Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Showing posts with label Bintang. Show all posts
Showing posts with label Bintang. Show all posts

Saturday, May 24, 2014

Astronom Temukan Bintang di Bagian Terluar Galaksi Bima Sakti

Piringan galaksi Bima Sakti jika dilihat dari luar. Matahari (lingkaran kuning kecil), bintang Cepheid yang telah diteliti dan dekat dengan Matahari (warna biru muda) dan bintang Cepheid yang baru ditemukan dan terletak di pinggiran Bima Sakti (warna biru gelap). Gas hidrogen tersebar hingga ke luar galaksi (warna merah muda). Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: R. M. Catchpole (IoA Cambridge) and NASA/JPL-Caltech
Tim gabungan astronom Afrika Selatan dan Jepang berhasil menemukan beberapa bintang yang letaknya di bagian paling tepi dari galaksi Bima Sakti. Bintang-bintang itu letaknya lebih kurang 80.000 tahun cahaya dari Bumi. Penemuan ini menjadi petunjuk untuk mengetahui bagaimana galaksi Bima Sakti terbentuk. Bintang-bintang ini akan membantu para astronom untuk melacak distribusi persebaran materi gelap (dark matter) di Bima Sakti.

Lima diantara beberapa bintang yang ditemukan dianggap sebagai bintang khusus yang disebut sebagai Cepheid variable (OGLE-BLG-CEP-32) yang mana bintang-bintang tersebut memiliki tingkat kecerahan yang berubah secara teratur dalam waktu siklus beberapa hari. Bintang variabel Cepheid ini mempunyai karakteristik khusus yang memungkinkan astronom untuk mengukur jaraknya secar akurat. Beberapa instrumen yang digunakan oleh astronom untuk mengukur jarak bintang-bintang itu antara lain Southern African Large Telescope (SALT) dan Infrared Survey Facility (IRSF).

Seperti yang diketahui bersama bahwa kebanyakan bintang di galaksi Bima Sakti tersebar di dalam piringan galaksi seperti pada gambar di atas. Awalnya astronom mengira bahwa hanya gas Hidrogen saja yang bisa menyebar dari pusat galaksi sampai ke pinggir piringan galaksi. Ternyata setelah diteliti, bintang pun bisa tersebar hingga ke pinggiran galaksi.

Beberapa astronom yang terlibat dalam penemuan ini antara lain Prof Patricia Whitelock, Prof Michael Feast dan Dr John Menzies, ketiganya berasal dari Afrika Selatan dan Dr Noriyuki Matsunaga dari Jepang. Penemuan mereka ini diterbitkan dalam jurnal Nature edisi 15 Mei. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, May 22, 2014

Apa Sih Bintang Wolf-Rayet Itu ?

Bintang WR 22 (tengah) di Carina Nebula. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: ESO
Matahari merupakan satu-satunya obyek yang paling besar di tata surya kita. Massanya 330.000 kali massa Bumi yang berarti 99,86 persen dari masa tata surya. Suhunya luar biasa panas. Suhu di permukaannya bisa mencapai 6000 derajat Celcius dan suhu di dalam intinya mencapai 15,7 juta derajat Celcius. Tapi jika dibandingkan dengan bintang Wolf-Rayet, Matahari kita masih tergolong bintang yang kecil. Apa sih sebenarnya bintang Wolf-Rayet itu?

Bintang Wolf-Rayet / WR Stars adalah bintang-bintang besar yang memiliki massa 20 kali massa Matahari kita yang dengan cepat kehilangan massanya melalui angin surya yang dihembuskannya dengan kecepatan sekira 2.000 km per detik. Biasanya bintang-bintang tersebut kehilangan massa sekira 10-5 massa Matahari per tahun yang berarti satu miliar kali lebih tinggi dari Matahari kita. Bintang Wolf-Rayet ini suhunya sangat panas. Suhu di permukaannya mencapai 29.700 - 200.000 derajat Celcius. Selain itu bintang Wolf-Rayet ini memiliki tingkat lumonitas bolometrik cahaya yang sangat tinggi yakni beberapa juta kali dari Matahari kita, tapi tidak terlalu terang jika dilihat dengan mata sebab yang banyak dipancarkan adalah sinar-X.

Bintang-bintang ini dinamakan Wolf-Rayet karena pertama kali ditemukan oleh astronom Charles Wolf dan Georges Rayet pada tahun 1867. Awalnya mereka mendeteksi spektrum bintang yang tidak biasa. Dan ternyata setelah diteliti, spektrum itu diakibatkan oleh dorongan gas / angin surya berkecepatan tinggi dari sebuah bintang.

Beberapa bintang yang dikelompokkan ke dalam bintang Wolf-Rayet antara lain bintang Gamma Velorum, Theta Muscae, dan R136a1. Ketiga bintang itu bisa kita lihat dengan mata tanpa bantuan teropong. Komposisi bintang-bintang seperti ini umumnya biasanya terdiri dari Helium, Nitrogen, Karbon, Silikon, Oksigen, dan sedikit Hidrogen. Seperti bintang lainnya, bintang Wolf-rayet juga bisa berakhir menjadi supernova seperti yang baru-baru ini terjadi di galaksi UGC 9379 yang berjarak 360 juta tahun cahaya dari Bumi.
Ledakan supernova bintang Wolf-Rayet (titik biru ditunjuk panah) di galaksi UGC 9379. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Avishay Gal-Yam, Weizmann Institute of Science
(PHS, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, May 13, 2014

Astronom Temukan Bintang Saudara Kembar Matahari Kita

Perbandingan Matahari kita dengan saudaranya, bintang HD 162826. Klik gambar unut memperbesar. Image credit: kevharris
Tim astronom yang dipimpin oleh astronom Ivan Ramirez dari University of Texas berhasil menemukan apa yang disebut sebagai saudara kembar Matahari. Dipastikan kembaran Matahari ini berasal dari awan gas dan debu yang sama dengan Matahari kita. Dengan diketahuinya kembaran Matahari ini maka akan semakin memberikan petunjuk yang jelas mengenai dari mana Matahari dan tata surya kita terbentuk. "Kami ingin tahu dimana kita dilahirkan," kata Ramirez. "Jika kita bisa mengetahui di mana di dalam galaksi tempat Matahari kita terbentuk, maka kita bisa mengetahui kondisi awal terbentuknya tata surya kita," tambahnya.

Kembaran Matahari yang disebut sebagai bintang HD 162826 berada 110 tahun cahaya di konstelasi Hercules dan berukuran 15 persen lebih besar dari Matahari kita. Astronom menyimpulkan bahwa bintang HD 162826 adalah kembaran Matahari setelah mempelajari sekitar 30 kandidat bintang dengan 23 bintang diteliti oleh langsung Ivan Ramirez dan tim untuk kemudian dianalisa struktur kimia dan orbitnya dengan menggunakan Harlan J. Smith Telescope di McDonald Observatory dan 7 bintang sisanya diteliti menggunakan Clay Magellan Telescope di Observatorium Las Campanas, Chile. Kedua teleskop tersebut dipilih karena dilengkapi dengan high-resolution spectroscopy yakni sebuah instrumen untuk menganalisa stuktur kimia dari sebuah bintang. Bintang HD 162826 sebenarnya telah diamati oleh tim dari McDonald Observatory Planet Search selama lebih dari 15 tahun.

Menurut Ramirez, Matahari lahir dalam sebuah cluster atau kelompok bintang yang terdiri dari seratus ribu bintang. Cluster bintang ini terbentuk lebih dari 4,5 miliar tahun yang lalu sebelum akhirnya terpisah. Beberapa bintang lari menuju ke berbagai tempat di galaksi Bima Sakti, sementara bintang HD 162826 masih relatif dekat dengan tempat asalnya dan dekat dengan kembarannya yakni Matahari. Saat ini belum diketahui apakah bintang HD 162826 memiliki planet layak huni atau tidak. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, May 5, 2014

Gugus Bintang HVGC-1 Dilempar ke Luar Oleh Galaksinya Sendiri

Ilustrasi cluster bintang HVGC-1. Image credit: NASA
Kita pernah mendengar ada planet dilempar keluar oleh galaksinya, M87 dan mengembara menjadi planet yang kesepian. Tapi baru-baru ini astronom menemukan hal yang sama sekali berbeda yakni ada cluster / gugus bintang yang dilepar keluar oleh galaksinya sendiri. Saking cepatnya lemparan, kecepatannya mencapai lebih dari 2 juta mil per jam. Cluster bintang ini diberi nama HVGC-1 yang merupakan singkatan dari hypervelocity globular cluster yang saat ini nasibnya sedang "merana" karena terlempat keluar galaksi dan berjalan melintasi ruang kossong antar galaksi / intergalaksi. Dinamakan globular cluster atau gugus bola karena memang bentuknya berkumpul seperti bola dan bentuk speerti ini biasanya tercipta saat usia alam semesta masih relatif muda. Galaksi Bima Sakti sendiri memiliki lebih kurang 150 globular cluster sedangkan galaksi M87 punya ribuan globular cluster.

Foto cluster bintang HVGC-1 yang diambil oleh Canada-France-Hawaii Telescope. Image credit: CFHT

Foto galaksi elips M87 yang diambil oleh teleskop Hubble. Image credit: NASA

Boleh dibilang beruntung astronom bisa menemukan HVGC-1 karena kecepatan geraknya yang sangat tinggi dan banyaknya gugus bola yang ada di M87. Astronom menggunakan intrumen Hectospec di teleskop MMT Arizona untuk meneliti ratusan gugus bola secara detail. Bagaimana HVGC-1 bisa dilempar keluar oleh galaksinya? menurut astronom galaksi M87 memiliki lubang hitam supermasih ditengahnya dan gugus bola HVGC-1 ini berada terlalu dekat dengan lubang hitam tersebut. Banyak bintang dari HVGC-1 yang tersedot masuk, tapi bintang inti dari HVGC-1 dapat bertahan dan akibatnya dua lubang hitam itu kemudian memungsikan dirinya seperti ketapel dan melemparkan jauh-jauh HVGC-1 dengan kecepatan yang luar biasa. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, January 30, 2014

Bintang Hypervelocity, Bintang dengan Kecepatan 3 Juta km Per Jam

Bintang Hypervelocity di galaksi Bima Sakti. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Julie Turner, Vanderbilt University, ESA
Astronom menemukan 20 bintang hypervelocity (hypervelocity stars) yang mengorbit pusat Bima Sakti dalam kecepatan yang super cepat sehingga bisa menyebabkan bintang itu terlempar ke luar dari Bima Sakti. Bintang Hypervelocity merupakan bintang dengan kecepatan orbit yang berbeda dari bintang secara umum di dalam galaksi. Pertama kali kelas bintang ini ditemukan oleh astronom Jack Hills pada tahun 1988 dan kemudian keberadaannya dikonfirmasi oleh Warren Brown, Margaret Geller, Scott Kenyon, dan Michael Kurtz pada tahun 2005. Bintang Hypervelocity (HVS) diyakini berasal dari awan Magellan besar (Large Magellanic Cloud).

Saking cepatnya periode orbitnya, kecepatannya bisa mencapai 2 juta mil per jam (3.218.688 km / jam). Diperkirakan bintang ini terbentuk saat ada sistem bintang ganda (bintang biner) dimakan oleh lubang hitam yang ada di pusat Bima Sakti, kemudian lubang hitam itu memuntahkan kembarannya dan melemparkannya dalam kecepatan yang super cepat, unkap mahasiswa astronomi dari Ohio University, keith Hawkins.

Besar dari bintang Hypervelocity ini bisa mencapai 4 kali dari Matahari kita, tapi ada juga yang lebih kecil. Mengamati bintang Hypervelocity sangatah sulit bagaikan mencari jarum di tumpukkan jerami, sebab ada miliaran bintang di galaksi Bima Sakti. Untuk itu astronom menggunakan teleskop Palomar 5 meter di California.

Diperkirakan ada lebih dari 1000 bintang Hypervelocity di galaksi kita ini. Jika jumlah bintang di Bima Sakti ada 100 miliar, maka jumlah itu amat sangat kecil (~0.000001%). (SP, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, October 28, 2013

Dahsyatnya Sungai Api di Matahari, Suhunya 1 Juta Derajat Celcius

Sungai api di Matahari. Suhunya mencapai 1.000.000 derajat Celcius. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA SDO
Pada bulan September lalu, wahana SDO (Solar Dynamics Observatory) NASA berhasil mengabadikan foto dahsyatnya lidah Matahari atau korona yang ke luar dari permukaan bintang tata surya kita itu. Saking dahsyatnya sampai-sampai di tepi korona itu tercipta sesuatu yang bisa disebut sebagai jurang atau sungai api walaupun sebenarnya Matahari bukan terbuat dari api tapi lebih seperti plasma yakni partikel elektron yang terpanaskan dengan suhu ekstrem yang menghasilkan gas yang berinteraksi dengan medan magnet. Bagian yang tampak seperti sungai api itu, panasnya sekitar 1 juta derajat Celcius. (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Sunday, July 7, 2013

Medan Magnet Bintang Katai Merah Bisa Menghancurkan Atmosfer Planet di Sekitarnya

Ilustrasi bagaimana Mars kehilangan sebagian atmosfernya setelah planet itu kehilangan sebagian besar medan magnetnya. Planet di sekitar bintang katai merah juga bisa mengalami nasib yang serupa. Image credit: NASA
Red Dwarf stars (Bintang Katai/ Kerdil Merah) merupakan jenis bintang yang paling banyak dijumpai di galaksi Bima Sakti. Bintang tersebut mencapai 75 % dari total bintang di galaksi kita. Jika ada planet di sekitar bintang katai merah, maka ada kemungkinan kehidupan bisa terjadi di sana. Tetapi menurut tim astronom yang dipimpin oleh Dr Aline Vidotto dari University of St Andrews hal seperti itu tidak sepenuhnya benar. Mereka meyakini bahwa medan magnet dari bintang katai merah dapat menghantam planet di sekitarnya dan menyebabkan planet banyak terkena terpaan radiasi dari luar angkasa. Dr Vidotto menyampaikan hal ini dalam pertemuan astronomi nasional di St Andrews pada 2 Juli 2013 lalu.

Setiap planet kecil yang mengorbit bintang katai merah, akan melindungi diri dari gravitasi bintang tersebut. Massa yang rendah dari bintang ini membuat tarikan gravitasi seperti gravitasi planet seukuran Bumi mampu membuat bintang itu bergerak sebagaimana planet yang mengorbitnya. Gerakan ini menyebabkan adanya pergeseran garis pada spektrum bintang yang bisa kita deteksi dengan menggunakan teleskop.

Bintang katai merah memiliki suhu yang lebih dingin dari Matahari sehingga keberadaan zona layak huni (Goldilocks) bisa ada dan berkembang. Planet yang berada pada zona ini sangat mungkin untuk memiliki air dalam wujud cair di permukaannya. Hal ini membuat planet yang ada dekat bintang katai merah menjadi target dalam pencarian planet mirip Bumi di galaksi Bima Sakti. Namun ada faktor lain yang membuat planet tersebut menjadi planet layak huni yaitu ketebalan atmosfer yang dimilikinya.

Dalam miliaran tahun, dampak partikel bermuatan di luar angkasa dapat mengikis atmosfer suatu planet. Planet dengan medan magnet yang relatif kuat seperti Bumi mampu membelokkan partikel-partikel bermuatan seperti ini. Hal itu berlangsung di Magnetosfer. Sebagian besar partikel bermuatan tersebut berasal dari angin surya yang dihembuskan oleh bintang induk (Matahari). Tekanan dari partikel-partikel ini menekan perisai magnetosfer planet sehingga setiap terjadi angin surya yang kuat, tekanan tinggi terjadi di magnetosfer. Pada Bumi magnetosfer biasanya melebar hingga 70.000 km.
Ilustrasi magnetosfer Bumi yang mengahalangi partikel bermuatan yang berasal dari angin surya (angin Matahari). Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: simpleisperfect
Astronom menemukan fakta bahwa pada bintang katai merah yang berusia relatif muda, akan memiliki medan magnet yang lebih kuat sehingga sangat berdampak pada planet yang mengorbit di sekitarnya. Tekanan yang ekstrim dari medan magnet ini akan mengikis atmosfer planet dari waktu ke waktu.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa jika Bumi berada pada bagian tepi dari zona Goldilocks dari bintang katai merah berusia muda, seperti pada Bumi yang mengorbit Matahari, maka magnetosfer akan melebar tidak lebih dari 35.000 km bahkan magnetosfer tersebut bisa hancur. Agar bisa bertahan, Bumi membutuhkan medan magnet yang lebih kuat atau berjarak lebih jauh dari bintangnya namun hal ini bisa menyebabkan kondisi yang tidak memungkinkan untuk adanya air berwujud cair disebabkan oleh suhu yang terlalu dingin.

Seiring dengan usia bintang yang bertambah, medan magnet akan melemah dan membuat atmosfer planet yang mengorbit bintang tersebut mampu bertahan. "Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa bintang katai merah dengan periode rotasi yang lebih lama sekitar satu sampai beberapa bulan akan memiliki medan magnet yang lebih kuat dan mampu menekan magnetosfer planet dalam zona Goldilocks," ungkap  Dr Aline Vidotto. Hal ini harus kita pertimbangkan dalam pencarian planet layak huni sebab ternyata mencari planet mirip Bumi lebih sulit dari yang kita duga sebelumnya. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, May 20, 2013

Mengenal Bintang Deneb di Konstelasi Cygnus

Bintang Deneb tampak berwarna biru sangat terang. Image credit: newforestobservatory
Deneb atau Alpha Cygni dikenal juga dengan sebuat Arided / Aridid adalah sebuah bintang paling terang yang berada di konstelasi Cygnus Bintang ini termasuk dalam salah satu bagian Summer Triangle. Nama Deneb diambil dari bahasa arab "Dhaneb" yang berarti ekor. Deneb merupakan bintang paling terang ke-19 di langit malam. Bintang ini berwarna Biru Putih dan lebih panas dari Matahari. Tingkat kecerahan cahayanya sekitar 54.000 sampai 196.000 kali lebih terang dari Mahatahari hal itu disebabkan oleh posisinya yang berubah-ubah terhadap Bumi. Pada tahun 2008 jaraknya 1.550 tahun cahaya dari Bumi, kemudian pernah juga mendekat dengan jarak 1.340 tahun cahaya kemudian menjauh lagi hingga jarak 1.840 tahun cahaya. Bahkan pernah dicatat bintang ini memiliki jarak 2.600 tahun cahaya. Hal itulah yang menyebabkan para astronom kesulitan mengukur lumonitas Bintang Deneb ini dengan tepat. Bintang ini memiliki magnitude 1.25.
Perbandingan Bintang Deneb dengan Matahari kita. Image credit: wikipedia
Posisi Bintang Deneb. Image credit: execpc
Deneb atau Alpha Cygni ini diperkirakan memiliki ukuran 200 kali matahari dan massanya 20 kali matahari kita. Jika diletakkan ditengah tata surya kita maka besarnya akan mencapai orbit Bumi. Bintang ini termasuk dalam golongan bintang A2Ia dengan suhu sekitar 8.126 derajat Celcius. Deneb kehilangan massa 0.8 juta massa solar pertahun sebagai akibat dari angin surya yang ditimbulkannya. Diperkirakan dalam beberapa juta tahun ke depan bintang ini akan meledak dalam ledakan supernova super dahsyat. (WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, April 29, 2013

Bintang Betelguese, Bintang Raksasa Merah Terdekat dengan Bumi

Bintang Betelguese. Image credit:ESA/Herschel/PACS/L
Bintang Betelgeuse (Alpha Orionis) merupakan sebuah bintang raksasa merah yang berada di konstelasi Orion. Bintang tersebut merupakan bintang raksasa yang jaraknya paling dekat dengan Bumi yakni sekitar 640 tahun cahaya. Bintang ini berukuran 1000 kali lebih besar dan 100.000 kali lebih terang dari Matahari kita. Jika diibaratkan Matahari kita adalah Betelguese, maka permukaannya akan mencapai orbit di sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter. Saking besarnya, kita bisa melihatnya di langit pada malam hari dengan mata telanjang. Bintang ini diklasifikasikan sebagai red supergiant dengan tipe M2lab yang merupakan klasifikasi bintang terbesar dan tingkat kecerahan cahaya yang tinggi.

Bintang ini sudah dikenal sejak jaman Ptolemy dan konon kabarnya tiga abad sebelum Ptolemy, bintang ini sudah dikenal oleh astronom China dan mereka melihat bintang tersebut berwarna kuning.

Bintang Betelgeuse termasuk bintang tua yang sudah mendekati masa akhir dari hidupnya. Tubuh yang semakin membesar dan suhu yang semakin menurun merupakan sebuah tanda sebuah bintang akan menuju kematian, termasuk Betelgeuse.

Tingkat kecerahan dan temperatur bintang. Image credit: ESO
Dalam foto bintang Betelguese terbaru yang didapat dari teleskop Herschel diperoleh gambar bahwa angin debu dari bintang tersebut bergerak menghantam ruang bintang lain di dekatnya sehingga membuatnya tampak seperti busur gelombang kejut yang bergerak dengan kecepatan 30 km per detik. Angin yang juga terdiri dari debu tersebut merupakan bukti bahwa massa dari bintang Betelguese yang semakin berkurang. Debu tersebut awalnya berasal dari tubuh bintang itu sendiri.

Lapisan dalam dari bintang Betelguese memperlihatkan struktur menonjol yang tidak simetris yang secara teknis mengeluarkan/ memancarkan serpihan debu bintang. Selain itu juga terdapat struktur lain yang linier yang letaknya lebih jauh di luar busur angin debu bintang yang menurut para astronom struktur tersebut merupakan hasil dari materi bintang Betelgeuse yang keluar saat bintang tersebut mengalami evolusi. Namun berdasarkan analisis terbaru menunjukkan bahwa struktur itu berhubungan dengan medan magnet galaksi atau juga tepi dari awan antarbintang yang ada di sekitar bintang Betelguese yang tersinari oleh cahaya bintang tersebut.

Jika ternyata struktur linier yang simetris itu merupakan obyek yang terpisah dari busur angin debu Betelgeuse, maka diperkirakan kedua struktur/ filamen tersebut akan bertabrakan sekitar 5000 tahun mendatang disusul oleh bintang Betelguese itu sendiri pada 12.500 tahun kemudian.

Kelak jika bintang Betelguese harus mengakhiri hidupnya dengan supernova, maka akan menjadi sesuatu yang indah jika dilihat dari Bumi. Bintang tersebut akan dapat dilihat pada siang bolong di langit selama berbulan-bulan. Namun diperkirakan hal itu baru akan terjadi jutaan tahun ke depan.(PS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, December 22, 2012

Turbulensi Mampu Menghangatkan Angin Matahari

Secara kontinyu Matahari menyemburkan partikel bermuatan listrik dan medan magnet dalam bentuk angin Matahari atau angin surya (Solar Wind). Salah satu yang menjadi pertanyaan para ilmuwan adalah mengapa angin Matahari memiliki suhu yang lebih panas dari yang seharusnya?. Dan nampaknya studi baru yang dilakukan oleh ESA dapat menjawab pertanyaan tersebut.

Bumi dan planet lain di tata surya mengorbit Matahari dengan melewati hempasan badai plasma (angin Matahari) yang terdiri dari proton dan elektron. Badai plasma ini bergerak dengan kecepatan rata-rata 400 km per detik yang berarti 1,5 juta km per jam. Badai plasma keluar dari Matahari akibat tarikan dari medan magnet Matahari itu sendiri. Hebatnya Badai plasma atau angin Matahari tersebut bergerak dan menghempas seluruh daerah di tata surya bahkan hingga mencapai batas dengan ruang antar bintang. Plasma Matahari mendingin selama perjalanan ke luar dari Matahari namun proses pendinginan tersebut lebih lama dari seharusnya bahkan plasma Matahari akan memanas saat sampai di orbit Jupiter.

Pertanyaannya mengapa bisa seperti itu? padahal plasma Matahari itu melewati ruang kosong yang jauh dan jarangnya plasma tersebut bertabrakan dengan partikel lain. Salah satu kemungkinan adalah terjadinya turbulensi plasma yang terjadi akibat penyimpangan aliran partikel dan medan magnet. Akibat interaksi keduanya maka akan menghasilkan  formasi tertentu yang mengandung arus listrik yang kemudian tertarik menuju ke medan magnet.

Plasma tersebut tidak hanya mengisi ruang kosong tapi juga ke tempat di mana medan magnet terhubung dan terputus yang kemudian secara simultan mentransfer energi dan memanaskan partikel. Sampai saat ini mekanisme dan skala dari proses tersebut masih tidak menentu. Namun dalam penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa turbulensi plasma terjadi di magnetosheat disebut juga dengan bow shock yaitu wilayah kejut berbentuk busur di mana angin Matahari memenuhi medan magnet Bumi dan megnetosfer sehingga menghasilkan gelembung magnetic (magnetic bubble). (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wednesday, December 19, 2012

Teleskop Spitzer Ambil Foto Gelombang Kejut Bintang Zeta Ophiuchi

Gelombang kejut dari bintang Zeta Ophiuchi membuat debu antariksa berbentuk seperti busur. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA/JPL-Caltech
Telekop Spitzer milik NASA berhasil mengambil foto inframerah gelombang debu yang berasal dari sebuah Bintang raksasa bernama Zeta Ophiuchi. Gelombang tersebut mendorong debu antariksa dan menyebabkan debu tersebut berbentuk menyerupai busur panah sehingga disebut dengan Bow Shock (kejutan busur).

Astronom mengatakan bahwa dahulu bintang raksasa ini pernah berada di sebelah bintang pendampingnya. Namun ketika bintang pendamping tersebut mati dan tercipta ledakan supernova, Bintang Zeta terlempar jauh. Bintang Zeta merupakan bintang yang besarnya 20 kali Matahari kita dan 80.000 kali lebih terang dari Matahari. Kecepatan lintasnya mencapai 54.000 mph (24 km per detik).

Pada gambar di atas, sinar inframerah sebenarnya tidak bisa kita lihat. Namun teleskop Spitzer mampu melihatnya. Warna hijau merupakan warna debu antariksa yang terkena angin surya, warna merah merupakan debu antariksa dan gelombang yang paling tinggi tingkat kompresi atau tekanannya, dan Bintang Zeta Ophiuchi berwarna biru terang di samping kanan gelombang debu berwarna merah.

Teleskop Spitzer sendiri dikelola oleh JPL (Jet Propulsion Laboratory) di Pasadena, California. (NASA, Adi Saputro/ nwww.astronomi.us)

Thursday, December 6, 2012

Penyebab Terjadinya Prominensa (Lidah Api) Matahari

Prominensa Matahari. Image credit: Google
Matahari memiliki medan magnet yang tidak merata di setiap bagiannya. Berbeda dengan Bumi yang padat sehingga medan magnetnya konstan. Meski Matahari tetap memiliki kutub utara dan selatan, namun akibat rotasi serta medan magnet yang ada dimana-mana dan tidak stabil, mengakibatkan terjadinya sunspot. Bila terdapat sunspot, berarti ada medan magnet Matahari yang masuk atau atau keluar dengan membawa plasma. Karena terbentuknya di beberapa tempat, mengakibatkan terjadinya tabrakan dan jadilah prominensa. Saat prominensa ini putus atau saling bertabrakan lagi, akan terbentuk flare.

Sunspot atau lebih dikenal dengan bintik hitam Matahari, memiliki diameter sekitar 50,000 km, yang artinya lebih besar daripada diameter Bumi. Suhu pada sunspot lebih dingin dibandingkan yang bagian lain yaitu kurang lebih 3800 K. Hal itu yang menyebabkan sunspot berwarna gelap. Jumlah sunspot pada Matahari tidak konstan setiap saat. Kenampakan sunspot pada umumnya dalam orde minggu atau bahkan kurang.

Bentuknya yang mirip loop atau pita yang dikibaskan, membuat prominensa lebih dikenal dengan nama lidah api Matahari. Meski berada di fotosfer, namun panjangnya bisa melewati korona. Prominensa terpanjang yang pernah teramati oleh SOHO pada tahun 1997 mencapai 350,000 km, atau sebanding dengan 28 kali diameter Bumi. Kala hidup prominensa ini bisa mencapai 5 bulan. Dari hasil pengamatan, sepertiga dari prominensa muncul 3 minggu setelah terbentuknya sunspot. Berbeda dengan sunspot yang bergerak menuju ekuator, prominensa bergerak menuju kutub.

Ledakan Matahari yang terjadi akibat energi yang tersimpan dalam medan magnetik dilepaskan secara tiba-tiba dalam waktu singkat, dinamakan flare. Energi yang dilepaskan ini setara dengan jutaan kali bom atom Hiroshima. Bahkan pengaruhnya sampai ke atmosfer dan medan magnetik Bumi. (Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Monday, November 26, 2012

Astrofotografer Abadikan Foto Prominensa Matahari Berbentuk Pohon

Foto prominensa atau filamen Matahari berbentuk menyerupai pohon yang diambil oleh Alan Friedman. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Alan Friedman
Alan Friedman dengan menggunakan teleskop khusus Matahari dan Grasshopper CCD camera berhasil mengambil gambar prominensa atau lidah api yang sangat besar dan terang yang mencuat keluar dari permukaan Matahari dan seringkali berbentuk loop (putaran). Uniknya Alan berhasil mengambil foto prominensa dengan bentuk menyerupai pohon raksasa yang besarnya melebihi Bumi. Alan mengabadikan foto tersebut dalam efek gambar hidrogen-alpha.

Sebagaimana yang tampak pada gambar di atas, Alan menambahkan sebuah titik lingkaran hitam di bagian kiri atas gambar sebagai pembanding ukuran Bumi dengan prominensa berbentuk pohon tadi.

Prminensa juga dikenal dengan sebutan filamen Matahari sebab walaupun terlihat cuku terang bila ilihat dari luar angkasa, namun cahayanya tidak lebih terang dari Matahari itu sendiri. (UT, WP, Adi Saputro/ www.astronomi.us

Tuesday, October 16, 2012

Astronom Temukan Planet dengan Empat Bintang

Ilustrasi planet gas PH1 (Tatooine). Image credit: Haven Giguere/Yale
Secara mengejutkan astronom berhasil menemukan dua bintang lagi dari dua bintang biner yang sebelumnya diketahui menjadi bintang dari planet PH1 (Tatooine). pada awalnya ilmuwan mengira planet PH1 tersebut hanya mengorbit dua bintang (hal itu saja sudah membuat astronom terkejut) namun ternyata masih ada dua lagi. Bedanya dua bintang yang baru ditemukan tersebut ternyata mengelilingi dua bintang yang sebelumnya ditemukan.

Planet PH1 sendiri ditemukan oleh sekelompok astronom yang tergabung dalam organisasi Planet Hunters. Planet ini mengandung gas dan berukuran 6,2 kali lebih besar dari Bumi atau sedikit lebih besar dari planet Neptunus. Planet ini mengorbit bintang biner (bintang kembar) nya dalam waktu 138 hari. Bintang induknya masing-masing memiliki massa 1,5 dan 0,41 dari massa Matahari. Bintang-bintang tersebut juga saling mengelilingi dalam waktu 20 hari.

Dua bintang baru yang ditemukan berjarak lebih kurang 1000 AU (1 AU berjarak lebih kurang jarak Bumi dan Matahari 93/150 jt km).

Suhu di planet PH1 sangat panas yaitu sekitar 251-340 derajat Celcius dan tidak mungkin ditinggali. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, September 4, 2012

Astronom Temukan Molekul Gula di Sekitar Bintang IRAS 16293-2422

Molekul gula yang ditemukan di sekitar bintang IRAS 16293-2422 ditandai dalam snipet. Image credit: ESO/L. Calçada & NASA/JPL-Caltech/WISE Team
Sebuah tim yang terdiri dari beberapa astronom dengan menggunakan Atacama Large Millimeter/submillimeter Array (ALMA), berhasil menemukan molekul gula dalam gas yang mengelilingi sebuah bintang yang mirip dengan matahari kita yang bernama IRAS 16293-2422. Ini merupakan pertama kalinya molekul gula ditemukan di sekitar bintang dan hal ini menunjukkan bahwa molekul penyusun kehidupan berada pada tempat dan waktu yang tepat untuk proses pembentukkan planet disekitar bintang tersebut.

Molekul gula yang disebut dengan Glikolaldehida merupakan bentuk sederhana dari gula. Glikolaldehida pertama kali ditemukan di ruang antarbintang namun ini yang pertama molekul ini ditemukan dengan posisi begitu dekat dengan bintang, tepatnya menyerupai jarak Uranus dan Matahari (dalam tata surya kita). Penemuan ini menandakan bahwa beberapa senyawa kimia diperlukan untuk pembentukan planet.

"Dalam piringan gas dan debu yang mengelilingi bintang ini baru terbentuk, kami menemukan glikolaldehida, yang merupakan bentuk sederhana dari gula, tidak jauh berbeda dengan gula yang kita masukkan ke dalam kopi," jelas Jes Jorgensen (Niels Bohr Institute, Denmark), penulis makalah penelitian ini seperti dikutip astronomi.us dari spacedaily.com, Selasa (04/09/2012). "Molekul ini merupakan salah satu bahan dalam pembentukan RNA, yang merupakan salah satu blok bangunan kehidupan", tambahnya.

Tingkat sensitivitas teleskop ALMA yang tinggi sangat membantu dalam penelitian ini. Bintang IRAS 16293-2422 terletak 400 tahun cahaya dari Bumi. Jarak yang relatif dekat dan memudahkan para astronom untuk mempelajari molekul kimia disekitar bintang. Dengan memanfaatkan teleskop baru seperti ALMA astronom sekarang dapat mempelajari rincian gas dan awan debu yang membentuk sistem planet.

Penelitian ini dipresentasikan dalam makalah "Detection of the simplest sugar, glycolaldehyde, in a solar-type protostar with ALMA" oleh Jorgensen dkk dan diterbitkan dalam jurnal Astrofisika. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Friday, July 27, 2012

Foto Hercules Globular Cluster (M13)

Foto Hercules Globular Cluster/ M13. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Bob and Janice Fera
Ratusan bahkan ribuan bintang membuat Hercules Globular Cluster tampak bersinar terang daripada daerah disekitarnya. Cluster bintang yang disebut juga dengan M13 ini berisi lebih dari 100 ribu lebih bintang dan berjarak 25 ribu tahun cahaya dari Bumi.

Foto di atas diambil oleh Bon dan Jenice Fera seorang astrofotografi pada 18 dan 20 Mei 2012 dari Eagle Ridge Observatory di Foresthill, California.

Bintang yang berwarna biru adalah bintang yang memiliki suhu inti yang sangat panas. Bintang berwarna merah terang memiliki suhu lebih dingin karena usia bintang yang sudah tua dan berukuran super besar biasa disebut dengan ancient red giants. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Beberapa Sistem Bintang Biner Bersifat Seperti "Vampir"

Ilustrasi dua bintang yang saling mengorbit. Image credit: ESO/L. Calçada/S.E. de Mink
Sejumlah bintang-bintang masiv di alam semesta yang merupakan sistem bintang biner dimana dua bintang saling mengorbit satu sama lain, ternyata memiliki hubungan yang tidak harmonis. Satu bintang biasanya akan memiliki sifat seperti "Vampir" untuk menghisap gas dari bintang pasangannya. Dari situ bisa terbentuk satu bintang tunggal.

Dikutip astronomi.us dari space.com, Jum'at (27/07/2012), Para astronom menggunakan European Southern Observatory's Very Large Telescope di Chile mempelajari bintang masiv tipe-O yang sangat panas dan sangat terang. Bintang ini suhu permukaannya bisa mencapai 30 ribu derajat Celcius, hidupnya singkat, tinggal di lingkungan dan keadaan yang keras tapi bintang tersebut merupakan kunci dari evolusi galaksi.

Peneliti menemukan lebih dari 70 persen bintang masiv memiliki bintang sahabat di dekatnya, membentuk sistem biner berupa dua bintang sang saling mengorbit.

"Astronom terkejut ketika menemukan bahwa pasangan-pasangan bintang ini memiliki hubungan yang tidak harmonis diantara mereka," ungkap Selma de Mink, penulis dari Space Telescope Science Institute di Baltimore. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Wednesday, July 11, 2012

Cincin Debu Bintang TYC 8241 2652 Tiba-tiba Menghilang

Ilustrasi cincin debu di sekitar bintang TYC 8241 2652. Cincin debu ini jika tidak hilang akan bersatu membentuk planet-planet. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA/JPL-Caltech
Bayangkan jika cincin planet Saturnus tiba-tiba menghilang, tentunya itu akan mempengaruhi "keindahan" dari planet yang memang dikenal akan keindahan cincinnya itu. Para astronom baru-baru ini telah mendeteksi bahwa cincin yang berada disekitar bintang muda bernama TYC 8241 2652 tiba-tiba menghilang entah ke mana.

"Seperti trik sulap klasik, sekarang Anda melihatnya, tapi kemudian tidak. Dalam hal ini kita berbicara tentang debu yang cukup untuk memenuhi tata surya, namun sekarang debu tersebut tiba-tiba menghilang," ucap Carl Melis dari University of California yang memimpin studi ini dan diterbitkan dalam jurnal Nature pada 5 Juli lalu.

Debu yang membentuk piringan yang berada di sekitar bintang TYC 8241 2652 pertama kali diketahui oleh NASA Infrared Astronomical Satellite (IRAS) pada tahun 1983, dan debu tersebut masih terlihat selama 25 tahun. Debu yang bertabrakan akan membentuk planet. Seperti Bumi, debu yang hangat menyerap energi cahaya bintang yang terlihat dan kemudian memancarkannya kembali dalam energi dalam bentuk sinar inframerah, panas, atau radiasi.

Dikutip astronomi.us dari spacedaily.com, Rabu (11/07/2012), Hilang debu disekitar bintang TYC 8241 2652 pertama kali diketahui pada Januari 2010 melalui gambar yang diambil oleh NASA's Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE). Gambar terbaru yang diambil oleh teleskop Gemini di Chile pada 1 Mei 2012 juga tidak melihat adanya debu lagi di sana. Berarti telah 2,5 tahun debu menghilang dari sisi bintang muda tersebut.

"Hal seperti ini belum pernah dilihat oleh astronom pada ratusan bintang yang memiliki cincin debu disekitarnya," kata Ben Zuckerman dari UCLA yang penelitiannya didanai oleh NASA. "Hilangnya cincin debu pada bintang TYC 8241 2652 terjadi sangat cepat, bahkan dalam skala waktu manusia, apalagi dalam skala astronomi. Hal ini begitu aneh," tambahnya.

Para astronom memiliki beberapa teori mengenai penyebab hilangnya cincin debu tersebut, namun masih diragukan keakuratannya. Salah satu teorinya yaitu gas dihasilkan dari tabrakan antar debu, menarik debu tersebut ke dalam bintang untuk kemudian debu tersebut hancur. Teori lainnya yaitu tabrakan yang disebabkan oleh batu angkasa besar ke cincin tersebut yang menyebabkan debu yang menyusun cincin terpecah menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.

Banyak instrumen yang digunakan untuk meneliti bintang TYC 8241 2652, diantaranya Thermal-Region Camera Spectrograph pada teleskop Gemini di Chile, IRAS; WISE; NASA's Infrared Telescope di Mauna Kea, Hawai, European Space Agency's Herschel Space Telescope, dan Japanese/European Space Agency AKARI infrared satellite. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Monday, July 9, 2012

Astronom Temukan Dua Bintang yang Saling Mengorbit

Ilustrasi dua Bintang Katai Merah ( Red Dwarf) yang saling mengorbit satu sama lain. Image credit: J. Pinfield
Beberapa bintang di galaksi Bima Sakti tidak seperti Matahari kita. Ada sebuah sistem yang unik dimana dua bintang saling mengorbit satu dengan lainnya. Astronom berpikir berapakah batasan jarak terdekat bintang itu sehingga dua bintang tersebut tidak bergabung menjadi satu bintang besar?. Saat ini astronom telah menemukan empat pasang bintang yang saling mengorbit dimana dalam sekali mengorbit hanya membutuhkan waktu kurang dari 4 jam.

Seperti yang dikutip astronomi.us dari universetoday.com, Senin (09/07/2012), Sebuah tim astronom dengan menggunakan United Kingdom Infrared Telescope (UKIRT) di Hawai membuat penelitian pertama dari sistem biner bintang kerdil merah / katai merah (red dwarf). Bintang katai merah bisa sepuluh kali lebih kecil dan seribu kali lebih terang dari Matahari kita.

Astronom dengan menggunakan teleskop tersebut memonitor tingkat kecerahan dan kecemerlangan cahaya dari ribuan bintang termasuk ribuan bintang katai merah melalui sinar inframerah menggunakan Wide-Field Camera (WFC).

"Kami menemukan beberapa sistem biner bintang katai merah dengan periode orbit yang lebih cepat dari 5 jam. Sebelumnya kita menganggap bahwa ini suatu hal yang tidak mungkin," ucap Bas Nefs dari Leiden Observatory di Belanda.

Salah satu skenario yang memungkinkan yaitu bintang dingin dalam sistem biner lebih aktif daripada perkiraan sebelumnya. Astronom mengatakan bahwa kemungkinan medan magnet memancar keluar dari bintang dingin, kemudian berputar, dan terdeformasi antara satu bintang dengan bintang pasangannya, sehingga menghasilkan aktivitas angin surya ekstra dan menimbulkan solar flare dan bintik hitam pada bintang tersebut. Aktivitas megnetik yang kuat dapat menahan perputaran bintang ini dan kemudian memperlambatnya untuk tidak berjarak terlalu dekat satu dengan lainnya.

"Sifat aktif dari bintang katai merah dan medan magnet mereka yang kuat tampaknya memiliki implikasi yang besar untuk lingkungan sekitar bintang katai merah di seluruh galaksi kita," kata anggota tim, David Pinfield dari University of Hertfordshire.

Teleskop UKIRT memiliki cermin dengan diameter 3,8 meter, dan merupakan teleskop inframerah terbesar kedua di dunia. Teleskop tersebut berada di ketinggian 4.200 m di puncak gunung Mauna Kea di pulau Hawai. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Wednesday, May 16, 2012

Serba-serbi Proses Terbentuknya Bintang

Bayi bintang di pusat galaksi Bima Sakti.
Image credit: sciencedaily.com
Tim Astronom Jerman telah membuktikan pembentukan bintang tergantung lingkungan sekitar bintang saat dilahirkan. Tim tersebut menggunakan seni simulasi komputer untuk membuktikan temuan mereka.

Tim yang berbasis di Universitas Bonn, Jerman, mempublikasikan hasil temuan mereka dalam Pemberitahuan Bulanan Royal Astronomical Society.

Bintang diperkirakan terbentuk dalam ruang antar bintang dari awan gelap gas dan debu. Sifat bintang diharapkan tergantung pada kondisi lingkungan debu mereka. Ini sama halnya pembentukan suhu dan keadaan awan di bumi saat gerimis, hujan besar atau kecil, dan hujan es.

Sebaliknya, sampai sekarang bintang telah terbentuk secara tidak terduga dengan cara yang sama di mana-mana.

"Tempat pembentukan bintang merupakan daerah cuaca buruk di galaksi dan pembentukan bintang-bintang. Dalam analogi yang sangat kasar, seperti hujan pengembunan dari bahan ini," ujar anggota tim, Prof. Dr. Pavel Kroupa.

Kelompok ilmuwan kini memiliki bukti bahwa distribusi massa bintang memang tergantung pada lingkungan di mana bintang terbentuk.

"Anehnya, bukti ini tidak datang kepada kita dari daerah pembentukan bintang muda. Tapi, muncul dari kelas bintang yang sangat tua, yang disebut gugus bintang bulat," ujar Dr Michael Marks selaku penulis utama dari makalah ini.

"Jumlah bintang yang kurang besar dari matahari kita di gugus bulat, bertentangan dengan struktur mereka," tambahnya.

Gugus bulat adalah kelompok ribuan bintang di sekitar galaksi kita, Bima Sakti. Pembentukan bintang dalam gugus ini berhenti miliaran tahun yang lalu.

"Namun demikian, dengan simulasi ini, kami menemukan bahwa hubungan antara pembentukan bintang dan lingkungan kelahiran dapat dipahami. Terjadi saat kekuatan proses yang sangat awal dalam kehidupan gugus manapun, yang disebut pengeluaran sisa gas," lanjut Marks seperti dilansir dari Sciencedaily.com.

Setelah bintang selesai terbentuk, bintang itu mulai bersinar. Radiasi yang berasal dari sekelompok bintang baru menetas. Secara cepat radiasi ini menghilangkan gas yang membentuk bintang tersebut. Wilayah kelahiran bintang kemudian hancur, meninggalkan bintang dari massa yang berbeda. (vivanews.com, astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto