Foto self portrait Curiosity yang merupakan gabungan dari 50 foto yang dirakit jadi satu. Foto diambil dengan kamera MAHLI Curiosity. Image credit: NASA, JPL
Sudah lebih dari satu tahun sejak Curiosity mendarat di Mars pada Agustus 2012, dan sudah lebih dari 4 km berjalan menjelajahi planet Mars dan kini tiba saatnya bagi robot seberat 1 ton itu untuk mendaki gunung Sharp (mount Sharp). Rute yang akan ditempuh Curiosity yakni melewati gurun pasir halus seperti yang tampak pada gambar di bawah dengan pertimbangan lebih mudah untuk dilalui dan dapat mengurangi tingkat keausan roda Curiosity karena sedikitnya batu dan kerikil di sana. Namun untuk kepastiannya tim JPL (Jet Propulsion Laboratory) sedang memeriksa apakah jalan yang akan dilalui tersebut aman dari hal-hal yang bisa membahayakan Curiosity. "Keputusan belum dibuat tapi sangat bijaksana jika kita memeriksanya," ungkap manajer proyek Curiosity, Jim Erickson.
Daerah yang disebut "Dingo Gap", rencananya Curiosity akan melintasi gurun pasir kecil di tengah untuk mulai melakukan pendakian. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA, JPL
Gurun pasir kecil atau yang disebut dengan Dingo Gap terdiri dari gundukan pasir setinggi lebih kurang 1 meter dan saat ini hanya berjarak 35 meter dari Curiosity. Setelah melewati Dingo Gap, Curiosity akan melakukan analisis rute untuk kemudian mulai melakukan pendakian sejauh 5 km dari dasar kawah Gale. Tujuan para ilmuwan mengarahkan Curiosity untuk medaki adalah untuk mengetahui sejauh mana kondisi planet Mars berubah dari waktu ke waktu. Sejauh ini Curiosity sudah menempuh perjalanan sejauh 4,89 km berbeda jauh dengan kakaknya yang sudah 10 tahun lebih dulu ada di Mars, Opportunity yang telah menempuh perjalanan sejauh 38,7 km. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)
Sungai hidrogen (oranye) terlihat mengalir dan menghubungkan galaksi NGC 6946 dengan galaksi tetangganya. Image credit: D.J. Pisano (WVU); B. Saxton (NRAO/AUI/NSF); Palomar Observatory -- Space Telescope Science Institute 2nd Digital Sky Survey (Caltech); Westerbork Synthesis Radio Telescope
Astronom DJ Pisano dari West Virginia University dengan menggunakan teleskop National Science Foundation's Robert C. Byrd Green Bank (GBT) menemukan apa yang disebut dengan "sungai" atau aliran hidrogen yang mengalir di sekitar galaksi NGC 6946. Penemuan ini menjadi kunci dari jawaban pertanyaan bagaimana sebuah galaksi spiral menjaga kecepatan dalam pembentukan bintangnya.
"Kita tahu bahwa bahan bakar untuk pembentukkan bintang haruslah datang dari suatu tempat. Sejauh ini kita hanya mendeteksi sekitar 10 persen dari jumlah bahan yang dibutuhkan dari beberapa galaksi yang telah kita observasi," ungkap Pisano. Teori yang terkenal tentang ini adalah bahwa "sungai" hidrogen yang disebut sebagai cold flow (arus dingin), membawa hidrogen sehingga menyerupai aliran sungai yang berjalan antar galaksi kemudian memicu terbentuknya bintang. Namun aliran hidrogen ini begitu samar dan menyebar sehingga agak sulit untuk dideteksi sampai saat ini.
Pada galaksi Bima Sakti, kecepatan pembentukkan bintangnya cukup stabil, berbeda dengan galaksi NGC 6946 yang lebih aktif. Galaksi NGC 6946 terletak 22 juta tahun cahaya dari Bumi di perbatasan konstelasi Cepheus dan Cygnus.
Dengan menggunakan teleskop GBT, Pisano dapat mendeteksi cahaya yang dipancarkan oleh gas hodrogen netral yang menghubungkan galaksi NGC 6946 dengan galaksi satelitnya yang lebih kecil. Lokasi dan Kemampuan teleskop GBT memungkinkan untuk mendeteksinya. Pisano percaya bahwa aliran filamen hidrogen ini berpengaruh pada evolusi galaksi. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)
Bintang Hypervelocity di galaksi Bima Sakti. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Julie Turner, Vanderbilt University, ESA
Astronom menemukan 20 bintang hypervelocity (hypervelocity stars) yang mengorbit pusat Bima Sakti dalam kecepatan yang super cepat sehingga bisa menyebabkan bintang itu terlempar ke luar dari Bima Sakti. Bintang Hypervelocity merupakan bintang dengan kecepatan orbit yang berbeda dari bintang secara umum di dalam galaksi. Pertama kali kelas bintang ini ditemukan oleh astronom Jack Hills pada tahun 1988 dan kemudian keberadaannya dikonfirmasi oleh Warren Brown, Margaret Geller, Scott Kenyon, dan Michael Kurtz pada tahun 2005. Bintang Hypervelocity (HVS) diyakini berasal dari awan Magellan besar (Large Magellanic Cloud).
Saking cepatnya periode orbitnya, kecepatannya bisa mencapai 2 juta mil per jam (3.218.688 km / jam). Diperkirakan bintang ini terbentuk saat ada sistem bintang ganda (bintang biner) dimakan oleh lubang hitam yang ada di pusat Bima Sakti, kemudian lubang hitam itu memuntahkan kembarannya dan melemparkannya dalam kecepatan yang super cepat, unkap mahasiswa astronomi dari Ohio University, keith Hawkins.
Besar dari bintang Hypervelocity ini bisa mencapai 4 kali dari Matahari kita, tapi ada juga yang lebih kecil. Mengamati bintang Hypervelocity sangatah sulit bagaikan mencari jarum di tumpukkan jerami, sebab ada miliaran bintang di galaksi Bima Sakti. Untuk itu astronom menggunakan teleskop Palomar 5 meter di California.
Diperkirakan ada lebih dari 1000 bintang Hypervelocity di galaksi kita ini. Jika jumlah bintang di Bima Sakti ada 100 miliar, maka jumlah itu amat sangat kecil (~0.000001%). (SP, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)
Michaela Musilova, seorang peneliti muda dari Slovakia mencoba menunjukkan kepada kita bagaimana cara bercocok tanam di Mars. Kelak jika manusia tinggal dan hidup di Mars, mereka harus bisa memenuhi kebutuhan hidup seperti makanan termasuk sayuran, buah-buahan, air, daging, dan sebagainya. Semua itu bertujuan agar manusia bisa bertahan hidup dan melanjutkan keberlanjutan spesiesnya di sana.
Tantangannya adalah Mars sangat berbeda jauh dengan Bumi. Lingkungan di sana begitu ekstrem dan tandus perlu usaha ekstra untuk mendapatkan semuanya. Berbeda dengan Bumi yang seperti sebuah supermarket dimana kita tinggal mengambil apa yang kita perlukan. Mars sungguh sangat berbeda. Nah, bagaimana cara bercocok tanam di sana, Musilova akan menjelaskan kepada Anda.
Sebagai informasi, Michaela Musilova adalah seorang astrobiologi yang mempelajari organisme yang mempunyai kemampuan hidup di kondisi ekstrem seperti gletser, dataran tinggi, gurun, dan sebagainya. Tidak menutup kemungkinan jika manusia sudah bisa pergi ke Mars, Musilova juga akan meneliti organisme apa yang bisa hidup di lingkungan Mars. Musilova pertama kali menyelesaikan pendisikan sarjananya di University College London, kemudian ia melanjutkan ke Caltech dan saat ini ia bekerja sebagai peneliti di JPL (Jet Propulsion Laboratory) NASA.
Penasaran seperti apa cara berkebun di Mars. Silahkan lihat pada video berikut:
Foto Yutu di Bulan yang diambil oleh Lunar Lander Chang'e-3. Image credit: Chinese Academy of Science
Kabar mengejutkan datang dari robot penjelajah Bulan China, Yutu (Jade Rabbit). Dilaporkan oleh kantor berita Xinhua, Yutu mengalami masalah mekanik yang menyebabkannya tidak dapat bergerak seperti yang seharusnya.
Kegagalan mekanik itu kemungkinan disebabkan oleh kondisi Bulan yang memang begitu ekstrem baik kondisi permukaannya maupun temperatur yang turun begitu cepat di malam hari dan naik dengan cepat di pagi dan siang hari. Hal itulah menyebabkan Yutu rusak.
Setelah berita rusaknya Yutu menyebar di dunia maya seperti Twitter, Banyak warga China yang sedih dan merespon berita itu dengan dukungan kepada Chinese Academy of Science selaku pembuat sekaligus pengendali robot Yutu. Saat ini ilmuwan sedang mencari cara bagaimana agar Yutu bisa bergerak kembali. Klik di sini untuk melihat foto-foto robot Yutu di Bulan. (SD/ Adi Saputro, www.astronomi.us)