Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Sunday, October 13, 2013

Warna-warna Asli Planet di Tata Surya

Planet-planet di tata surya kita. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Jika kita melihat foto beberapa planet di tata surya, tidak jarang kita temukan adanya perbedaan warna antara foto satu dengan foto lainnya padahal obyek yang dilihat masih sama. Terkadang wahana antariksa yang mengambil foto dari planet atau obyek antariksa mengambilnya dalam bentuk false color. Hal itu biasanya dilakukan untuk mempermudah proses pengamatan dan penelitian. Astronom akan mengubahnya ke dalam format true color dengan menggunakan komputer agar obyek yang ada di foto akan sama persis jika kita melihatnya langsung dengan mata kepala kita sendiri. Berikut adalah warna-warna asli (true color) planet-planet yang sama ketika kita melihatnya dengan mata sendiri.

1. Merkurius
Warna planet ini abu-abu. Planet ini merupakan planet berbatu yang tidak memiliki atmosfer.

2. Venus
Warna planet ini putih kekuningan. Itu diakibatkan oleh adanya lapisan asam sulfat berupa awan tebal yang menyelimuti planet tersebut.

3. Bumi
Warna planet kita jika dilihat dari luar angkasa adalah biru muda dan putih (awan). Lautan dan cahaya yang menyebar di atmosfer Bumi menyebabkan Bumi terlihat biru. Daratan benua tampak coklat, kuning, dan hijau tergantung dari mana kita melihatnya.

4. Mars
Planet ini berwarna merah dan lebih mengarah ke oranye. Maka tidaklah salah kalau planet ini juga disebut juga planet merah. Warna tersebut berasal dari warna batuan dan tanah di sana serta persebaran cahaya di atmosfernya yang tipis.

5. Jupiter
Planet ini adalah planet gas dan tidak memiliki permukaan padat sehingga yang kita lihat hanyalah awan di atmosfernya. Warna planet ini cenderung menarah ke oranye dan putih. Warna putih berasal dari awan amonia, sedangkan warna oranye berasal dari awan amonium hidrosulfida.

6. Saturnus
Planet ini juga merupakan planet gas. Warnanya kuning pucat. Kabut amonia berwarna putih menyelimuti planet ini.

7. Uranus
Warna planet gas ini adalah biru muda yang berasal dari warna awan metana yang ada di atmosfernya.

8. Neptunus
Warna Neptunus adalah biru muda. Mirip seperti Uranus hanya saja Neptunus lebih gelap. Hal itu disebabkan jaraknya yang lebih jauh dari Matahari daripada Uranus.

Tambahan: Planet kerdil Pluto diperkirakan berwarna coklat muda. Walaupun belum pernah dikunjungi oleh wahana antariksa, namun warna itu didapat dari es metana yang bercampur dengan debu di permukaan planet. Harapannya wahana NASA New Horizon yang diperkirakan akan tiba pada 2015 bisa mengungkap warna asli planet kerdil ini. (CL, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, October 12, 2013

Bukti Komet Tertua Ditemukan di Perhiasan Raja Tutankhamun Mesir

Bros milik raja Tutankhamun Mesir yang pada bagian batu kuningnya merupakan batu yang dihasilkan oleh dampak komet 28 juta tahun lalu. Klik gambar untuk memperbesar Image credit: University of the Witswatersrand
Sekelompok tim ilmuwan dari Afrika Selatan menemukan bukti komet pertama dan tertua yang masuk ke atmosfer Bumi dan meledak. Hal itu diungkapkan oleh Jan Kremer dari University of Johannesburg di Afrika Selatan yang menyatakan bahwa sebuah batu hitam yang ditemukan beberapa tahun lalu di Mesir ternyata merupakan inti komet tertua yang ditemukan di Bumi dan setelah diteliti ternyata batu itu berhubungan dengan perhiasan raja Firaun Tutankhamun. Silika sebagai dampak dari komet itu ternyata dijadikan bros oleh raja Mesir Tutankhamun. 28 Juta tahun lalu komet memasuki atmosfer Bumi di atas daratan yang saat ini adalah Mesir. Komet itu memanaskan pasir di bawahnya hingga mencapai suhu 2000 derajat Celcius sehingga membentuk kaca silika kuning yang sangat banyak dan mencakup area seluas 6000 kilometer persegi di gurun Sahara.
Raja Tutankhamun. Image credit: google
Silika kuning yang tercipta itu ternyata ditemukan di bros milik Tutankhamun, raja Firaun Mesir yang terkenal yang memerintah dari tahun 1333-1323 SM. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Teleskop Hubble Berhasil Temukan Bulan Neptunus yang "Hilang"

Bulan Naiad (dalam lingkaran kecil). Image credit: SETI
Bulan / satelit alam planet Neptunus yang "hilang" akhirnya berhasil ditemukan oleh para ilmuwan di SETI institute dengan menggunakan teleskop Hubble. Bulan bernama Naiad itu sempat menghilang setelah terakhir ditemukan oleh Voyager 2 pada tahun 1989. Naiad sangat sulit untuk diamati sebab ukurannya yang kecil yakni 100 km dan terhalang oleh kilauan pantulan sinar Neptunus yang lebih cerah 2 juta kali daripada Naiad.
Bulan Naiad bersama dengan bulan-bulan Neptunus lainnya. Image credit: SETI
Ilmuwan SETI mempelajari arsip foto yan diambil teleskop Hubble pada Desember 2004 dan dengan menggunakan teknik khusus untuk menghilangkan efek pantulan sinar Neptunus yang menyilaukan akhirnya Naiad berhasil ditemukan kembali. "Naiad menjadi target yang sulit untuk diamati sejak Voyager 2 melalui sistem Neptunus," ucap ilmuwan SETI Mark Showalter dalam sebuah pernyataan. Dengan menggunakan data yang sama ilmuwan juga menemukan bulan baru Neptunus yang diberi nama S/2004 N 1 yang ukurannya lebih kecil dari Naiad yankni hanya 20 km, tapi lebih mudah untuk diamati sebab jarak orbitnya lebih jauh dari Neptunus sehingga tidak terganggu oleh silaunya Neptunus.

Dengan menggunakan wahana Voyager, ilmuwan menemukan enam bulan baru Neptunus sehingga total bulan Neptunus yang sejauh ini berhasil ditemukan totalnya menjadi 14 bulan. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, October 11, 2013

Dengan Roket Berpendorong Fusi Nuklir, Perjalanan ke Mars Menjadi Lebih Cepat

Ilustrasi wahana antariksa berpendorong roket fusi nuklir. Image credit: University of Washington, MSNW
Jika sebelumnya untuk menuju planet Mars sebuah wahana antariksa membutuhkan waktu 500 hari untuk sampai di sana, maka dengan alternatif baru yang ditawarkan ini tampaknya perjalanan akan menjadi jauh lebih singkat. Anthony Pancotti selaku ilmuwan dari perusahaan pembuat roket MSNW beberapa waktu lalu telah mempresentasikan mesin roket bertenaga fusi nuklir untuk digunakan pada wahana atau pesawat antariksa yang akan dikirim ke Mars. Menurutnya dengan teknologi mesin pendorong baru itu, perjalanan ke Mars hanya akan ditempuh dalam waktu 90 hari saja.

Anthony Pancotti mengungkapkan bahwa jika astronot menggunakan mesin roket tradisional yang ada saat ini untuk pergi ke Mars, maka itu akan sangat membahayakan kesehatan para astronot itu sendiri Sebab mereka akan terlalu lama berada dalam wahana dan akan membahayakan jiwa sebab mereka menjadi kurang gerak, tidak dapat berolah raga, tulang mereka akan mengecil, dan massa otot akan menyusut. Dengan menggunakan sistem propulsi yang modern maka itu bisa diminimalisir.

Saat ini NASA sedang intensif mengembangkan teknologi roket berbahan fusi nuklir seperti yang diusulkan oleh Anthony Pancotti untuk mendukung misi itu. NASA menunjuk John Slough dari University of Washington sebagai pemimpin riset. Jika semuanya berjalan dengan baik maka waktu total yang diperlukan untuk misi ke Mars hingga kembali lagi ke Bumi hanya 210 hari yang terdiri dari 83 hari untuk perjalanan ke Mars, 30 hari untuk menjelajahi planet Mars, dan 97 hari untuk pulang ke Bumi. "kami merasa kami telah mendefinisikan hal ini dengan baik, misi yang sangat baik, dan kami sedang fokus untuk membuat perangkat yang sesuai untuk misi ini," ungkap Anthony. NASA dikabarkan akan mulai mengirimkan misi berawak pertamanya ke Mars pada tahun 2030.

Fusi nuklir merupakan energi yang sangat powerful dan efisien. Reaksi fusi terjadi ketika inti dari dua atau lebih atom bergabung dan kemudian menghasilkan energi. Matahari dan bintang lainnya merubah fusi ini menjadi cahaya dan kekuatan fusi juga mampu membuat bom atom memiliki daya ledak yang sangat dahsyat. Untuk itu diperlukan adanya plasma dengan menggunakan deuterium dan tritium, isotop berat dari hidrogen (normalnya hidrogen tidak mengandung neutron, tapi deuterium memiliki satu dan tritium memiliki dua). Gelembung dari plasma itu nantinya akan dimasukkan ke dalam sebuah ruang dimana medan magnet akan meruntuhkan cincin logam yang ada di sekelilingnya yang kemudian menekan gelembung menjadi tahapan fusi. Energi yang dihasilkan oleh reaksi fusi akan menguap dan mengionisasi logam yang kemudian akan diakselerasikan ke luar melalui nozzle dan akan menghasilkan daya dorong. Panel surya akan memberikan energi yang cukup untuk menghidupkan perangkat lainnya dan juga sebagai "starter" dari roket fusi pada wahana / pesawat antariksa. Menurut Anthony tidak ada alasan untuk dapat menolak kelayakan dari proyek ini.

Lebih lanjut Anthony Pancotti beranggapan bahwa teknologi roket pendorong fusi nuklir ini akan sangat murah dalam pembuatannya. Tidak diperlukan sebuah teknologi yang terlalu canggih untuk dapat membuatnya sebab menurutnya dengan teknologi yang ada saat ini semua itu bisa dilakukan. Pada 2014 nanti diharapkan tim pembuat mesin roket fusi nuklir akan bisa menyelesaikan cetak biru dari proyek masa depan ini. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us) 

Thursday, October 10, 2013

Wow !!! Jupiter dan Saturnus Punya Hujan Berlian

Berlian. Image credit: rimanews
Ilmuwan planet, Mona L. Delitsky dari California Specialty Engineering dan Kevin Baines dari University of Wisconsin-Madison, baru-baru ini menyimpulkan bahwa di atmosfer planet Jupiter dan Saturnus terdapat banyak sekali berlian. Berlian itu merupakan hasil dari unsur karbon berupa grafit yang terbentuk dari badai petir yang pernah terjadi di planet tersebut. Tekanan dan suhu yang ekstrem khususnya di bagian bawah atmosfer, merubah berlian yang tadinya padat kemudian berubah wujud menjadi cair, sehingga di kedua planet itu bisa terjadi hujan berlian. Awalnya belian itu berwujud padat saat baru terbentuk dan jatuh dari bagian atas atmosfer dan semakin mendekati inti planet berlian itu pun mencair.

Sebelumnya para ilmuwan menduga bahwa berlian dalam bentuk padat mungkin ada dekat inti kedua planet itu. Namun kemudian mereka berpendapat bahwa hal itu tidak mungkin sebab planet Jupiter dan Saturnus dianggap terlalu panas yang dapat melelehkan berlian. Jadi kesimpulannya berlian berwujud padat ada di bagian atas atmosfer.. Ilmuwan planet Moda Delitsky dan Kevin Baines dalam buku mereka yang berjudul Alien Seas mereka menceritakan bahwa suatu saat nanti manusia akan membuat robot yang mampu mengumpulkan berlian dari Jupiter dan Saturnus untuk kemudian dibawa menuju ke Bumi.
Ilustrasi robot pengumpul berlian dalam buku Alien Seas. Image credit: Alien Seas
Secara ilmiah proses terbentuknya berlian di kedua planet itu masih belum diketahui secara detail. Tapi di Bumi berlian terbentuk secara alami ketika karbon terpendam jauh di dalam tanah sekitar 160 km kemudian tertekan oleh panas hingga 1.093 derajat Celcius dan mengalami tekanan 725.000 pound perinci persegi yang kemudian bersamaan dengan magma bergerak ke permukaan untuk kemudian mendingin dan terbentuklah berlian.

Ketika berlian sudah begitu melimpah di alam semesta kemungkinan harganya juga akan turun dan tidak akan terlalu berharga lagi. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Nebula IC 2220, Nebula yang Berbentuk Seperti Kupu-kupu

Nebula IC 2220 / nebula Toby Jug. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: ESO
Nebula IC 2220 merupakan sebauh nebula yang terletak di sebelah selatan dari konstelasi Carina dan berjarak 1.200 tahun cahaya dari Bumi. Galaksi ini dikenal juga dengan sebutan nebula Toby Jug. Pemberian nama nebula ini dengan nama Toby Jug bukanlah tanpa alasan. Penemunya yakni astronom Inggris David Allen dan David Malen memberikan nama tersebut sebab nebula ini mirip dengan minuman Toby Jug yang mereka sukai saat mereka muda dulu.

Nebula IC 2220 terdiri dengan banyak awan dan debu yang disinari oleh sebuah bintang raksasa merah yang disebut HD 65750. Bintang ini memiliki massa lima kali dari massa Matahari kita namun usianya sebenarnya masih sangat muda yakni 50 juta tahun.

Nebula ini terbentuk sebagai akibat dari bintang yang kehilangan massa dan membentuk awan gas dan debu. Debu yang terbentuk terdiri dari unsur-unsur seperti karbon, titanium dan kalsium oksida. Selain itu ditemukan juga unsur silikon dioksida (silika) yang tampak memantulkan cahaya bintang.

Debu nebula IC 2220 memantulkan sinar yang datang dari bintang HD 65750 sehingga tampak membentuk seperti kupu-kupu. Struktur kupu-kupu yang ada di nebula IC 2220 hampir simetris dan memiliki panjang sekitar satu tahun cahaya. Persediaan hidrogen dari bintang itu hampir habis dan mulai membakar helium di luar inti karbon-oksigen sehingga ia mulai memasuki fase akhir dari hidupnya. Kelak Matahari kita juga akan seperti itu. Tapi itu baru akan terjadi miliaran tahun ke depan. Saat itu Matahari mulai membesar dan membentuk bintang raksasa merah sehingga suhu Bumi meningkat menjadi terlalu panas yang akhirnya menguapkan air di lautan dan pada fase akhir, planet Bumi akan meleleh dan hancur. Semua yang ada di alam semesta itu pasti ada awal dan akhir. Begitulah daur ulang alam semesta. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wednesday, October 9, 2013

Astronom SETI Ungkap Bentuk Asteroid Sylvia dalam Model 3D

Model tiga dimensi (3D) asteroid Sylvia dengan dua asteroid satelitnya. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Danielle Futselaar/SETI Institute
SETI (Search for Extraterrestrial Intelligence) akhirnya berhasil mengungkap karakteristik dari sebuah asteroid raksasa yang memiliki dua satelit asteroid pendamping (bulan). Asteroid bernama Sylvia ini berada pada sabuk asteroid di antara planet Mars dengan Jupiter. Asteroid ini sendiri memiliki ukuran yang sangat besar yakni 270 km dan berdasarkan hasil pengamatan dan permodelan 3D (tiga dimensi) didapat fakta bahwa asteroid tersebut memiliki bentuk yang tidak teratur namun komposisinya padat. Bagian kulit luarnya tampak halus.

Asteroid Sylvia didampingi oleh dua satelit yakni Romulus dan Remus. Romulus memiliki ukuran lebar 24 km sedangkan Remus berukuran sedikit lebih kecil. Menurut Franck Marchis dari SETI, adanya kedua satelit asteroid ini memberikan banyak manfaat. "Berkat kehadiran bulan ini, kita bisa mengetahui kepadatan dan struktur dalam asteroid ini tanpa mengirimkan wahana ke sana. Pengetahuan mengenai struktur internal asteroid adalah kunci untuk memahami bagaimana planet-planet di tata surya kita terbentuk," ungkap Franck Marchis.
Pengamatan yang dilakukan dengan teleskop 8-10 meter dengan optik adaptif. Lingkaran gelap menunjukkan bentuk yang tidak teratur dari asteroid. Satelit yang ukurannya lebih kecil bisa dilihat pada posisi yang berbeda-beda pada gambar-gambar di atas. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Franck Marchis
Marchis dan timnya sudah lama mengamati asteroid ini dan mereka menggunakan teleskop canggih dengan instrumen optik adaptif seperti yang ada pada teleskop di Keck Observatory, Hawai dan teleskop European Southern Observatory di Chile. Hasil dari pengamatan ini bisa memabntu para astronom untuk membuat model yang akurat tentang sistem tiga asteroid (triple asteroid system) yang memungkinkan untuk dapat mengetahui dan memperkirakan posisi dari asteroid satelit di sekitar asteroid utama setiap saat. Tim melakukan pengamatan di saat terjadi okultasi asteroid Sylvia dengan sebuah bintang yang jauh.

Diperkirakan asteroid pendamping, Romulus dan Remus terbentuk dari serpihan asteroid Sylvia yang hancur akibat hantaman obyek antariksa lain. (LS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Haumea, Planet Kerdil dengan Periode Rotasi Tercepat di Tata Surya

Ilustrasi planet kerdil (dwarf planet) Haumea mengorbit Matahari. Image credit: spaceinfo
Pada Maret 2003, sekelompok tim astronom yang dipimpin oleh astronom Mike Brown menemukan sebuah obyek antariksa yang ukurannya lebih kecil dari Pluto namun lebih besar dari asteroid di sekitar daerah Sabuk Kuiper di belakang orbit Pluto. Awalnya obyek itu diberi nama 2003 EL61 dan dinyatakan bahwa ia termasuk dalam obyek Sabuk Kuiper sampai akhirnya oleh International Astronomical Union diklasifikasikan kedalam kategori planet kerdil ke lima di tata surya setelah Ceres, Pluto, Eris, dan Makemake.
Ilustrasi bentuk Haumea dengan dua satelitnya, Namaka (kiri atas) dan Hi'iaka (kanan bawah). Image credit: SINC
Dari hasil pengamatan pada tahun 2005, ternyata planet kerdil 2003 EL61 atau yang sering disebut dengan Haumea, mempunyai dua satelit alam (bulan) yang diberi nama Hi'iaka dan Namaka. Untuk sekali mengorbit Matahari, Haumea membutuhkan waktu 285 tahun. Saat ini astronom masih kesulitan untuk mengukur tingkat massa dan kepadatan disebabkan jaraknya yang relatif jauh dari Bumi dan obyeknya yang kecil. Menurut pengematan mereka, Haumea memiliki besar sepertiga ukuran Pluto dengan diameter 1.960 km pada axis terpanjang dan 996 km di axis terpendek. Dalam menyelesaikan sekali periode rotasi, Haumea membutuhkan waktu 4 jam dan ini sekaligus mencatat rekor sebagai obyek dengan rotasi tercepat di tata surya. Periode rotasi yang cepat itu membuat ilmuwan berasumsi bahwa bentuk Haumea yang lonjong disebabkan oleh benturan yang terjadi sebagai akibat dari hantaman obyek antariksa lain yang menyebabkan Haumea berputar cepat dan membentuknya menjadi lonjong / elips. Akibat tabrakan itu juga yang membentuk dua satelit planet kerdil itu. Astronom menyatakan bahwa hampir seluruh struktur dari Haumea terdiri dari batuan.

Satelit terbesar Haumea, Hi'iaka membutuhkan waktu 49 hari untuk sekali mengorbit Haumea sedangkan satelit yang lebih kecil, Namaka memerlukan waktu 18 hari. Diperkirakan kedua satelit memiliki struktur yang didominasi oleh es. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto