Mars looks today[/caption]


Gagasan besar tentang samudra kuno di Mars telah diperdebatkan selama dua dekade. Namun, studi baru memberikan bukti kuat bahwa laut memang pernah ada dan menimbulkan pertanyaan menggoda tentang sejarah planet itu.

"Salah satu pertanyaan utama kami ingin menjawab adalah ke mana semua air di Mars pergi," kata Dr Di Achille.

Misi untuk Mars yang akan datang yaitu termasuk NASA's Mars Atmosphere and Volatile Evolution project pada 2013, untuk memecahkan misteri tersebut.



Referensi: http://www.dailymail.co.uk/sciencetech/article-1286370/The-red-plains-Mars-covered-vast-ocean.html

Monday, June 14, 2010

Badai Matahari (Solar Storm) dan Dampaknya Terhadap Bumi

Badai matahari (solar storm) sangat mencemaskan banyak ahli astronomi, pasalnya hal tersebut dapat menyebabkan efek negatif pada bumi. Badai matahari berupa bintik hitam (sunspot) yang diikuti badai dan flare. Apa sebenarnya badai matahari itu dan bagaimana dampaknya terhadap bumi? Nah berikut ini penjelasan rincinya.

Badai matahari atau coronal mass ejection (CME)adalah proses keluarnya atau terlemparnya material dari korona matahari. Material yang keluar ini adalah plasma yang terdiri dari elektron dan proton (selain jumlah kecil dari unsur-unsur yang lebih berat seperti helium, oksigen, dan besi), ditambah medan magnet dari dalam dalam korona.

Sebagai pusat peredaran planet-planet di tata surya, matahari merupakan sumber energi bagi makhluk di bumi. Energi itu dihasilkan dari reaksi termonuklir untuk mengubah hidrogen menjadi helium yang terjadi di dekat inti matahari. Suhu di bagian pusat matahari yang terdiri dari gas berkerapatan 100 kali kerapatan air di bumi itu, mencapai 15 juta derajat Celsius.

Proses terjadinya badai matahari


Sebagai pusat peredaran planet-planet di tata surya, matahari merupakan sumber energi bagi makhluk di bumi. Energi itu dihasilkan dari reaksi termonuklir untuk mengubah hidrogen menjadi helium yang terjadi di dekat inti matahari. Suhu di bagian pusat matahari yang terdiri dari gas berkerapatan 100 kali kerapatan air di bumi itu, mencapai 15 juta derajat Celsius.

Di dalam perut matahari terjadi rotasi dan aliran massa atau konveksi yang memengaruhi gaya magnetnya. Pada aktivitas tinggi, gaya magnet ini bisa terpelintir atau berpusar hingga menembus permukaan matahari membentuk kaki-kaki, yang tampak bagai bintik hitam.

Bintik hitam matahari memiliki diameter sekitar 32.000 kilometer, umumnya terdiri dari dua bagian, yaitu bagian dalam yang disebut umbra, berdiameter 13.000 km atau seukuran diameter rata-rata bumi dan bagian luar disebut penumbra yang garis tengahnya kurang lebih 19.000 km. Suhu penumbra lebih panas dan warnanya lebih cerah dibanding umbra.

Suhu gas yang terbentuk di lapisan fotosfer dan kromosfer di atas kelompok bintik hitam itu naik sekitar 800º Celsius di atas suhu normalnya. Akibatnya, gas ini memancarkan sinar lebih besar dibandingkan dengan gas di sekelilingnya.



Setelah beberapa hari, pelintiran magnetik ini terpecah menjadi beberapa pelintiran lebih tipis. Masing-masing bergerak melintasi permukaan ke berbagai arah hingga menghilang.

Seperti di bumi, di permukaan matahari pun terjadi badai. Badai matahari (solar storm) terjadi di daerah kromosfer dan korona berada di atas kawasan munculnya bintik-bintik hitam. Beberapa badai matahari juga muncul ketika terjadi ledakan cahaya atau flare. Ketika flare muncul, terjadi pelepasan sejumlah besar energi. Umumnya, kian banyak bintik hitam terbentuk, maka flare pun makin banyak.

Dampak


Flare yang mengeluarkan partikel kecepatan tinggi dalam badai matahari menyebabkan timbulnya tekanan pada magnetosfer bumi hingga mengakibatkan badai magnetik di bumi. Fenomena ini mengganggu komunikasi radio dan membuat jarum kompas berputar liar di bumi.

[caption id="" align="alignnone" width="220" caption="Badai matahari 2001 (image credit: wikipedia)"][/caption]

Bintik hitam matahari dan flare, menurut Sri Kaloka, Kepala Pusat Pengamatan Dirgantara Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), telah menimbulkan dampak berarti di beberapa wilayah di bumi terutama di lintang tinggi karena meningkatnya elektron di lapisan ionosfer. Tahun 1980-an, misalnya, pembangkit listrik di Quebec, Kanada, padam akibat terpengaruh badai matahari.

Gangguan di lapisan ionosfer di ketinggian 60 km-6.000 km dari permukaan bumi ini juga menyebabkan kekacauan dalam penyampaian sinyal komunikasi frekuensi tinggi, yang menggunakan lapisan itu sebagai media pemantul sinyal. Sistem navigasi dengan satelit global positioning system menjadi tidak akurat.

Jumlah bintik hitam yang tampak dari pengamatan dari bumi bervariasi, dari 1-100 titik. Bintik ini butuh waktu 11 tahun untuk mencapai jumlah tertinggi, lalu menurun lagi. Periode ini disebut siklus bintik matahari.

Sri Kaloka mengingatkan, puncak jumlah bintik hitam dapat terjadi lagi tahun 2011. Karena itu, semua pihak yang berkaitan dengan potensi dampak hendaknya mengantisipasi.

Data pemantauan bintik matahari dan flare terpantau di Pusat Pengamatan Dirgantara Lapan di Tanjungsari, Sumedang, sejak stasiun itu beroperasi 1975. Data itu dapat dimanfaatkan semua pihak yang berkepentingan. Hasilnya dikirimkan ke Bank Data di Swiss, urai Sri.

Periode dingin


Dalam kondisi ekstrem, baik tinggi maupun rendah, bintik hitam atau flare memberi dampak buruk bagi kondisi di bumi. Saat ini kejadian bintik hitam, menurut Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, Mezak Ratag, justru dalam titik terendah.

Bintik hitam adalah indikator aktivitas matahari. Bila sedikit jumlahnya, energi yang dipancarkan matahari berkurang, yaitu 0,1 persen pada cahaya tampak, tetapi bisa puluhan persen pada ultraviolet. Kejadian bintik matahari bisa berkurang akibat menurunnya aktivitas dinamo matahari, konveksi, dan atau tekanan radiasi dari reaksi nuklir di pusat matahari.

Dalam beberapa tahun terakhir terjadi anomali aktivitas matahari itu. Hanya beberapa hari saja dalam dua tahun terakhir ini terpantau aktivitas bintik matahari, ujar Mezak. Kondisi permukaan matahari hampir tanpa sunspot dalam beberapa tahun terakhir itu dikhawatirkan mengarah pada minimum Maunder kedua setelah kejadian pendinginan global sekitar tahun 1600-an.

Rendahnya aktivitas matahari berarti berkurangnya suplai panas ke bumi secara rata-rata global dalam skala waktu tahunan bukan harian atau bulanan. Akan tetapi, pemanasan lokal masih bisa terjadi. Seperti beberapa bulan terakhir, suhu laut di bagian timur agak hangat, urai Mezak.

Berkurangnya suplai energi dari matahari pada bumi menyebabkan berkurangnya pemanasan lautan, berarti pula penguapan air laut yang akan menjadi hujan pun rendah.

Menurunnya suplai energi matahari juga melemahkan monsun. Gerakan angin monsun terjadi karena perbedaan panas antarlautan dan benua berdasarkan posisi garis edar matahari.

Pengaruh matahari ini tidak berkorelasi dengan peningkatan suhu udara beberapa pekan terakhir. Tingginya suhu udara di bumi disebabkan tingginya uap air, tetapi sedikit yang terbentuk menjadi awan, sedangkan matahari sudah di lintang selatan. Cahaya matahari sampai ke permukaan bumi tanpa halangan awan. Namun, inframerah yang dipancarkan ke bumi tertahan uap air sehingga menaikkan suhu. Uap air banyak dari laut.

Itu dijelaskan Mezak selaku Executive Panel Riset Monsun Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) pada pertemuan WMO di Beijing, Selasa (21/10), berdasarkan laporan sejumlah ilmuwan dari AS, China, dan Australia. Mereka mengatakan, ada tren pelemahan monsun di berbagai tempat di bumi. Di Indonesia, kondisi itu mengakibatkan pelemahan monsun rata-rata dalam beberapa tahun terakhir, tetapi variasinya dari tahun ke tahun bisa besar, tambahnya.

Senin (20/10), Pusat Data Aktivitas Matahari (SIDC) di Belgia menghentikan peringatan All Quiet Alert, karena peneliti di sana mendeteksi adanya aktivitas di matahari. Namun, laporan ini belum final, mengingat banyak pakar astrofisika matahari meyakini perioda aktivitas rendah ini masih akan berlangsung lama hingga berdampak pendinginan global (global cooling).

Pada kondisi belakangan ini, China mengalami musim dingin paling dingin dalam 100 tahun terakhir, Amerika Utara mencatat rekor tinggi salju, Inggris mengalami April terdingin.

Kondisi ini bukan pertama kali ini terjadi. Dari catatan sejarah, tahun 1645-1715 matahari hampir tanpa bintik, aktivitasnya sangat lemah. Pada kurun waktu itu, suhu permukaan global sangat rendah sehingga dinamakan Zaman Es Kecil.

Referensi: http://www.fisikanet.lipi.go.id/utama.cgi?artikel&1224679057&12, http://en.wikipedia.org/wiki/Coronal_mass_ejection

Maaf, komentar yang mengandung unsur SARA tidak akan ditampilkan..Terima Kasih


 Informasi Selengkapnya >>
Waktu saat ini di kawah Gale, Planet Mars:

Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto