Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Thursday, May 29, 2014

Kehidupan Mungkin Pernah Ada di Dekat Gunung Arsia Planet Mars

Gunung Arsia (Arsia Mons) di Mars. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: kees veenenbos
Hasil penelitian terbaru dari ilmuwan geologi menyimpulkan bahwa daerah di sekitar gunung Arsia (Arsia Mons) di Mars sangat berpotensi untuk mendukung adanya kehidupan pada masa lalu. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa letusan terakhir gunung api Arsia pada 210 juta tahun lalu membuat lapisan es gletser di sana mencair dan biasanya di mana ada air, di situlah ada kemungkinan adanya kehidupan.

Gunung Arsia adalah gunung berapi dengan tinggi hampir dua kali tinggi gunung Everest dan menjadi gunung tertinggi ketiga di tata surya. Diperkirakan letusan gunung pada 210 juta tahun lalu itu membentuk sebuah danau. Menurut Kat Scanlon, seorang mahasiswa pasca sarjana dari Brown University, jumlah air yang ada di danau itu bisa mencapai ratusan kilometer kubik air cair. "Hal ini menarik karena ini adalah cara untuk mendapatkan air berwujud cair dalam jumlah banyak di Mars," kata Scanlon.
Daerah di sekitar gunung Arsia yang diperkirakan pernah ada kehidupan. Dikelilingi oleh kipas aluvial (lihat inset) yang berasal dari tepi-tepi situs glasial. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA/Goddard Space Flight Center/Arizona State University/Brown University
Mengingat letusan gunung masih relatif baru (210 juta tahun), maka kemungkinan untuk menemukan jejak-jejak kehidupan sangat besar, sebab kondisi lingkungannya masih belum banyak berubah. Berbeda dengan lingkungan di sekitar gunung Aeolis tempat di mana robot Curiosity menjalankan misinya. Lingkungan di sekitar gunung Aeolis lebih tua 2,5 miliar tahun dari lingkungan di sekitar gunung Arsia. Oleh sebab itu daerah sekitar gunung Arsia sangat menarik untuk dieksplorasi di masa depan.

Sebelumnya pada tahun 1970-an, ilmuwan telah berspekulasi bahwa daerah di barat laut gunung Arsia pernah tertutup oleh es. Spekulasi itu diperkuat oleh pendapat ahli geologi dari Brown University, Jim Head dan David Marchant dari Boston University yang mengungkapkan bahwa daerah di sekitar gunung Arsia mirip dengan Dry Valley di Antartika yang dulu pernah ada es di sana sebelum akhirnya es tersebut mencair dan lenyap. (SCD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, May 24, 2014

Astronom Temukan Bintang di Bagian Terluar Galaksi Bima Sakti

Piringan galaksi Bima Sakti jika dilihat dari luar. Matahari (lingkaran kuning kecil), bintang Cepheid yang telah diteliti dan dekat dengan Matahari (warna biru muda) dan bintang Cepheid yang baru ditemukan dan terletak di pinggiran Bima Sakti (warna biru gelap). Gas hidrogen tersebar hingga ke luar galaksi (warna merah muda). Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: R. M. Catchpole (IoA Cambridge) and NASA/JPL-Caltech
Tim gabungan astronom Afrika Selatan dan Jepang berhasil menemukan beberapa bintang yang letaknya di bagian paling tepi dari galaksi Bima Sakti. Bintang-bintang itu letaknya lebih kurang 80.000 tahun cahaya dari Bumi. Penemuan ini menjadi petunjuk untuk mengetahui bagaimana galaksi Bima Sakti terbentuk. Bintang-bintang ini akan membantu para astronom untuk melacak distribusi persebaran materi gelap (dark matter) di Bima Sakti.

Lima diantara beberapa bintang yang ditemukan dianggap sebagai bintang khusus yang disebut sebagai Cepheid variable (OGLE-BLG-CEP-32) yang mana bintang-bintang tersebut memiliki tingkat kecerahan yang berubah secara teratur dalam waktu siklus beberapa hari. Bintang variabel Cepheid ini mempunyai karakteristik khusus yang memungkinkan astronom untuk mengukur jaraknya secar akurat. Beberapa instrumen yang digunakan oleh astronom untuk mengukur jarak bintang-bintang itu antara lain Southern African Large Telescope (SALT) dan Infrared Survey Facility (IRSF).

Seperti yang diketahui bersama bahwa kebanyakan bintang di galaksi Bima Sakti tersebar di dalam piringan galaksi seperti pada gambar di atas. Awalnya astronom mengira bahwa hanya gas Hidrogen saja yang bisa menyebar dari pusat galaksi sampai ke pinggir piringan galaksi. Ternyata setelah diteliti, bintang pun bisa tersebar hingga ke pinggiran galaksi.

Beberapa astronom yang terlibat dalam penemuan ini antara lain Prof Patricia Whitelock, Prof Michael Feast dan Dr John Menzies, ketiganya berasal dari Afrika Selatan dan Dr Noriyuki Matsunaga dari Jepang. Penemuan mereka ini diterbitkan dalam jurnal Nature edisi 15 Mei. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, May 23, 2014

Robot Curiosity Diduga Bawa Bakteri ke Mars

Robot penjelajah Mars, Curiosity. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: JPL
Wahana penjelajah Mars, Curiosity ternyata tidak hanya membawa instrumen ilmiah saja tapi juga dicurigai membawa bakteri / mikroba ke planet Merah itu. Hal tersebut terungkap berdasarkan studi yang dilakukan oleh American Society for Microbiology yang diterbitkan dalam jurnal Nature yang mengungkapkan bahwa sekira 377 bakteri dapat bertahan dari proses sterilisasi yang dilakukan NASA. Sterilisasi dilakukan untuk mencegah kontaminasi di Mars.

Meskipun demikian, ahli mikrobiologi Stephanie Smith dari University of Idaho selaku pemimpin dan penulis dalam penelitian ini mengatakan bahwa pihaknya belum mengetahui apakah bakteri yang lolos dari sterilisasi tadi dapat bertahan hidup di kondisi Mars yang ekstrim. Tingkat radiasi, oksidasi, keadaan yang kering, dan sumber nutrisi yang terbatas menjadi tantangan bagi bakteri-bakteri itu untuk bertahan hidup.

"Mengetahui apakah mikroorganisme dapat bertahan dalam simulasi kondisi mirip Mars sangat penting untuk mengatasi kemungkinan resiko kontaminasi planet Merah itu," tambah Smith.

Pencemaran terhadap planet lain sangat memprihatinkan para ilmuwan. Sebelumnya pada tahun 1966, PBB sudah membuat perjanjian luar angkasa yang mengatur bagaimana sebuah program luar angkasa yang dijalankan oleh sebuah negara dilaksanakan. Perjanjian itu berbunyi "Negara bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh benda-benda luar angkasa mereka, dan harus menghindari kontaminasi berbahaya dari luar angkasa dan benda langit".

Khusus untuk Mars, Europa, dan obyek luar angkasa lain yang berpotensi dapat mendukung kehidupan, ilmuwan memiliki standar ketat yakni 300 spora bakteri per meter persegi. Semoga saja Curiosity tidak benar-benar mencemari Mars. (MD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, May 22, 2014

Apa Sih Bintang Wolf-Rayet Itu ?

Bintang WR 22 (tengah) di Carina Nebula. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: ESO
Matahari merupakan satu-satunya obyek yang paling besar di tata surya kita. Massanya 330.000 kali massa Bumi yang berarti 99,86 persen dari masa tata surya. Suhunya luar biasa panas. Suhu di permukaannya bisa mencapai 6000 derajat Celcius dan suhu di dalam intinya mencapai 15,7 juta derajat Celcius. Tapi jika dibandingkan dengan bintang Wolf-Rayet, Matahari kita masih tergolong bintang yang kecil. Apa sih sebenarnya bintang Wolf-Rayet itu?

Bintang Wolf-Rayet / WR Stars adalah bintang-bintang besar yang memiliki massa 20 kali massa Matahari kita yang dengan cepat kehilangan massanya melalui angin surya yang dihembuskannya dengan kecepatan sekira 2.000 km per detik. Biasanya bintang-bintang tersebut kehilangan massa sekira 10-5 massa Matahari per tahun yang berarti satu miliar kali lebih tinggi dari Matahari kita. Bintang Wolf-Rayet ini suhunya sangat panas. Suhu di permukaannya mencapai 29.700 - 200.000 derajat Celcius. Selain itu bintang Wolf-Rayet ini memiliki tingkat lumonitas bolometrik cahaya yang sangat tinggi yakni beberapa juta kali dari Matahari kita, tapi tidak terlalu terang jika dilihat dengan mata sebab yang banyak dipancarkan adalah sinar-X.

Bintang-bintang ini dinamakan Wolf-Rayet karena pertama kali ditemukan oleh astronom Charles Wolf dan Georges Rayet pada tahun 1867. Awalnya mereka mendeteksi spektrum bintang yang tidak biasa. Dan ternyata setelah diteliti, spektrum itu diakibatkan oleh dorongan gas / angin surya berkecepatan tinggi dari sebuah bintang.

Beberapa bintang yang dikelompokkan ke dalam bintang Wolf-Rayet antara lain bintang Gamma Velorum, Theta Muscae, dan R136a1. Ketiga bintang itu bisa kita lihat dengan mata tanpa bantuan teropong. Komposisi bintang-bintang seperti ini umumnya biasanya terdiri dari Helium, Nitrogen, Karbon, Silikon, Oksigen, dan sedikit Hidrogen. Seperti bintang lainnya, bintang Wolf-rayet juga bisa berakhir menjadi supernova seperti yang baru-baru ini terjadi di galaksi UGC 9379 yang berjarak 360 juta tahun cahaya dari Bumi.
Ledakan supernova bintang Wolf-Rayet (titik biru ditunjuk panah) di galaksi UGC 9379. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Avishay Gal-Yam, Weizmann Institute of Science
(PHS, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, May 20, 2014

Kalau Bumi Memang Berputar, Kenapa Kita Tidak Merasakannya ??

Bumi. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: enkispeaks
Pertanyaan:
Mengapa kita tidak bisa merasakan kalau Bumi itu berputar?

Jawaban:
Bumi berputar (berotasi) sangat cepat dengan kecepatan mencapai 1.600 kilometer per jam dan mengorbit (revolusi) mengelilingi Matahari dengan kecepatan 107.000 kilometer per jam. Kita tidak bisa merasakan kalau Bumi itu berputar karena kecepatan Bumi itu konstan (sama), sehingga kita tidak bisa merasakan percepatan atau perlambatan. Kita hanya bisa merasakan kecepatan kalau ada perubahan kecepatan. Misalnya kalau kita naik mobil pada jalan yang halus dengan kecepatan konstan maka kita tidak akan terlalu banyak gerak. Tapi misalnya mobil kita percepat secara mendadak atau kita rem, maka kita akan merasakan gerakannya. (Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Piring Terbang Buatan NASA Siap Jalani Tes Terbang

Piring terbang LDSD buatan NASA. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Piring terbang buatan NASA yang bernama Low-Density Supersonic Decelerator (LDSD), sudah selesai dibuat dan siap untuk menjalani tes terbang. Piring terbang dengan tenaga roket ini dirakit di laboratorium JPL di Pasadena untuk kemudian tahap akhirnya dikerjakan di U.S. Navy's Pacific Missile Range Facility, Hawai. Rencananya dimasa depan, piring terbang ini akan digunakan untuk beberapa misi di Mars, termasuk misi berawak. Tes akan dilakukan pada 3 Juni 2014 dan berlangsung selama 3 minggu.

Nantinya piring terbang ini akan dibawa naik oleh balon udara ke ketinggian 120 km untuk kemudian dijatuhkan dan menyalakan roket pendorong yang ada untuk kemudian turun ke ketinggian 180 ribu kaki (54,86 km). Piring terbang ini nantinya akan diperbesar ukurannya sehingga memungkinkan untuk misi berawak, membawa wahana robot berukuran besar, dan juga untuk mengangkut suplai logistik untuk misi dengan durasi panjang di Mars. Lapisan stratosfer Bumi mirip dengan sifat atmosfer tipis Mars sehingga dipilih untuk menjadi lokasi uji coba. NASA akan menyediakan siaran relay untuk menyiarkan uji coba terbang melalui kamera yang terpasang pada balon udara dan piring terbang.

Piring terbang NASA ini dilengkapi dengan SIAD (Supersonic Inflatable Aerodynamic Decelerator) dan Supersonic Disk Sail Parachute untuk mengurangi kecepatan piring terbang saat akan mendarat. (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, May 19, 2014

Setahun di Planet ini Setara 80 Ribu Tahun di Bumi

Ilustrasi planet gas GU Psc b mengorbit bintang GU Psc yang jaraknya 300.000.000.000 kilometer. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Lucas Granito
Baru-baru ini ilmuwan menambahkan sebuah planet gas bernama GU Psc b ke dalam daftar eksoplanet. Planet tersebut mengorbit bintang GU Psc, sebuah bintang muda berusia 100 juta tahun yang ukurannya tiga kali lebih besar dari Matahari kita dan berada di konstelasi Pisces. Tim peneliti yang dipimpin oleh Marie-Ève Naud, mahasiswa pascasarana dari Université de Montréal berhasil menemukan planet ini setelah menggabungkan data pengamatan dari Gemini Observatories, Observatoire Mont-Mégantic (OMM), Canada-France-Hawaii Telescope (CFHT), dan W.M. Keck Observatory.

Planet GU Psc b adalah planet yang sangat aneh, karena letak orbitnya yang sangat jauh dari bintangnya yakni sekira 2000 kali jarak Matahari dengan Bumi. Jarak Matahari dengan Bumi sekira 150 juta kilometer yang berarti jika dikalikan 2000 maka jaraknya sekira 300.000.000.000 kilometer (300 miliar km). Jika Bumi punya orbit seperti GU Psc b, maka dibutuhkan waktu selama 80.000 tahun untuk sekali mengelilingi bintangnya (revolusi). Planet ini tidak mudah untuk diamati sebab pantulan cahaya bintang dipermukaannya sangat redup dan memiliki suhu yang rendah, sehingga pengamatan dilakukan melalui deteksi inframerah. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Kecepatan Angin Matahari Mempengaruhi Jumlah Petir di Bumi

Para ilmuwan telah menemukan bukti baru bahwa jumlah petir di Bumi selain dipengaruhi oleh sinar kosmik dari luar angkasa juga dipengaruhi oleh hembusan partikel bermuatan yang berasal dari Matahari. Peneliti dari University of Reading menemukan hubungan antara intensitas badai di Bumi dengan partikel bermuatan / berenergi yang digerakkan oleh angin surya / angin Matahari sehingga meningkatkan jumlah petir yang terjadi. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya jumlah petir di benua Eropa selama 40 hari selang beberapa saat setelah Bumi diterpa angin surya berkecepatan tinggi hingga satu juta mil per jam bahkan bisa lebih yang menghantam atmosfer Bumi.

Meskipun secara menyeluruh mekanisme tentang hal ini belum diketahui dengan detail, namun para peneliti mengatakan bahwa partikel di udara telah dirubah menjadi partikel bermuatan oleh angin surya yang bertabrakan dengan atmosfer Bumi. Penulis studi, Dr Schris Scott mengatakan bahwa pihaknya menemukan bukti bahwa angin surya berkecepatan tinggi bisa meningkatkan jumlah petir di Bumi baik intensitas maupun besarannya. "Sinar kosmik, partikel kecil dari alam semesta dipercepat oleh ledakan bintang memegang peranan penting dari perubahan cuaca di Bumi, tapi jika muatan yang dihasilkan kecil, maka angin surya Matahari bisa meningkatkan muatan listriknya," ungkap Dr Scott.

Sebelum datangnya angin surya berkecepatan tinggi, rata-rata di Inggris terjadi 321 petir dalam 40 hari dan setelah angin surya berkecepatan tinggi datang, jumlah petir yang terjadi meningkat menjadi 422. Sebenarnya secara alami medan magnet Bumi mampu menjadi pertahan yang kuat untuk melawan angin surya Matahari, sehingga dapat membelokkan partikel bermuatan di atas atmosfer. Tapi jika angin surya terlalu kencang maka akan meningkatkan intensitas partikel bermuatan yang ada. Sehingga energi yang dihasilkan mampu masuk ke dalam awan hujan dan mempengaruhi perubahan cuaca di Bumi. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto