Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, June 10, 2014

Pelan Tapi Pasti Bulan Pergi Meninggalkan Bumi

Bulan. Image credit: wikiversity
Bumi dan Bulan bisa dibilang sebagai sahabat yang tumbuh, berkembang dan menjalani hidup bersama-sama untuk mengelilingi Matahari dan galaksi. Berdasarkan penelitian, Bulan lahir sebagai akibat dari tabrakan antara Bumi muda dengan obyek seukuran planet Mars yang disebut Theia sekira 4,5 miliar tahun yang lalu. Kemudian, kedua obyek baik Bumi dan Bulan bersama-sama menjalani hidup berdua.

Tapi seperti hubungan persahabatan, tidak selalu berjalan harmonis, tapi juga ada konflik. Setidaknya itu yang terjadi diantara Bumi dan Bulan. Gravitasi kedua obyek itu saling mempengaruhi hingga salah satunya kalah dan terkunci di posisinya seperti saat ini (Bulan). Bumi sendiri juga terkena efek dari gravitasi Bulan, dimana efek pasang surut juga terjadi. Akibatnya kecepatan rotasi Bumi juga mengalami perlambatan. Jika pada 650 juta tahun yang lalu, satu hari hanya terdiri dari 21 jam, sekarang bertambah 3 jam menjadi 24 jam. Gravitasi Bulan secara perlahan memperlambat keepatan rotasi Bumi. Walhasil bukan tidak mungkin, suatu saat nanti jika Bulan belum pergi dari sisi Bumi, rotasi Bumi benar-benar dihentikan oleh Bulan.

Tapi sepertinya Bulan tidak begitu setia dengan Bumi. Secara perlahan, Bulan semakin menjauh dari Bumi sekira 1-2 cm / tahun. Mengapa Bulan menjauh dari Bumi?. Perlambatan kecepatan rotasi Bumi menyiratkan ada energi yang hilang dari Bumi. Suatu obyek akan mengorbit sesuatu jika obyek yang diputari tersebut berputar lebih cepat dari yang mengorbit. Oleh karena itu dengan semakin melambatnya kecepatan rotasi Bumi, jarak Bumi dengan Bulan pun menjadi semakin jauh.

Bukan tidak mungkin 50 miliar tahun dari sekarang saat Matahari kita menjadi bintang raksasa merah, 1 hari Bumi bisa memakan waktu hingga 45 jam dan saat itu Bulan bisa benar-benar meninggalkan Bumi dan mungkin saat itu Bulan bisa mencari sahabat baru di luar sana. Semua bisa terjadi. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Bulan Terbentuk Akibat Tabrakan Bumi dengan Planet Theia

Ilustrasi tabrakan antara Bumi muda dengan planet Theia 4 miliar tahun lalu. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: emc
Hasil pengukuran isotop oksigen terbaru menunjukkan bukti bahwa Bulan terbentuk dari tabrakan antara Bumi muda dengan planet lain. Astronom menamai planet lain tersebut dengan nama planet Theia. Selain mengukur isotop oksigen, ilmuwan juga mengukur rasio titanium, silikon, dan sebagainya, baik pada materi di Bumi maupun di Bulan. Anehnya setelah mengukur isotop tadi, ilmuwan hanya menemukan sedikit materi Theia yang membentuk Bulan yang mana seharusnya materi Theia lebih banyak.
Tahap-tahap tabrakan hingga terbentuknya Bulan. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: emc
Ilustrasi terbentuknya Bulan. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: floridafrontier
Sebuah tim peneliti asal Jerman yang dipimpin oleh Dr Daniel Herwartz menggunakan teknik yang agak berbeda untuk mengetahui seberapa besar komposisi Theia di Bulan. Dr Herwartz membandingkan rasio 170/160 pada sampel Bulan yang berasal dari meteorit Bulan yang jatuh ke Bumi. Namun sayangnya sampel itu sudah terkena air dari Bumi sehingga sampel Bulan yang benar-benar murni sangat diperlukan. Untuk itu Dr Herwartz menggunakan sampel yang diambil oleh astronot pada misi Apollo 11, 12, dan 16 dan ternyata sampel-sampel tersebut mengandung tingkat rasio 170/160 yang lebih tinggi dari sampel Bulan yang ada di Bumi. "Perbedaan kecil seperti ini memang sulit untuk dideteksi, tapi itu memberikan kita dua hal yang sangat penting yakni pertama kita mengetahui bahwa Bulan memang terbentuk dari sebuah tabrakan yang super dahsyat dari dua obyek antariksa super besar yakni Bumi dan Theia. Kedua adalah kita menjadi tahu struktur geokimia dari Theia," ucap Dr Herwartz. "Jika ini benar, kita sekarang bisa memprediksi komposisi geokimia dan isotop Bulan karena Bulan merupakan campuran dari Theia dan Bumi. Tujuan kita berikutnya adalah mengetahui seberapa besar materi Theia di Bulan," tambahnya.

Banyak model yang memperkirakan bahwa Bulan terdiri dari 70-90 persen materi dari Theia dengan 10-30 persen sisanya adalah materi Bumi. Tapi ada juga model yang menyatakan bahwa Bulan hanya terdiri dari 8 persen materi Theia. Dr Herwartz sendiri menyatakan bahwa dengan mempertimbangkan data baru maka kemungkinan jumlahnya seimbang (50:50), namun untuk kepastiannya masih harus diteliti lagi. (SCD, EMC, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, June 9, 2014

Dua Planet ini Akan Dimakan Oleh Bintangnya Sendiri

Ilustrasi planet Kepler-56b dimakan oleh bintangnya. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: David A. Aguilar (CfA)
Berita mengejutkan datang dari sistem Kepler-56 dimana dua planet yakni Kepler-56b dan Kepler-56c akan segera dimakan oleh bintangnya sendiri. Bintang Kepler-56 diketahui menjadi bintang raksasa merah dan membesar sekira 4 kali ukuran Matahari kita. Semakin tua usia bintang, maka akan semakin besar juga ukurannya. Hal itu akan membuat planet yang mengorbitnya akan terpengaruh efek gravitasinya. Seperti planet Kepler-56b yang mengorbit bintang Kepler-56 hanya dalam waktu 10,5 hari dan Kepler-56c yang mengorbit setiap 21,4 hari.

Jarak kedua planet tersebut lebih dekat dari pada jarak Merkurius dengan Matahari. Akibatnya dalam waktu yang tidak lama (dalam standar astronomi) kedua planet tersebut akan ditelan oleh bintang Kepler-56. Astronom Gongjie Li dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) mengatakan bahwa ia dan tim telah menghitung kapan tepatnya kedua planet itu akan dimakan dan mereka menyimpulkan bahwa untuk Kepler-56b akan dimakan sekira 130 juta tahun dan Kepler-56c 155 juta tahun dari sekarang. Sebelum dimakan, kedua planet akan dilanda pemanasan dahsyat dari bintang yang semakin membesar. Atmosfernya akan menguap dan menghilang, selanjutnya planet itu akan berbentuk elips mirip telur lalu ditelan oleh bintang Kepler-56. (SCD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, June 7, 2014

Astronom Temukan Planet Kapteyn b yang Mungkin Bisa Ditinggali Manusia

Ilustrasi perbandingan planet Kapteyn b dengan Bumi. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: upr
Astronom London telah mengkonfirmasi bahwa mereka berhasil menemukan sebuah planet yang sangat dimungkinkan untuk memiliki / mendukung adanya kehidupan. Uniknya jarak planet itu jika dibandingkan dengan eksoplanet lainnya relatif dekat dari Bumi yakni sekira 13 tahun cahaya. Planet yang diberi nama Kapteyn b itu mengorbit sebuah bintang yang kerdil yang disebut sebagai bintang Kapteyn (Kapteyn Star). Planet Kapteyn b ini sangat aneh, sebab usianya sangat tua yakni 11,5 miliar tahun yang artinya 2,5 kali lebih tua dari usia Bumi dan hanya selisih 2 miliar tahun dari usia alam semesta. Dari usia planet yang sudah begitu tua, maka sangat dimungkinkan sekali di sana sudah ada kehidupan. "Itu membuat Anda bertanya-tanya, kehidupan seperti apakah yang bisa berevolusi pada sebuah planet dalam waktu yang lama," kata penulis penelitian ini, Guillem Anglada-Escude dari Queen Mary University di London. Selain karena usia planet Kapteyn b yang sudah sangat tua, planet tersebut juga dijuluki sebagai Super Earth (Bumi Super) sebab massanya yang lebih besar sekira 5 kali dari massa Bumi.

Anglada-Escude juga menyatakan bahwa selain planet Kepteyn b, ditemukan juga planet Kepteyn c. Planet Kepteyn c ini agak berbeda karena sepertinya tidak mendukung adanya kehidupan dikarenakan suhunya yang terlalu dingin. Untuk sekali mengelilingi bintangnya, planet Kepteyn b memerlukan waktu 48 hari, sedangkan Kapteyn c 121 hari.

Kedua planet ini terdeteksi keberadaannya oleh spektrometer HARPS di Observatorium La Silla di Chile. Kemudian pengamatan dilanjutkan menggunakan dua spektrometer lain yakni spektrometer HIRES di Keck Observatory, Hawai dan PFS di teleskop Magellan II, Chile. Awalnya astronom mencatat getaran kecil dari hentakan gravitasi yang diinduksi oleh pergerakan bintang Kepteyn. Hentakan ini menyebabkan adanya pergeseran cahaya Bintang kepteyn. Dari situ astronom mengetahui bahwa ada planet yang mengorbit bintang tersebut. Bintang Kepteyn sendiri adalah sebuah bintang katai / kerdil yang berukuran sepertiga dari Matahari kita dan terletak di selatan konstelasi Pictor.
Stellarium bintang Kapteyn. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: UT
Bintang Kapteyn sendiri pertama kakali ditemukan oleh astronom Belanda, Jacobus Kapteyn pada abad ke-19. Bintang Kapteyn ini lahir dari sebuah galaksi kerdil yang kemudian ditelan oleh galaksi Bima Sakti. (PHS, UT, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, June 6, 2014

NASA, Permukaan Bulan Menonjol Akibat Tertarik Gravitasi Bumi

Bulan. Image credit: weirdwarp
Kebanyakan diantara kita hanya mengetahui efek gravitasi bulan terhadap Bumi yakni terjadinya efek pasang surut air laut, tapi belum mengetahui efek dari gravitasi Bumi terhadap Bulan. Nah baru-baru ini ilmuwan NASA menunjukkan fakta yang mengejutkan tentang efek / dampak gravitasi Bumi terhadap Bulan.

Seperti yang diterbitkan dalam jurnal Geophysical Research Letters dikemukakan bahwa akibat dari gravitasi Bumi adalah terjadinya perubahan / deformasi permukaan Bulan. Deformasi sendiri adalah perubahan bentuk, posisi, dan dimensi dari suatu benda / objek. Erwan Mazarico seorang peneliti dari MIT yang bekerja pada NASA Goddard Space Flight Center dengan menggunakan wahana LRO (Lunar Reconnaissance Orbiter) dan GRAIL (NASA's Gravity Recovery and Interior Laboratory), menemukan fakta bahwa permukaan Bulan yang menghadap ke Bumi mengalami penonjolan / meninggi sekitar 20 kaki (6 meter) daripada daerah di sisi gelap Bulan. Perubahan ini tentunya tidak bisa kita lihat dengan mata telanjang terlebih jika kita melihatnya dari Bumi, karena begitu kecilnya perubahan ini dan terjadi sangat perlahan. Proses deformasi ini terus terjadi pada permukaan Bulan tergantung dari perubahan sudut orbitnya terhadap Bumi. (UPI, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, May 30, 2014

SpaceX Perkenalkan Kapsul Antariksa Baru Pengganti Soyuz TMA

Elon Musk berfoto bersama dengan kapsul Dragon V2. Image credit: SpaceX
Baru-baru ini perusahaan antariksa swasta terkenal asal Amerika, SpaceX, memperkenalkan kapsul antariksa baru yang akan digunakan untuk membawa astronot ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Kapsul yang diberinama Dragon V2 itu akan menggantikan fungsi dari pesawat ulang alik (Space Shuttle) yang sudah dipensiunkan NASA pada 2011 lalu. Kapsul Dragon V2 ini sekaligus akan menggantikan peran dari kapsul Soyuz yang selama 3 tahun ini digunakan oleh astronot untuk terbang ke ISS, dimana biaya penerbangan (pergi-pulang) untuk satu orang astronot sekira 70 juta dollar.
Bagian dalam kapsul Dragon V2. Kapsul ini bisa membawa 7 orang astronot. Image credit: SpaceX
CEO SpaceX, Elon Musk, mengatakan bahwa kapsul Dragon V2 ini telah mengalami banyak peningkatan dari kapsul Dragon versi sebelumnya yang biasa digunakan untuk mengirim suplai kargo untuk ISS dari tahun 2012 lalu. Kelebihan kapsul Dragon V2 ini adalah mampu untuk terbang ke ISS dengan menggunakan mode otomatis, sehingga ketika akan merapat dengan ISS tidak perlu lagi menggunakan lengan robot Canadarm2 untuk menggapai kapsul melainkan kapsul itu akan merapat dengan sendirinya. Selain itu kapsul Dragon V2 ini bisa mendarat di mana pun tanpa menggunakan parasut tetapi dengan menggunakan roket yang ada pada kapsul tersebut. Walaupun begitu, parasut juga akan tetap dipasang pada kapsul untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti kegagalan mesin roket dan sebagainya. Kapsul Dragon V2 juga bisa digunakan berulang kali (reusable) tanpa harus membuatnya lagi. Cukup dengan mengisikan bahan bakar ke dalamnya, maka kapsul akan bisa beroperasi lagi.

Elon Musk mengklaim bahwa dengan kelebihan-kelebihan itu akan membuat biaya perjalanan astronot menjadi lebih murah dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi. SpaceX bersaing dengan tiga perusahaan lain yaitu Boeing, Sierra Nevada, dan Blue Origin yang mana masing-masing juga mendapatkan dana jutaan dollar dari NASA untuk menyediakan sarana dan prasaran bagi astronot NASA untuk dapat pergi ke ISS tanpa ketergantungan dengan kapsul Soyuz buatan Rusia. Terlebih lagi saat ini Amerika sedang "berkonflik" dengan Rusia, sehingga hal ini bisa menjadi titik balik dari kemandirian program antariksa Amerika

Rencananya penerbangan perdana kapsul Dragon V2 ini akan dilakukan pada tahun 2017. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, May 29, 2014

Berapa Lama Waktu Tempuh untuk Menuju Galaksi Terdekat Kita ?

Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: constellation-guide
Pertanyaan:
Berapa lama sih waktu untuk menuju galaksi yang paling dekat dengan galaksi Bima Sakti kalau kita naik pesawat luar angkasa?

Jawaban:
Tergantung seberapa cepat pesawat luar angkasa itu bergerak. Tapi yang pasti dengan teknologi yang ada saat ini pastinya akan membutuhkan waktu yang sangat, sangat, sangat lama bagi manusia untuk menuju galaksi terdekat dengan galaksi Bima Sakti tempat Bumi kita ini berada. Galaksi yang paling dekat dengan Bima Sakti adalah galaksi Large Magellanic Cloud (Awan Magellan Besar) yang berjarak 179 ribu tahun cahaya, Small Magellanic Cloud (Awan Magellan Kecil) berjarak 210 ribu tahun cahaya, dan galaksi Andromeda berarak 2,9 juta tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam satu tahun di ruang hampa yaitu 186 ribu mil per detik atau 300 ribu km per detik.

Jika sebuah roket bisa meluncur 10.000 km per detik pun (belum ada), masih akan sangat, sangat, sangat lamaaaaa sekali bahkan hanya untuk menuju galaksi terdekat kita sekalipun.

Silahkan dibayangkan :-)

(Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Kehidupan Mungkin Pernah Ada di Dekat Gunung Arsia Planet Mars

Gunung Arsia (Arsia Mons) di Mars. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: kees veenenbos
Hasil penelitian terbaru dari ilmuwan geologi menyimpulkan bahwa daerah di sekitar gunung Arsia (Arsia Mons) di Mars sangat berpotensi untuk mendukung adanya kehidupan pada masa lalu. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa letusan terakhir gunung api Arsia pada 210 juta tahun lalu membuat lapisan es gletser di sana mencair dan biasanya di mana ada air, di situlah ada kemungkinan adanya kehidupan.

Gunung Arsia adalah gunung berapi dengan tinggi hampir dua kali tinggi gunung Everest dan menjadi gunung tertinggi ketiga di tata surya. Diperkirakan letusan gunung pada 210 juta tahun lalu itu membentuk sebuah danau. Menurut Kat Scanlon, seorang mahasiswa pasca sarjana dari Brown University, jumlah air yang ada di danau itu bisa mencapai ratusan kilometer kubik air cair. "Hal ini menarik karena ini adalah cara untuk mendapatkan air berwujud cair dalam jumlah banyak di Mars," kata Scanlon.
Daerah di sekitar gunung Arsia yang diperkirakan pernah ada kehidupan. Dikelilingi oleh kipas aluvial (lihat inset) yang berasal dari tepi-tepi situs glasial. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA/Goddard Space Flight Center/Arizona State University/Brown University
Mengingat letusan gunung masih relatif baru (210 juta tahun), maka kemungkinan untuk menemukan jejak-jejak kehidupan sangat besar, sebab kondisi lingkungannya masih belum banyak berubah. Berbeda dengan lingkungan di sekitar gunung Aeolis tempat di mana robot Curiosity menjalankan misinya. Lingkungan di sekitar gunung Aeolis lebih tua 2,5 miliar tahun dari lingkungan di sekitar gunung Arsia. Oleh sebab itu daerah sekitar gunung Arsia sangat menarik untuk dieksplorasi di masa depan.

Sebelumnya pada tahun 1970-an, ilmuwan telah berspekulasi bahwa daerah di barat laut gunung Arsia pernah tertutup oleh es. Spekulasi itu diperkuat oleh pendapat ahli geologi dari Brown University, Jim Head dan David Marchant dari Boston University yang mengungkapkan bahwa daerah di sekitar gunung Arsia mirip dengan Dry Valley di Antartika yang dulu pernah ada es di sana sebelum akhirnya es tersebut mencair dan lenyap. (SCD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto