Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Friday, May 23, 2014

Robot Curiosity Diduga Bawa Bakteri ke Mars

Robot penjelajah Mars, Curiosity. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: JPL
Wahana penjelajah Mars, Curiosity ternyata tidak hanya membawa instrumen ilmiah saja tapi juga dicurigai membawa bakteri / mikroba ke planet Merah itu. Hal tersebut terungkap berdasarkan studi yang dilakukan oleh American Society for Microbiology yang diterbitkan dalam jurnal Nature yang mengungkapkan bahwa sekira 377 bakteri dapat bertahan dari proses sterilisasi yang dilakukan NASA. Sterilisasi dilakukan untuk mencegah kontaminasi di Mars.

Meskipun demikian, ahli mikrobiologi Stephanie Smith dari University of Idaho selaku pemimpin dan penulis dalam penelitian ini mengatakan bahwa pihaknya belum mengetahui apakah bakteri yang lolos dari sterilisasi tadi dapat bertahan hidup di kondisi Mars yang ekstrim. Tingkat radiasi, oksidasi, keadaan yang kering, dan sumber nutrisi yang terbatas menjadi tantangan bagi bakteri-bakteri itu untuk bertahan hidup.

"Mengetahui apakah mikroorganisme dapat bertahan dalam simulasi kondisi mirip Mars sangat penting untuk mengatasi kemungkinan resiko kontaminasi planet Merah itu," tambah Smith.

Pencemaran terhadap planet lain sangat memprihatinkan para ilmuwan. Sebelumnya pada tahun 1966, PBB sudah membuat perjanjian luar angkasa yang mengatur bagaimana sebuah program luar angkasa yang dijalankan oleh sebuah negara dilaksanakan. Perjanjian itu berbunyi "Negara bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh benda-benda luar angkasa mereka, dan harus menghindari kontaminasi berbahaya dari luar angkasa dan benda langit".

Khusus untuk Mars, Europa, dan obyek luar angkasa lain yang berpotensi dapat mendukung kehidupan, ilmuwan memiliki standar ketat yakni 300 spora bakteri per meter persegi. Semoga saja Curiosity tidak benar-benar mencemari Mars. (MD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, May 22, 2014

Apa Sih Bintang Wolf-Rayet Itu ?

Bintang WR 22 (tengah) di Carina Nebula. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: ESO
Matahari merupakan satu-satunya obyek yang paling besar di tata surya kita. Massanya 330.000 kali massa Bumi yang berarti 99,86 persen dari masa tata surya. Suhunya luar biasa panas. Suhu di permukaannya bisa mencapai 6000 derajat Celcius dan suhu di dalam intinya mencapai 15,7 juta derajat Celcius. Tapi jika dibandingkan dengan bintang Wolf-Rayet, Matahari kita masih tergolong bintang yang kecil. Apa sih sebenarnya bintang Wolf-Rayet itu?

Bintang Wolf-Rayet / WR Stars adalah bintang-bintang besar yang memiliki massa 20 kali massa Matahari kita yang dengan cepat kehilangan massanya melalui angin surya yang dihembuskannya dengan kecepatan sekira 2.000 km per detik. Biasanya bintang-bintang tersebut kehilangan massa sekira 10-5 massa Matahari per tahun yang berarti satu miliar kali lebih tinggi dari Matahari kita. Bintang Wolf-Rayet ini suhunya sangat panas. Suhu di permukaannya mencapai 29.700 - 200.000 derajat Celcius. Selain itu bintang Wolf-Rayet ini memiliki tingkat lumonitas bolometrik cahaya yang sangat tinggi yakni beberapa juta kali dari Matahari kita, tapi tidak terlalu terang jika dilihat dengan mata sebab yang banyak dipancarkan adalah sinar-X.

Bintang-bintang ini dinamakan Wolf-Rayet karena pertama kali ditemukan oleh astronom Charles Wolf dan Georges Rayet pada tahun 1867. Awalnya mereka mendeteksi spektrum bintang yang tidak biasa. Dan ternyata setelah diteliti, spektrum itu diakibatkan oleh dorongan gas / angin surya berkecepatan tinggi dari sebuah bintang.

Beberapa bintang yang dikelompokkan ke dalam bintang Wolf-Rayet antara lain bintang Gamma Velorum, Theta Muscae, dan R136a1. Ketiga bintang itu bisa kita lihat dengan mata tanpa bantuan teropong. Komposisi bintang-bintang seperti ini umumnya biasanya terdiri dari Helium, Nitrogen, Karbon, Silikon, Oksigen, dan sedikit Hidrogen. Seperti bintang lainnya, bintang Wolf-rayet juga bisa berakhir menjadi supernova seperti yang baru-baru ini terjadi di galaksi UGC 9379 yang berjarak 360 juta tahun cahaya dari Bumi.
Ledakan supernova bintang Wolf-Rayet (titik biru ditunjuk panah) di galaksi UGC 9379. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Avishay Gal-Yam, Weizmann Institute of Science
(PHS, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, May 20, 2014

Kalau Bumi Memang Berputar, Kenapa Kita Tidak Merasakannya ??

Bumi. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: enkispeaks
Pertanyaan:
Mengapa kita tidak bisa merasakan kalau Bumi itu berputar?

Jawaban:
Bumi berputar (berotasi) sangat cepat dengan kecepatan mencapai 1.600 kilometer per jam dan mengorbit (revolusi) mengelilingi Matahari dengan kecepatan 107.000 kilometer per jam. Kita tidak bisa merasakan kalau Bumi itu berputar karena kecepatan Bumi itu konstan (sama), sehingga kita tidak bisa merasakan percepatan atau perlambatan. Kita hanya bisa merasakan kecepatan kalau ada perubahan kecepatan. Misalnya kalau kita naik mobil pada jalan yang halus dengan kecepatan konstan maka kita tidak akan terlalu banyak gerak. Tapi misalnya mobil kita percepat secara mendadak atau kita rem, maka kita akan merasakan gerakannya. (Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Piring Terbang Buatan NASA Siap Jalani Tes Terbang

Piring terbang LDSD buatan NASA. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Piring terbang buatan NASA yang bernama Low-Density Supersonic Decelerator (LDSD), sudah selesai dibuat dan siap untuk menjalani tes terbang. Piring terbang dengan tenaga roket ini dirakit di laboratorium JPL di Pasadena untuk kemudian tahap akhirnya dikerjakan di U.S. Navy's Pacific Missile Range Facility, Hawai. Rencananya dimasa depan, piring terbang ini akan digunakan untuk beberapa misi di Mars, termasuk misi berawak. Tes akan dilakukan pada 3 Juni 2014 dan berlangsung selama 3 minggu.

Nantinya piring terbang ini akan dibawa naik oleh balon udara ke ketinggian 120 km untuk kemudian dijatuhkan dan menyalakan roket pendorong yang ada untuk kemudian turun ke ketinggian 180 ribu kaki (54,86 km). Piring terbang ini nantinya akan diperbesar ukurannya sehingga memungkinkan untuk misi berawak, membawa wahana robot berukuran besar, dan juga untuk mengangkut suplai logistik untuk misi dengan durasi panjang di Mars. Lapisan stratosfer Bumi mirip dengan sifat atmosfer tipis Mars sehingga dipilih untuk menjadi lokasi uji coba. NASA akan menyediakan siaran relay untuk menyiarkan uji coba terbang melalui kamera yang terpasang pada balon udara dan piring terbang.

Piring terbang NASA ini dilengkapi dengan SIAD (Supersonic Inflatable Aerodynamic Decelerator) dan Supersonic Disk Sail Parachute untuk mengurangi kecepatan piring terbang saat akan mendarat. (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, May 19, 2014

Setahun di Planet ini Setara 80 Ribu Tahun di Bumi

Ilustrasi planet gas GU Psc b mengorbit bintang GU Psc yang jaraknya 300.000.000.000 kilometer. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Lucas Granito
Baru-baru ini ilmuwan menambahkan sebuah planet gas bernama GU Psc b ke dalam daftar eksoplanet. Planet tersebut mengorbit bintang GU Psc, sebuah bintang muda berusia 100 juta tahun yang ukurannya tiga kali lebih besar dari Matahari kita dan berada di konstelasi Pisces. Tim peneliti yang dipimpin oleh Marie-Ève Naud, mahasiswa pascasarana dari Université de Montréal berhasil menemukan planet ini setelah menggabungkan data pengamatan dari Gemini Observatories, Observatoire Mont-Mégantic (OMM), Canada-France-Hawaii Telescope (CFHT), dan W.M. Keck Observatory.

Planet GU Psc b adalah planet yang sangat aneh, karena letak orbitnya yang sangat jauh dari bintangnya yakni sekira 2000 kali jarak Matahari dengan Bumi. Jarak Matahari dengan Bumi sekira 150 juta kilometer yang berarti jika dikalikan 2000 maka jaraknya sekira 300.000.000.000 kilometer (300 miliar km). Jika Bumi punya orbit seperti GU Psc b, maka dibutuhkan waktu selama 80.000 tahun untuk sekali mengelilingi bintangnya (revolusi). Planet ini tidak mudah untuk diamati sebab pantulan cahaya bintang dipermukaannya sangat redup dan memiliki suhu yang rendah, sehingga pengamatan dilakukan melalui deteksi inframerah. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Kecepatan Angin Matahari Mempengaruhi Jumlah Petir di Bumi

Para ilmuwan telah menemukan bukti baru bahwa jumlah petir di Bumi selain dipengaruhi oleh sinar kosmik dari luar angkasa juga dipengaruhi oleh hembusan partikel bermuatan yang berasal dari Matahari. Peneliti dari University of Reading menemukan hubungan antara intensitas badai di Bumi dengan partikel bermuatan / berenergi yang digerakkan oleh angin surya / angin Matahari sehingga meningkatkan jumlah petir yang terjadi. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya jumlah petir di benua Eropa selama 40 hari selang beberapa saat setelah Bumi diterpa angin surya berkecepatan tinggi hingga satu juta mil per jam bahkan bisa lebih yang menghantam atmosfer Bumi.

Meskipun secara menyeluruh mekanisme tentang hal ini belum diketahui dengan detail, namun para peneliti mengatakan bahwa partikel di udara telah dirubah menjadi partikel bermuatan oleh angin surya yang bertabrakan dengan atmosfer Bumi. Penulis studi, Dr Schris Scott mengatakan bahwa pihaknya menemukan bukti bahwa angin surya berkecepatan tinggi bisa meningkatkan jumlah petir di Bumi baik intensitas maupun besarannya. "Sinar kosmik, partikel kecil dari alam semesta dipercepat oleh ledakan bintang memegang peranan penting dari perubahan cuaca di Bumi, tapi jika muatan yang dihasilkan kecil, maka angin surya Matahari bisa meningkatkan muatan listriknya," ungkap Dr Scott.

Sebelum datangnya angin surya berkecepatan tinggi, rata-rata di Inggris terjadi 321 petir dalam 40 hari dan setelah angin surya berkecepatan tinggi datang, jumlah petir yang terjadi meningkat menjadi 422. Sebenarnya secara alami medan magnet Bumi mampu menjadi pertahan yang kuat untuk melawan angin surya Matahari, sehingga dapat membelokkan partikel bermuatan di atas atmosfer. Tapi jika angin surya terlalu kencang maka akan meningkatkan intensitas partikel bermuatan yang ada. Sehingga energi yang dihasilkan mampu masuk ke dalam awan hujan dan mempengaruhi perubahan cuaca di Bumi. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Sunday, May 18, 2014

Ukuran Bintik Merah Raksasa Jupiter Semakin Mengecil

Foto planet Jupiter dan bintik merah raksasa (Great Red Spot) yang semakin mengecil. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Great Red Spot (bintik / titik merah raksasa) planet Jupiter diketahui mengalami pengecilan ukuran. Hal itu didapat setelah astronom melaukan pengamatan melalui teleskop Hubble untuk kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun-tahun sebelumnya.

Pada tahun 1800-an diketahui ukuran bintik merah Jupiter memiliki lebar sekitar 41.000 km, sebuah ukuran yang cukup besar untuk menampung hingga 3 Bumi di dalamnya. Kemudian pada tahun 1979 dan 1980 melalui wahana Voyager diketahui ukuran bintik merah mengecil menjadi 23.335 km dan pada bulan April 2014 lalu dengan menggunakan teleskop Hubble, astronom mendapati ukuran bintik merah menyusut lagi menjadi 16.500 km. "Pengamatan terbaru teleskop Hubble mengkonfirmasi bahwa Great Red Spot menyusut menjadi sekitar 16.500 km, diameter terkecil yang pernah kami ukur," ungkap Amy Simon astronom dari NASA's Goddard Space Flight Center di Maryland, Amerika Serikat.

Beberapa pengamatan yang dilakukan astronom amatir tahun 2012 juga mendapati hal yang sama bahwa ukuran diameter bintik merah mengecil 1000 km per tahun. Namun penyebabnya belum diketahui.

Great Red Spot Jupiter adalah sebuah bintik / titik merah raksasa yang sebenarnya merupakan badai antisiklon dahsyat yang berputar dengan kecepatan sangat tinggi hingga ratusan kilometer per jam. Diperkirakan bintik merah ini sudah ada sejak 340 tahun yang lalu atau bahkan lebih hal itu terbukti bahwa pengamatan binti merah ini sudah ada sejak tahun 1665 oleh Giovanni Domenico Cassini. (NS, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, May 16, 2014

Roket Proton Rusia Jatuh Sesaat Setelah Diluncurkan

Roket Proton Rusia. Image credit: Roscosmos
Roket Proton Rusia yang membawa sebuah satelit komunikasi canggih dikabarkan mengalami kegagalan sistem dan jatuh tak lama setelah lepas landas. Para pejabat Rusia mengatakan bahwa kontrol mesin roket mengalami masalah 545 detik setelah lepas landas dari Baikonur Space Centre, Kazakhstan. Badan Antariksa Rusia, Roscosmos menyatakan pihaknya telah membentuk sebuah tim untuk menyelidiki penyebab jatuhnya roket Proton tersebut. Roket Proton itu membawa satelit komunikasi Express-AM4P yang dibuat oleh Astrium Corporation salah satu perusahaan dari grup Airbus dan rencananya akan digunakan untuk melayani akses internet di beberapa wilayah Rusia yang masih jauh dengan sarana komunikasi. Diperkirakan kerugian akibat jatuhnya roket dan satelit ini mencapai 29 juta dollar.

Hal yang sama juga pernah terjadi pada tahun 2013 dimana beberapa peluncuran roket juga mengalami kegagalan dan Perdana menteri Rusia saat itu langsung memecat Kepala Roscosmos, Vladimir Popovkin. Kepala Roscosmos yang baru Oleg Ostapenko dituntut untuk dapat mengatasi masalah ini dengan dukungan dana miliaran dollar dana yang digelontorkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dengan roket Proton, Rusia mampu menghasilkan puluhan juta dollar setahunnya melalui layanan peluncuran berbagai satelit dari berbagai negara dan kejadian seperti ini tentunya sangat memalukan dan mencoreng nama baik dari industri antariksa Rusia. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto