Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Showing posts with label Serba-serbi. Show all posts
Showing posts with label Serba-serbi. Show all posts

Wednesday, August 13, 2014

Roda Robot Curiosity Rusak Parah di Mars

Tampak robekan besar pada roda Curiosity. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA, JPL
Sebaik apa pun barang buatan manusia, sulit untuk menghadapi kekuatan medan dan alam. Setidaknya itu yang dialami oleh robot penjelajah Mars NASA, Curiosity. Curiosity dikabarkan mengalami kerusakan di beberapa rodanya yang cukup parah sehingga dirasakan bisa cukup mengganggu kelancaran pergerakannya. kerusakan terjadi akibat medan berbatu Mars yang sangat ekstrem. Batu-batu di sana begitu tajam dan keras sehingga merusak kulit dari roda Curiosity.

Kulit roda Curiosity tampak robek akibat tertusuk batu yang mana robekan itu juga semakin melebar dan bukan tidak mungkin kulit roda itu akan terlepas. Ilmuwan NASA memperkirakan bahwa efek dari batu-batu tajam itu tidak seekstrem itu. Tapi ternyata dugaan itu salah dan saat ini tampaknya keadaaan roda begitu mengkhawatirkan.

Hal ini tentunya menjadi masukkan berharga bagi ilmuwan NASA untuk bagaimana mendesain roda rover yang lebih baik pada robot Mars generasi berikutnya yang direncanakan akan diluncurkan pada tahun 2020.

Jika di Mars ada bengkel, mungkin Curiosity sudah harus ganti roda :-). (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, July 29, 2014

PT. Telkom Kerjasama dengan Thales Alenia Buat Satelit Telkom-3S

Satelit Telkom-2
Perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, PT. Telkom Tbk, telah menandatangani kontrak kerjasama pembuatan satelit baru yang diberi nama satelit Telkom -3S dengan perusahaan Thales Alenia Space.  Tidak disebutkan berapa nilai kontrak pembuatan satelit itu, namun dipastikan bernilai jutaan dollar. Satelit Telkom-3S akan digunakan sebagai satelit telekomunikasi dan kebutuhan siaran televisi high definition (HDTV).

Satelit Telkom-3S dilengkapi dengan 24 C-band transponder, 8 extened C-band transponder, dan 10 Ku-band transponder. Transponder C-band akan mengkover wilayah Indonesa dan Asia Selatan, extended C-band akan mengkover wilayah Indonesia dan sebagian Malaysia, sedangkan Ku-band akan mengkover wilayah Indonesia saja. Diperkirakan berat satelit tersebt sekitar 3,5 ton dengan daya 6,3 kW dan diperkirakan memiliki umur operasional sekitar 15 tahun. Peluncuran satelit dijadwalkan pada akhir 2016 dengan menggunakan roket Ariane. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, June 20, 2014

Kosmonot Rusia Sukses Lakukan Spacewalking untuk Perbaikan ISS

Kosmonot Oleg Artemyev saat melakukan spacewalking. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Dua kosmonot Rusia sukses melakukan spacewalking (bekerja di luar ISS) setelah menghabiskan waktu sekitar 7 jam untuk melakukan beberapa perbaikan dan upgrade peralatan ISS. Kosmonot Alexander Skvortsov dan Oleg Artemyev menceritakan bahwa pengalaman spacewalking adalah pengalaman yang sangat menarik sekaligus mendebarkan. Sebab mereka harus melayang di luar ISS pada ketinggian sekitar 400 km di atas permukaan Bumi dan bagi mereka spacewalking kali ini adalah spacewalking mereka yang pertama kalinya.

Kedua kosmonot itu ditugaskan untuk mengganti antena komunikasi dengan antena yang baru dan memperbaiki beberapa komponen elektronik dan kelistrikan lainnya. Walaupun sekilas tampak mudah, spacewalking ternyata sangat sulit untuk dilakukan. Spacewalking lebih mirip seperti panjat tebing dan angkat besi, karena selain kita harus menahan diri dengan cara bergantung, mereka juga membawa beberapa peralatan yang rata-rata berukuran besar. Kosmonot Skvortsov dan Artemyev mengatakan bahwa mereka sempat mengalami kesulitan ketika akan melepas salah satu baut pada sebuah perangkat dan ternyata baut itu sangat sulit untuk dilepas. Itu membutuhkan tenaga ekstra dan sangat menjengkelkan.

Kedua kosmonot telah berada di ISS sejak 27 Maret 2014 dalam misi 5,5 bulan di ISS. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, June 12, 2014

Tidak Mau Kalah, Astronot ISS Juga Akan Tonton Piala Dunia Brazil

Dari kiri ke kanan, astronot Steve Swanson, Alexander Gerst, dan Reid Wiseman. Image credit: NASA TV
Ramainya piala dunia kali ini sepertinya tidak hanya dirasakan di Bumi saja, tapi juga di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Astronot Amerika, Reid Wiseman dan Steve Swanson, serta astronot Jerman Alexander Gerst bersiap untuk menyambut momen piala dunia 370 km di atas Bumi. Kebetulan Amerika Serikat dan Jerman berada dalam satu grup yang sama yakni grup G dan akan saling berhadapan pada 26 Juni nanti. Ketiga astronot mengucapkan selamat bertanding kepada semua pemain dan tim, dan rencananya mereka juga akan menonton juga secara langsung dari ISS.

Reid Wiseman dan Alexander Gerst tiba di ISS pada 28 Mei dan dijadwalkan kembali ke Bumi pada bulan November 2014. Sedangkan Steven Swanson tiba lebih awal yakni tanggal 25 Maret dan kembali ke Bumi pada September 2014.

Mau tahu seperti apa keseruannya, berikut adalah video astronot ISS menyambut momen piala dunia 2014:

(NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wednesday, May 14, 2014

Rusia Hanya Akan Gunakan ISS Sampai Tahun 2020

International Space Station (ISS). Image credit: ucsd.edu
Wakil Perdana Menteri Rusia, Dmitry Rogozin mengatakan kepada media pada hari Selasa bahwa Rusia hanya akan menggunakan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) sampai tahun 2020 saja. 'Kami berencana menggunakan ISS hanya sampai tahun 2020. Selanjutnya Rusia akan menggunaan kemampuan yang ada untuk melaksanakan proyek luar angkasa lainnya yang menjanjikan," ungkap Dmitry Rogozin seperti yang diberitakan oleh Interfax. Sebelumnya badan antariksa Amerika, NASA menginvestasikan 100 miliar dollar untuk memperpanjang masa pakai ISS sampai tahun 2024.

Amerika dan Rusia terikat perjanjian kerjasama untuk pengiriman astronot ke ISS setelah NASA mempensiunkan seluruh pesawat ulang aliknya pada tahun 2011 lalu. Hubungan Rusia dan Amerika sendiri saat ini sedang tidak harmonis dikarenakan krisis di Ukraina. Salah satu yang diduga menjadi tokoh dibalik krisis tersebut adalah Dmitry Rogozin dan tampaknya hal itu mempengaruhi kerjasama kedua negara dibidang antariksa. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, November 9, 2013

Roket Masa Depan NASA Diuji di Terowongan Angin

Roket SLS NASA diuji di terowongan angin. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Dalam membuat suatu model kendaraan seperti roket, ilmuwan tidak harus melakukan pengujian dengan menerbangkan roket sungguhan ke langit tapi cukup dengan mensimulasikan penerbangannya di dalam terowongan angin. Hal itu untuk mengetahui seberapa besar pengaruh angin terhadap model roket yang dibuat. Itulah yang dilakukan oleh NASA di NASA's Ames Research Center di Moffett Field, California dengan menguji desain roket masa depan mereka, SLS (Space Launch System).

Roket SLS sangatlah penting bagi NASA sebab roket itu adalah generasi penerus dari pesawat ulang alik yang mereka pensiunkan beberapa waktu lalu. Roket SLS diklaim memiliki kemampuan tinggi dengan biaya yang sangat murah dan hemat. Biaya yang hemat ini selanjutnya dapat digunakan untuk membiayai misi-misi NASA yang lain. Kemampuan SLS dengan kapsul Orion sebagai modulnya, dinilai mampu untuk membawa astronot menuju asteroid dan planet Mars dan misi-misi jauh lainnya.

tes diterowongan angin akan membuat para insiyur NASA mengetahui bagaimana pengaruh angin terhadap roket, seberapa besar model tersebut memiliki aerodinamika yang baik, seberapa besar getaran yang diterima roket dan batas toleransi yang bisa diterima dan sebagainya. Sebab bila roket mengalami getaran hebat maka akan sangat membahayakan. "Tes aeroakustik akan diselesaikan di NASA's Ames Research Center untuk meneliti ketidakstabilan aerodinamika," ungkap John Blevins selaku pemimpin departemen Aerodinamika dan akustik di NASA's Marshall Space Flight Center, Alabama.

Setidaknya ada empat variasi model kargo dan misi berawak dicoba dalam terowongan angin termasuk dengan mensimulasikan roket membawa kargo seberat 77 ton. Getaran yang muncul dari uji coba akan dianalisa. "karena getaran sangat terlokalisasi, maka ia dapat mempengaruhi bagaimana hardware pada roket dapat bekerja, ucap Andy Herron analis aeroakustik NASA. "Tugas kami adalah merancang sesuatu seperti kotak avionik. Kita akan menentukan bagimana perangkat keras atau hardware ditempatkan pada kendaraan agar tetap berfungsi dengan baik," tambah Andy.

Tes yang dilakukan daam terowongan angin sangat ekstrem. Roket SLS diuji dengan angin berkecepatan hingga 850 meter per detik. Harapannya calon roket terbesar di dunia itu bisa terbang dengan baik pada 2021 nanti. (ST, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, October 24, 2013

Setelah Misi 4,5 Tahun, Teleskop Planck Akhirnya Pensiun

Teleskop Planck. Image credit: stanford
Teleskop Planck yang sudah menjalankan misi ilmiah selama 4,5 tahun akhirnya dipensiunkan oleh ESA (European Space Agency). Teleskop tersebut dipensiunkan karena memang sudah waktunya untuk pensiun dan misi penelitiannya juga sudah selesai. Berdasarkan hasil penelitian yang didapat dari teleskop Planck, terdapat fakta bahwa alam semesta ini lebih tua 80 juta tahun dari perkiraan sebelumnya.

Tim pengendali misi teleskop Planck di Darmstadt, Jerman pada 23 Oktober 2013 lalu mengirim perintah terakhir pada teleskop itu untuk mengambil posisi pada orbit yang aman di sekitar Matahari setelah terlebih dulu menghabiskan sisa bahan bakarnya untuk kemudian berhibernasi permanen. Hal itu mirip dengan apa yang dilakukan pada teleskop Herschel.
Persebaran gelombang kosmik di alam semesta saat alam semesta baru berusia 380 ribu tahun setelah Big Bang sebagaimana yang diamati oleh teleskop Planck. Image credit: ESA
Teleskop Planck diluncurkan pada Mei 2009 untuk meneliti evolusi dari alam semesta dengan mengamati sisa-sisa dari radiasi ledakan dentuman besar Big Bang 14 miliar tahun yang lalu. Nama Planck diambil dari nama fisikawan Jerman abad ke-20, Max Planck sebagai pencetus dari teori kuantum. Teleskop tersebut dilengkapi dengan instrumen yang bisa mengukur suhu radiasi Cosmic Microwave Background (CMB). Teleskop Planck dibuat atas kerjasama ESA dangan JPL NASA untuk pembuatan alat instrumennya. (NS, SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wednesday, October 23, 2013

Cukup Bayar Rp.842 Juta, Anda Bisa ke Luar Angkasa dengan Balon Udara (Plus Foto)

Dengan membayar Rp.842,6 juta, kita bisa ke luar angkasa dengan balon udara. Image credit: World View Enterprises, Inc
Saat ini kita tidak perlu menjalani pelatihan seperti astronot untuk bisa pergi ke luar angkasa. Cukup dengan membayar $ 75.000 atau setara dengan Rp.842,6 juta, perusahaan Amerika World View Enterprises yang berbasis di Tucson, Arizona, Amerika Serikat akan membawa Anda ke luar angkasa dengan menggunakan balon udara. Anda akan diajak untuk terbang di atas atmosfer Bumi pada ketinggian 30 km selama 2 jam dan melihat betapa indahnya planet Bumi tempat kita tinggal ini.

Nantinya penumpang akan berada dalam sebuah kapsul khusus yang dirancang oleh Paragon Space Development Corp untuk kemudian diangkat dengan balon udara. Jika waktu sudah berakhir, maka Anda akan dibawa turun perlahan dengan balon udara itu juga. Berwisata dengan balon udara lebih menyenangkan daripada dengan pesawat sebab penumpang akan bisa merasakan suasana yang lebih dekat dibandingkan dengan roket atau pesawat. Apa yang ditawarkan oleh World View Enterprises lebih murah dari kompetitornya yang lain. Sebagai perbendingan, perusahaan Virgin Galactic juga menawarkan paket wisata ke luar angkasa dengan biaya $ 250.000 (Rp.2,8 miliar) per orang untuk dibawa berwisata ke ketinggian 100 km di atas atmosfer Bumi dengan menggunakan pesawat. Sedangkan perusahaan XCOR mematok harga $ 95.000 (Rp.1 miliar) per orang untuk dibawa ke ketinggian yang sama. Bagaimana apakah Anda tertarik ??

Berikut ini foto-fotonya:






Note: image credit: World View Enterprises, Inc

(SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, October 19, 2013

Dalam Satu Jam, Data Center NASA Menyimpan Ratusan Terabyte Data

Super computer NASA, Pleiades yang ada di NAS (NASA Advanced Supercomputing). Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Sebagai lembaga antariksa terbesar di dunia dengan puluhan bahkan ratusan misi serta wahana, NASA membutuhkan suatu media yang mampu menyimpan data dalam jumlah yang sangat banyak. Setiap harinya wahana NASA yang berada di luar angkasa mengirimkan ratusan bahkan ribuan paket data per wahana. NASA membutuhkan data center raksasa sebagai pusat penyimpanan datanya sehingga data yang dikirim wahana dapat disimpan untuk kemudian diteliti dan dipelajari serta digunakan sebagai arsip NASA. Eric De Jong selaku peneliti visualisasi sistem NASA mengungkapkan bahwa ratusan terabyte data diterima NASA dalam setiap jamnya. Sebagai gambaran bahwa data sebanyak satu terabyte jika dicetak pada kertas akan membutuhkan bahan baku kertas sebanyak 50.000 pohon. Super computer / komputer super cepat yang ada pada data center raksasa sangat mutlak diperlukan untuk dapat mengakomodir kebutuhan data yang terus bertambah tersebut. Dalam satu data center, NASA bisa memiliki beberapa super computer. Salah satunya super computer Pleiades yang ada di NAS (NASA Advanced Supercomputing), Mauntain View, California. Super computer Pleiades memiliki processor Intel Xeon 162,496 (32,768 additional GPU cores), RAM total 417 TB, total data yang bisa disimpan 9,3 petabyte (1 Petabyte = 1024 Terabyte, 1 Terabyte = 1024 Gigabyte).

Menurut Eric De Jong, ada tiga aspek penting dalam pengelolaan data yakni penyimpanan, pengolahan, dan akses. Ibarat perpustakaan raksasa, para librarian harus membuat suatu sistem dimana ketika pembaca ingin mencari suatu buku atau dokumen tertentu, mereka akan dapat dengan mudah mendapatkannya dan itulah salah satu tugas dari Eric. Ia menambahkan bahwa saat ini mereka sedang membangun sebuah software yang mampu menghandle data secara massal. meningkatnya trend cloud computing juga mendorong ilmuwan NASA untuk semakin berfikir kreatif. Menurut mereka daripada membuat hardware yang berbiaya mahal, mereka lebih memilih untuk membuat softwarenya sehingga dapat menekan pengeluaran anggaran yang saat ini dirasa sangat besar.
John Kusterer, kepala Atmospheric Science Data Center (ASDC) sedang berada di dalam data center. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
NASA memiliki data center yang salah satunya berada di Langley Virginia. Ruang data center yang disebut Atmospheric Science Data Center (ASDC) mengumpulkan data dari wahana Cloud-Aerosol Lidar and Infrared Pathfinder Satellite Observations (CALIPSO) yang mengumpulkan segala informasi tentang atmosfer Bumi. Data center ini menyimpan data sebesar 16 petabyte dan memiliki kebih dari 1000 processor komputer untuk mengumpulkan dan mengolah data yang masuk. Satu petabyte setara dengan kita menonton video HD (High Definition) selama 13,3 tahun. Oleh sebab itu bisa dikatakan bahwa NASA adalah pemilik data astronomi terbesar di dunia. (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, October 15, 2013

Sepuluh Tahun Mengarungi Tata Surya, Wahana Rosetta Akan Dibangkitkan dari "Tidur" Panjangnya

Ilustrasi wahana Rosetta dan Philae landing craft mendekati untuk kemudian mendarat di komet 67P/Churyumov-Gerasimenko
Setelah 10 tahun lamanya menempuh perjalanan di luar angkasa, akhirnya wahana tanpa awak miliki ESA (European Space Agency) yang bertugas untuk meneliti komet 67P/Churyumov-Gerasimenko akan memasuki fase start dalam waktu 100 hari ke depan setelah melalui masa hibernasi. Sejak 11 Oktober 2013 lalu, ESA telah melakukan hitung mundur selama 100 hari ke depan wahana itu akan dibangkitkan dari tidur panjangnya selama 2,7 tahun. Wahana bernama Rosetta tersebut diluncurkan pada Maret 2004 dengan menggunakan roket Ariane 5 untuk mengungkap sejarah, komposisi, dan evolusi dari komet kuno 67P/Churyumov-Gerasimenko yang merupakan sisa-sisa dari terbentuknya sistem tata surya 4,5 miliar tahun yang lalu. Nama "Rosetta" sendiri diambil dari nama batu Mesir kuno yang ditemukan di kota Rashid, dekat sungai Roseta yang berisi tentang petunjuk membaca huruf hiroglif Mesir dalam bahasa Yunani kuno.
Peluncuran wahana Rosetta dengan roket Ariane 5 pada Maret 2004. Image credit: ESA
Tidak seperti wahana tanpa awak lainnya, wahana Rosetta ini dilengkapi dengan robot pendarat yang disebut Philae landing craft yang bisa mendarat dan menempel di permukaan komet.
Rute perjalanan wahana Rosetta. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: ESA
Seperti wahana Voyager NASA yang sudah lebih dari 36 tahun mengarungi kejamnya samudera luar angkasa, wahana Rosetta juga sudah mengalami ekstrimnya kondisi samudera tersebut. Selama 10 tahun, wahana Rosetta sudah melewati Bumi sebanyak tiga kali takni pada Maret 2005, November 2007, dan November 2009. Melewati Mars pada Februari 2007, melewati asteroid Steins pada September 2008, melewati asteroid Lutetia pada Juli 2010 dan sejak Juni 2011, wahana Rosetta memulai kembali tidur panjangnya dan semakin jauh menjelajah tata surya. Saat ini status wahana tersebut berada dalam fase hibernasi untuk menghemat dan menyimpan tenaga. Panel surya mengarah pada posisi sedemikian rupa sehingga dapat dengan maksimal mendapatkan energi Matahari untuk disimpan dan digunakan seminimal mungkin. Hanya komputer dan penghangat instrumen yang tetap aktif agar wahana tidak membeku. Dan setelah 31 bulan sejak Juni 2011, wahana Rosetta akan dibangkitkan oleh ESA dari tidurnya pada 20 Januari 2014.

Setelah bangun dari tidurnya, wahana Rosetta akan menghangatkan sistem navigasi yang ada pada dirinya untuk kemudian berhenti berputar dan mengarahkan antena utamanya ke Bumi untuk bisa berkomunikasi dengan Bumi dan mencari tahu apakah wahana itu masih berfungsi normal atau tidak. saat itu diperkirakan wahana Rosetta berada pada jarak 9 juta km dari komet 67P/Churyumov-Gerasimenko dan akan terus mendekat dengan manuver utama pada Mei 2014. Setelah melakukan pemetaan komet 67P/Churyumov-Gerasimenko, robot pendarat Philae akan diturunkan pada lokasi yang tepat pada November 2014. Philae akan meneliti nukleus komet dan menganalisa komposisi ilmiahnya.

Awalnya wahana Rosetta tidak dibuat untuk meneliti komet 67P/Churyumov-Gerasimenko. Wahana tersebut ditujukan untuk meneliti komet Comet 46P/Wirtanen. Tapi karena terjadi insiden gagalnya roket Ariane pada Desember 2002 menyebabkan jadwal peluncuran wahana Rosetta diundur selama 14 bulan. AKibatnya sasaran obyek penelitianpun dirubah dan komet 67P/Churyumov-Gerasimenko terpilih menjadi gantinya. Misi wahana Rosetta ini diadwalkan berakhir pada Desember 2015.

Alasan kuat mengapa ESA sangat tertarik mempelajari komet adalah karena komet begitu berjasa sebagai "pembawa" air di Bumi dan membuat Bumi menjadi layak untuk terciptanya kehidupan. (AS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, October 12, 2013

Bukti Komet Tertua Ditemukan di Perhiasan Raja Tutankhamun Mesir

Bros milik raja Tutankhamun Mesir yang pada bagian batu kuningnya merupakan batu yang dihasilkan oleh dampak komet 28 juta tahun lalu. Klik gambar untuk memperbesar Image credit: University of the Witswatersrand
Sekelompok tim ilmuwan dari Afrika Selatan menemukan bukti komet pertama dan tertua yang masuk ke atmosfer Bumi dan meledak. Hal itu diungkapkan oleh Jan Kremer dari University of Johannesburg di Afrika Selatan yang menyatakan bahwa sebuah batu hitam yang ditemukan beberapa tahun lalu di Mesir ternyata merupakan inti komet tertua yang ditemukan di Bumi dan setelah diteliti ternyata batu itu berhubungan dengan perhiasan raja Firaun Tutankhamun. Silika sebagai dampak dari komet itu ternyata dijadikan bros oleh raja Mesir Tutankhamun. 28 Juta tahun lalu komet memasuki atmosfer Bumi di atas daratan yang saat ini adalah Mesir. Komet itu memanaskan pasir di bawahnya hingga mencapai suhu 2000 derajat Celcius sehingga membentuk kaca silika kuning yang sangat banyak dan mencakup area seluas 6000 kilometer persegi di gurun Sahara.
Raja Tutankhamun. Image credit: google
Silika kuning yang tercipta itu ternyata ditemukan di bros milik Tutankhamun, raja Firaun Mesir yang terkenal yang memerintah dari tahun 1333-1323 SM. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, October 7, 2013

Begini Cara NASA Berkomunikasi dan Mengendalikan Robot Curiosity di Mars

Robot penjelajah Mars, Curiosity. Image credit: astronaut
Mungkin kita penasaran bagaimana cara NASA untuk berkomunikasi dan mengendalikan robot penjelajah Mars (Mars rover) seperti Spirit, Opportunity, dan Curiosity yang letaknya jutaan km jauhnya dari Bumi. Jutaan km merupakan jarak yang sangat-sangat jauh dan sangat tidak bisa dibayangkan. Tapi sekali lagi, bagaimana cara NASA untuk menggerakkan robot-robot penjelajah itu?? Mari sama-sama kita cari tahu.

Sekali dalam sehari, gelombang radio dikirmkan oleh NASA dari ruang kontrol misi menuju ke robot penjelajah di Mars dan untuk sampai ke tujuan diperlukan waktu 13,8 menit agar gelombang radio itu bisa diterima robot penjelajah. Para insinyur NASA bertukar pesan dengan Curiosity setiap hari pada waktu yang telah ditentukan. Untuk sekali berotasi, Mars membutuhkan waktu lebih lama 37 menit dari Bumi. Sehingga untuk menyetakan waktu satu hari di Mars, mereka menyebutnya dengan "sol".

Pada jam 10 pagi waktu Mars setelah Matahari melewati cakrawalanyadan robot penjelajah telah berada dalam keadaaan siap, NASA mengrimkan paket data berisi perintah kepada robot penjelajah. Dalam hal ini robot penjelajahnya adalah Curiosity. Karena pagi di Mars tidak selalu bersamaan dengan pagi di Bumi, maka NASA menempatkan antena parabola raksasa di beberapa benua di dunia. Diantaranya di Gurun Mojave (California), Eropa (Spanyol) dan di Australia. Mereka menyebut kesemua sistem itu dengan istilah DSN (Deep Space Network).
Salah satu antena parabola DSN NASA yang terletak Gurun Mojave, California. Antena ini berdiameter 70 meter. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: silver-peak
Gelombang radio yang berisi paket perintah tadi dikirimkan dan berjalan selama 13,8 menit di luar angaksa sampai tiba dan diterima oleh Curiosity. Perintah yang diberikan tidak selalu harus bergerak atau berjalan, tapi perintah juga bisa berupa perintah menyekop, mengebor, mengambil sampel batuan, menganalisa sampel yang ada dan sebagainya. Cuiosity memiliki laboratorium mini yang memungkinkan untuk itu.

Sebelum nASA memerintahkan Curiosity untuk berjalan, terlebih dulu NASA membuat pencitraan berupa kondisi di sekitar rover dengan menggunakan kamera yang ada pada rover tersebut atau dengan mengambil citra dengan menggunakan wahana pengorbit seperti Mars Odyssey dan Mars Reconnaisance Orbiter. Citra itu kemudian dibuat model tiga dimensinya untuk menggambarkan kondisi di sekitar rover jangan sampai rover itu melintas di daerah yang berbahaya. Sebab NASA pernah mengalami hal buruk dengan rover Spirit dimana rover itu pada tahun 2009 terjebak dalam lubang pasir sehingga misinya harus berakhir.

Ketika dirasa jalur yang akan dilalui aman, NASA mengirim perintah berisi koordinat kepada Curiosity dan memerintahkannya untuk menuju koordinat itu. Curiosity sebenarnya sudah memiliki "kecerdasan buatan" dimana ia mampu menentukan jalur yang menurutnya aman untuk dilalui.

Terkadang insinyur NASA juga baru akan memberikan Curiosity perintah dalam beberapa hari kemudian. Nah selama menunggu perintah, insinyur NASA terus berkomunikasi dengan Curiosity sembari memerintahkannya untuk berhenti, tetap tenang, dan terus menunggu komunikasi sampai waktu yang telah ditentukan.

Curiosity memiliki pemancar transmiter dengan diameter sekitar 30 cm dan daya yang digunakan tidak lebih dari 25 watt. Untuk mengirimkan data yang didapat Curiosity ke Bumi, Curiosity akan terlebih dulu mengirimkannya pada wahana pengorbit Mars Odyssey dan Mars Reconnaisance Orbiter yang terus menerus mengorbit planet merah. Curiosity menunggu sampai wahana pengorbit melintas di atasnya sekitar pukul 3 sore dan 3 pagi waktu Mars. Data yang dikirmkan berupa foto, data ilmiah, dan sebagainya. Data yang bisa dikirim dalam sekali pengiriman bisa mencapai beberapa ratus megabit. Biasanya Curiosity mengumpulkan data itu selama satu minggu dan hanya sekali pengiriman dalam sehari semua data itu bisa di dapatkan.

Nah setelah tahu bagaimana cara kerjanya, maka bisa Anda bayangkan sendiri bagaimana NASA berkomunikasi dengan wahana yang lebih jauh seperti Voyager 1 dan 2 yang letaknya bermilyar-milyar km jauhnya dari Bumi. Luar Biasa !!! (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, October 4, 2013

Kenapa Pakaian Astronot Ada yang Berwarna Oranye dan Putih ? Ini Jawabannya

Pakaian berwarna oranye kru Atlantis pada misi STS-125. Image credit: NASA
Jika kita melihat pakaian para astronot saat mereka sedang menaiki pesawat ulang alik baik itu Atlantis, Challanger, Discovery dan sebagainya, maka kita akan melihat mereka memakai pakaian (space suits) berwarna oranye / orange dan mereka akan memakai baju yang berbeda lagi (berwarna putih) jika akan melakukan spacewalk di luar angkasa. Nah mengapa para kru tersebut menggunakan pakaian berwarna oranye saat berada di pesawat ulang alik dan berwarna putih saat melakukan spacewalk??

Menurut NASA pemilihan warna itu bukanlah tanpa alasan. Warna oranye cerah dipilih karena warna itu mudah untuk terlihat dan kontras dengan latar belakangnya. Terlebih jika mereka sedang berada di space shuttle (pesawat ulang alik). Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan baik pada saat pesawat itu terbang atau mendarat, maka proses pencarian dan penyelamatan akan menjadi lebih mudah. "Ini sangat terlihat untuk pencarian dan penyelamatan. Dan ini salah satu warna yang paling terlihat terutama untuk penyelamatan di laut," ungkap Brian Daniel dari NASA. Pakaian itu disebut dengan Advanced Crew Escape Suit (ACES) yang dilengkapi oksigen, air, parasut, radio, obat-obatan, pemancar, dan sebagainya

Nah terus kenapa pakaian astronot ada yang warnanya putih??
Astronot dengan dilengkapi Manned Maneuvering Unit (MMU). Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: airandspace
Pakaian putih Astronot. Image credit: buzzle
Warna putih ini dipilih karena dapat memantulkan panas dari Matahari dan warna itu kontras dengan warna hitam luar angkasa di belakangnya. Pakaian putih astronot dikenal dengan nama Extravehicular Mobility Units (EMUs). Pada pakaian itu terdapat beberapa perlengkapan seperti sistem komunikasi, pengatur temperatur, persediaan oksigen dan air minum, kantung peralatan, dan sebagaianya. Pakaian tersebut dapat melindungi astronot dari terpaan meteorit mikro (micrometeoroids), radiasi luar angkasa, dan tekanan rendah diluar angkasa yang membahayakan. Selain itu pakaian astronot juga dilengkapi dengan saluran pembuangan karbon dioksida, sebab karbondioksida dengan kadar tertentu bisa sangat membahayakan jiwa astronot itu sendiri.

Kedua pakaian yang sudah disebutkan di atas baik yang berwarna oranye ataupun putih, keduanya dilengkapi dengan helm yang terbuat dari polikarbonat, sebuah bahan yang sangat kuat yang biasa digunakan dalam pembuatan kaca antipeluru. Helm itu dilengkapi dengan kamera, lampu penerangan serta lapisan pelindung sinar ultraviolet (UV) dan radiasi inframerah.

Karena bobotnya yang berat, maka untuk mempercepat dan mempermudah astronot dalam mobilisasi, NASA membuat semacam roket mini dengan tenaga gas yang sekilas mirip lursi pelontar yang dikenal dengan sebuatan Manned Maneuvering Unit (MMU). Roket itu dikendalikan dengan menggunakan joystick. Selain itu ada juga roket ransel yang berbahan gas nitrogen yang disebut Simplified Aid for Extravehicular Activity Rescue (SAFER) tapi biasanya ini digunakan untuk keadaan darurat saja. Roket ini bisa bergerak dengan kecepatan tiga meter per detik. (Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, October 1, 2013

Akibat Government Shutdown, Beberapa Kegiatan NASA Dihentikan

Presiden Amerika Serikat, Barack Obama. Image credit: AFP
Keputusan pemerintah Amerika Serikat di bawah presiden Barack Obama untuk menghentikan seluruh kegiatan yang ada di berbagai instansi pemerintah atau yang biasa disebut dengan istilah government shutdown nampaknya juga berimbas pada NASA. Akibat keadaan ekonomi negara adikuasa itu yang sedang dalam masa krisis yang menyebabkan tidak adanya anggaran operasional untuk berbagai kegiatan di instansi pemerintahan membuat NASA juga harus ikut menghentikan sebagian kegiatannya.

Dalam dokumen setebal lima halaman yang dirilis oleh NASA, disebutkan bahwa beberapa kegiatan akan tetap dilakukan namun hanya berlangsung setengah hari. Seperti yang diungkapkan oleh Elizabeth M. Robinson selaku manajer keuangan NASA bahwa pihaknya akan tetap melaksanakan beberapa pekerjaan seperti uji coba peralatan, penelitian dan sebagainya dalam beberapa waktu ke depan. Menurutnya hal ini bertujuan untuk menghilangkan resiko yang mungkin muncul dan demi mengamankan properti NASA yang ada.

Beberapa karyawan yang memang sangat diperlukan di tempat kerjanya juga akan tetap masuk. Khususnya mereka yang bertanggung jawab atas misi-misi penting seperti pengendali satelit, pengendali wahana antariksa, kru operasional ISS dan sebagainya. Tapi mereka tetap tidak akan digaji selama keputusan pemerintah untuk hiatus masih berlangsung.

Untuk diketahui, saat ini NASA mengoperasikan Stasiun Luar Angkasa Internasional atau ISS dan disana ada enam orang astronot dan kosmonot. Nah untuk melindungi mereka dan memastikan semua hal berjalan dengan baik maka tim dalam ruang kontrol harus tetap bekerja. NASA juga akan meninjau ulang pengiriman awak dan kargo ke ISS selama hiatus.

Kegiatan operasional satelit akan tetap berjalan demi keamanan satelit itu sendiri dan data yang diterima darinya. Sedangkan satelit yang belum diluncurkan, NASA akan menunda jadwalnya.

Pihak swasta yang mendapat kontrak dari NASA akan tetap bekerja seperti biasa sampai ada instruksi dan pengumuman berikutnya dari NASA.

Kegiatan penghentian kegiatan pemerintahan AS ini adalah yang pertama kali sejak 17 tahun lalu mereka juga melakukan penghentian kegiatan di bawah pemerintahan presiden Bill Clinton. (RO, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wahana Cassini Temukan Bahan Pembuat Plastik di Atmosfer Titan

Atmosfer Titan. Image credit: NASA
Wahana Cassini yang mengorbit planet Saturnus berhasil menemukan propylene / propilena, bahan kimia yang biasa digunakan untuk pembuatan bahan pembuat plastik wadah makanan / minuman, bemper mobil dan produk plastik lainnya di bulan Saturnus, Titan.

Temuan ini menjadi temuan pertama adanya bahan pembuat plastik di obyek lain selain Bumi. Propylene/ propilena ditemukan di atmosfer Titan dengan menggunakan instrumen CIRS (Cassini's Composite Infrared Spectrometer) yang melekat pada Cassini. Instrumen tersebut mengukur cahaya inframerah atan panas radiasi yang dipancarkan oleh Saturnus dan Titan. Mirip dengan cara kulit kita merasakan hangatnya api begitu dekat dengannya.

Dengan membatasi sinyal yang sama pada berbagai ketinggian atmosfer, peneliti sangat yakin bahwa apa yang mereka temukan adalah propilena. Tulisan tentang hal ini dimuat dalam jurnal Astrofisika edisi 30 September 2013.

"Bahan kimia ini sangat erat hubungannya dalam kehidupan kita sehari-hari dan diolah menjadi plastik polypropylene (polipropilena)," ucap Conor Nixon ilmuwan planet dari NASA Goddard Space Flight Center.

Instrumen CIRS mampu mengidentifikasi gas tertentu yang terdapat di lapisan bawah atmosfer. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana cara untuk membedakan dan mengidentifikasi antara gas satu dengan gas lainnya.

Pada tahun 1980 saat wahana Voyager 1 melintasi Saturnus, ia mengidentifikasi banyak gas di atmosfer Titan yang tampak kecoklatan dan kabur. Kala itu wahana Voyager 1 mengidentifikasinya sebagai hidrokarbon, bahan penyusun minyak Bumi dan bahan bakar fosil lainnya di Bumi. Di Titan, hidrokarbon terbentuk setelah sinar Matahari memanaskan metana. Saat itu Voyager juga berhasil menemukan propana, dan propina sedangkan propilena tidak. Akhirnya Cassini yang berhasil menemukannya. "Keberhasilan ini meningkatkan kepercayaan diri kita bahwa kita akan menemukan lebih banyak materi kimia yang tersembunyi di atmosfer Titan," ungkap ilmuwan NASA, Michael Flasar. (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, September 28, 2013

Waspada !!! Bulan Oktober Satelit GOCE Milik ESA Akan Jatuh ke Bumi

Ilustrasi satelit GOCE berada di orbit Bumi. Image credit: ESA/AOES
Setelah tahun 2011 lalu dunia dihebohkan dengan kabar jatuhnya satelit UARS (Upper Atmospheric Research Satellite) NASA ke Bumi, maka saat ini penduduk Bumi kembali digemparkan dengan akan jatuhnya sebuah satelit besar ke Bumi. Bedanya kali ini yang jatuh bukan satelit NASA melainkan satelit ESA (European Space Agency) yang bernama GOCE (Gravity field and steady-state Ocean Circulation Explorer). Satelit itu juga dijuluki ilmuwan dengan sebutan "the Ferrari of space" atau Ferari luar angkasa disebabakan bentuknya yang aurodinamis mirip mobil balap. Desain aerodinamis diperlukan satelit itu untuk melawan arus partikel atmosfer yang berhembus di sekitar orbit rendah Bumi. Satelit itu akan jatuh setelah berhasil menyelesaikan misinya dan kehabisan bahan bakar.

Satelit itu akan masuk dalam atmosfer Bumi dan terbakar menjadi serpihan-serpihan yang dimungkinkan salah satu serpihan besarnya bisa jatuh di Bumi entah itu di darat atau di laut. Menurut salah satu pejabat ESA hal tersebut tidak akan terlalu membahayakan sebab dua pertiga dari permukaan Bumi adalah lautan sehingga tidak terlalu berbahaya bahkan menurutnya lebih besar bahaya yang ditimbulkan oleh meteorit dari pada satelit itu.

Satelit GOCE dibuat dengan menghabiskan dana sekitar $ 450 juta dan diluncurkan pada Maret 2009 untuk memetakan struktur lapisan Bumi dengan akurat. Satelit itu ditempatkan sekitar 224 km di atas permukaan Bumi dan sebagai perbandingan, ISS berada 400 km di atas permukaan Bumi.

Jadi jangan lupa bulan Oktober 2013 nanti, jika Anda menemukan puing satelit yang jatuh maka jangan langsung dipegang sebab puing itu berpotensi mengandung radiasi luar angkasa. Hal terbaik yang bisa Anda lakukan yaitu menghubungi pihak yang berwenang seperti polisi. Ini membuktikan bahwa bahaya bukan hanya berasal dari dalam Bumi tapi juga luar Bumi, jadi waspadalah :-). (LS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, September 23, 2013

Clean Room, Ruang Khusus Tempat Ilmuwan dan Teknisi NASA Bekerja (Plus Image)

Ilmuwan dan teknisi NASA sedang mengerjakan pembuatan satelit STEREO dalam clean room. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Membuat sebuah wahana antariksa yang mampu bekerja dengan maksimal dengan kondisi lingkungan yang ekstrem dan jarak yang jauhnya berjuta-juta kilometer jauhnya dari Bumi tidaklah mudah. Ilmuwan harus membuat wahana itu sesempurna mungkin sehingga saat diluncurkan semua instrumen bisa bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Sebab jika terjadi sedikit saja kesalahan, maka tidak ada cara untuk memperbaikinya dan seketika itu juga wahana antariksa dengan harga berjuta-juta dolar tersebut akan berubah menjadi sampah luar angkasa.

Hal itulah yang membuat para ilmuwan NASA dituntut untuk bekerja dengan tepat, teliti, dan cermat untuk menghindari kesalahan seminimal mungkin bahkan sebisa mungkin nol persen. Biasanya mereka bekerja dalam ruangan yang disebut dengan clean room atau yang biasa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kamar / ruang bersih atau kamar steril. Tidak sembarang orang bisa memasuki clean room tersebut. Hanya orang yang mempunyai akses khusus yang bisa masuk. Itu pun dengan syarat mereka harus menggunakan serangkaian perlengkapan seperti baju khusus, masker, penutup rambut, sepatu khusus, sarung tangan dan sebagainya. Bahkan tidak jarang mereka harus mandi atau disemprot dengan cairan tertentu untuk menyeterilkan diri. Itu diperlukan untuk menghindari kontaminasi dari debu, partikel kimia atau bahkan mikroba pada peralatan atau instrumen yang sedang dikerjakan.

Clean room sendiri menurut sejarah pertama kali dikembangkan oleh fisikawan Amerika, Willis Whitfield dari Sandia National Laboratories. Clean room yang dibuatnya sangat efektif. Udara yang masuk ke clean room terlebih dulu disaring dari partikel debu dan sebagainya kemudian secara teratur diresirkulasi melalui High Efficiency Particulate Air (HEPA) atau Ultra Low Penetration Air (ULPA) untuk menghilangkan kontaminan yang berasal dari dalam clean room. Terkadang dalam clean room juga dilengkapi dengan ionizers untuk mengatur kelembaban. Jika terjadi kebocoran gas dalam clean room, maka kebocoran itu langsung bisa dikeluarkan melalui saluran yang berbeda dengan saluran udara bersih. Peralatan yang ada dalam clean room juga harus steril sebab bisa jadi udara yang tadinya bersih menjadi tercemar akibat peralatan itu. Ada dua standar yang banyak digunakan dalam desain clean room di Amerika yakni US FED STD 209E cleanroom standards, ISO 14644-1 cleanroom standards, BS 5295 cleanroom standards, dan GMP EU classification yang mengatur tentang jumlah dan ukuran partikel yang dapat ditoleransi dalam suatu volume udara untuk lebih jelas tentang hal ini, anda bisa merujuk ke situs berikut http://en.wikipedia.org/wiki/Cleanroom. Berikut adalah macam-macam sistem aliran udara pada clean room:
Aliran udara lurus searah pada clean room. Image credit: Rudolf Simon
Aliran udara berputar pada clean room. Image credit. Rudolf Simon
Instrumen yang perlu dikerjakan dalam clean room yakni instrumen yang sangat sensitif dengan partikel asing, seperti instrumen laboratorium, semikonduktor, bioteknologi dan sebagainya. Sebab jika instrumen itu tercemari maka, hasil yang diharapkan dari kinerja instrumen itu juga akan berbeda dan tidak sesuai dengan harapan. Biasanya ilmuwan NASA mengerjakan satelit, wahana pengorbit, robot, wahana penjelajah dan sebagainya dalam clean room ini. Salah satunya adalah cermin (mirror) reflektor dari teleskop Jamew Webb. Sebuah cermin reflektor harus bersih dari partikel apa pun agar bisa memantulkan gelombang dan sinar secara maksimal sehingga obyek yang sedang diamati bisa jelas terlihat dan data yang diproses bisa akurat. Berikut adalah foto insinyur dan teknisi NASA sedang berkerja dalam clean room:
Ilmuwan NASA memeriksa cermin reflektor teleskop James Webb yang akan dipasang. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Ilmuwan NASA mengerjakan pembuatan wahana MSL (mars Science Laboratory) atau wahana crane untuk menurunkan Curiosity di Mars. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Ilmuwan NASA sedang melakukan tes dan uji coba pada instrumen Curiosity. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
(WKP, NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, September 20, 2013

Iran Akan Kirim Monyet dan Kucing Persia ke Luar Angkasa

Monyet yang pernah dikirim Iran ke luar angkasa. Image credit: afp
Iran berencana akan mengirimkan monyet dan kucing persia ke luar angkasa sebagai pengganti manusia sebelum mereka benar-benar meluncurkan misi berawak pertama ke luar angkasa pada tahun 2020 seperti yang disampaikan oleh juru bicara Iran Space Agency (ISA).

Kucing merupakan hewan ketiga yang akan diterbangkan oleh Iran setelah sebelumnya mereka menerbangkan anjing dan monyet. Keputusan Iran ini menuai banyak kecaman terutama dari kelompok penyayang binatang dan pembela hak asasi hewan. "Percobaan Iran adalah suatu kemunduran dan teknik primitif seperti tahun 1950-an," ucap juru bicara hak asasi hewan Ben Williamson. "Lembaga antariksa Amerika dan Eropa berhenti mengirim hewan ke luar angkasa bukan hanya karena itu tidak etis tapi itu juga hal yang sangat buruk sebab penelitian dengan metode canggih saat ini sudah tersedia," tambahnya.

Sebelumnya pada bulan Januari 2013, Iran mengklaim berhasil mengirimkan monyet ke luar angkasa dan mengembalikannya lagi ke Bumi dengan selamat tapi hal itu masih diragukan kebenarannya.

Tahun 2009 Iran untuk pertama kalinya menerbangkan satelit sendiri ke orbit setelah sebelumnya mencoba mengirimkan tikus, kura-kura, dan cacing ke luar angkasa. Kemungkinan dalam 45 hari ke depan, Iran akan terlebih dulu mengirimkan monyet dengan menggunakan roket Pishgam II.

Percobaan Iran ini dicurigai pihak barat sebagai eksperiman untuk melakukan uji coba penerbangan hulu ledak nuklir. (ST, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Sunday, September 15, 2013

Atmospheric Biomarkers, Teknik Baru Deteksi Adanya Kehidupan di Planet Lain

Planet dan Bintang Katai Merah. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: ESO/L. Calçada
Kita harus bersyukur tinggal di sebuah planet yang sangat ideal dan sangat mendukung untuk terciptanya kehidupan. Mengapa kita harus bersukur?? ya karena hingga saat ini astronom belum menemukan dengan pasti planet mana selain Bumi yang dapat ditinggali oleh manusia. Atau kalau pun ada jaraknya sangat jauh beberapa tahun cahaya. Masih mustahil untuk dijangkau oleh teknologi manusia saat ini.

Mendeteksi apakah suatu planet bisa mendukung kehidupan atau tidak adalah hal yang sangat sulit. Hal dikarenakan jarak planet yang diteliti sangat jauh sehingga pengamatan tidak begitu jelas. Salah satu pertanda suatu planet memiliki tanda-tanda kehidupan bisa dilihat dari atmosfernya. Adanya proses fotosintesis membuat Bumi kaya akan oksigen dan hal ini juga menyebabkan Bumi memiliki atmosfer yang tebal. Mikroba mengeluarkan metana dan nitrogen oksida  ke atmosfer. Rumput laut menghasilkan gas klorometana. Bahan-bahan kimia ini jika ada dalam jumlah yang cukup maka termasuk dalam indikator / tanda-tanda kehidupan yang dikenal sebagai atmospheric biomarkers (biomarker atmosfer). Hal ini bisa menjadi salah satu kunci untuk mengetahui kondisi setiap planet apakah mendukung kehidupan atau tidak.

Penelitian yang telah dilakukan ilmuwan sampai saat ini belum berhasil menemukan tanda-tanda biomarker dalam atmosfer sebuah planet ekstrasurya. Karena jaraknya yang jauh maka penelitian pun menjadi samar, olehkarenanya diperlukan teleskop yang sangat sensitif. berdasarkan hal itu, maka ilmuwan berencana membuat teleskop baru yang super canggih dan sensitif yang bernama European Extremely Large Telescope. nantinya teleskop itu mampu mendeteksi biomarker dalam atmosfer sebuah planet ekstrasolar jauh.

"Tujuan utama dari proyek ini adalah untuk mendeteksi adanya tanda-tanda biomarker oleh teleskop masa depan," ucap Lee Grenfell selaku pemimpin proyek. Materi kimia pada atmosfer sebuah planet bisa mempengaruhi cahaya yang melewatinya, Cahaya tersebut akan menjadi petunjuk dari spektrum bintang. Dengan teknik ini astronom akan mampu mengumpulkan informasi tendang kondisim planet tersebut. Saat ini peneliti fikus untuk meneliti planet-planet ekstrasurya yang mengorbit bintang kerdil (katai) merah. Sebab planet yang mengorbit bintang katai merah sinyal biomarkernya bisa lebih mudah dideteksi. Dengan radiasi sinar ultravioler (UV) yang lemah maka ozon yang lemah akan diproduksi oleh atmosfer dan bisa dideteksi biomarkernya. Meneliti sebuah planet dengan tingkat UV yang tingi akan kesulitan karena panas akan menyamarkan keadaan biomarker.
Teknik ini memiliki sedikit kelemahan yakni ilmuwan tidak bisa dengan mudah membedakan darimana biomarker tersebut berasal apakah dari organisme biologi atau dari proses yang lain (non biologi). Namun dengan kelemahan itu, teknik ini salah satu yang bisa diandalkan untuk mendeteksi adanya kehidupan di planet lain.

"Untuk pertama kalinya kita mencapai sebuah titik dimana diskusi ilmiah dapat diterapkan untuk mengatasi pertanyaan yang dari dulu belum terjawab, yakni Apakah Kita Sendirian?," ucap Grenfell.

Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal  Planetary & Space Science 2013. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, July 23, 2013

Wahana Cassini Berhasil Ambil Foto Bumi dari Orbit Saturnus

Foto Bumi yang diambil oleh Cassini dari sekitar orbit planet Saturnus. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA/JPL-Caltech/Space Science Institute
Pingin tahu seperti apa planet kita kalau dilihat dari planet Saturnus??. Nah baru-baru ini tepatnya tanggal 19 Juli 2013 lalu wahana Cassini milik NASA yang mengorbit di sekitar planet Saturnus berhasil mengambil foto Bumi. Cassini mengambil foto Bumi dari jarak 898 juta mil (1,44 miliar kilometer) dari planet Bumi tempat kita tinggal ini.

Dalam foto yang diambil Cassini tersebut, tampak sebagian dari planet Saturnus dan cincinnya. Dari kejauhan tampak planet Bumi yang hanya seperti sebuah titik bercahaya dalam kegelapan. Bumi tampak berwarna Biru pucat. Dan ternyata tidak hanya Bumi, Bulan sebagai satelit alami Bumi pun tampak pada foto itu. Bulan terlihat berwarna putih. Foto ini sendiri adalah hasil penggabungan dari 323 foto.

"Foto yang diambil Cassini itu mengingatkan kepada kita betapa kecilnya planet rumah kita ini dalam luasnya alam semesta," ungkap ilmuwan NASA, Linda Spilker.

Cassini mengambil foto Bumi saat Matahari sedang berada di belakang dari planet Saturnus. Sebab jika saatnya tidak tepat, cahaya matahari bisa merusak detektor sensitif yang terdapat pada kamera Cassini dan itu hampir sama dengan cahaya matahari dapat merusak retina mata manusia jika memandangnya secara langsung.

Sebelum foto ini, foto Bumi yang lain juga berhasil diambil oleh wahana MESSENGER pada jarak 61 juta mil (98 juta kilometer) dari Bumi. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto