Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, May 20, 2014

Kalau Bumi Memang Berputar, Kenapa Kita Tidak Merasakannya ??

Bumi. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: enkispeaks
Pertanyaan:
Mengapa kita tidak bisa merasakan kalau Bumi itu berputar?

Jawaban:
Bumi berputar (berotasi) sangat cepat dengan kecepatan mencapai 1.600 kilometer per jam dan mengorbit (revolusi) mengelilingi Matahari dengan kecepatan 107.000 kilometer per jam. Kita tidak bisa merasakan kalau Bumi itu berputar karena kecepatan Bumi itu konstan (sama), sehingga kita tidak bisa merasakan percepatan atau perlambatan. Kita hanya bisa merasakan kecepatan kalau ada perubahan kecepatan. Misalnya kalau kita naik mobil pada jalan yang halus dengan kecepatan konstan maka kita tidak akan terlalu banyak gerak. Tapi misalnya mobil kita percepat secara mendadak atau kita rem, maka kita akan merasakan gerakannya. (Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Piring Terbang Buatan NASA Siap Jalani Tes Terbang

Piring terbang LDSD buatan NASA. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Piring terbang buatan NASA yang bernama Low-Density Supersonic Decelerator (LDSD), sudah selesai dibuat dan siap untuk menjalani tes terbang. Piring terbang dengan tenaga roket ini dirakit di laboratorium JPL di Pasadena untuk kemudian tahap akhirnya dikerjakan di U.S. Navy's Pacific Missile Range Facility, Hawai. Rencananya dimasa depan, piring terbang ini akan digunakan untuk beberapa misi di Mars, termasuk misi berawak. Tes akan dilakukan pada 3 Juni 2014 dan berlangsung selama 3 minggu.

Nantinya piring terbang ini akan dibawa naik oleh balon udara ke ketinggian 120 km untuk kemudian dijatuhkan dan menyalakan roket pendorong yang ada untuk kemudian turun ke ketinggian 180 ribu kaki (54,86 km). Piring terbang ini nantinya akan diperbesar ukurannya sehingga memungkinkan untuk misi berawak, membawa wahana robot berukuran besar, dan juga untuk mengangkut suplai logistik untuk misi dengan durasi panjang di Mars. Lapisan stratosfer Bumi mirip dengan sifat atmosfer tipis Mars sehingga dipilih untuk menjadi lokasi uji coba. NASA akan menyediakan siaran relay untuk menyiarkan uji coba terbang melalui kamera yang terpasang pada balon udara dan piring terbang.

Piring terbang NASA ini dilengkapi dengan SIAD (Supersonic Inflatable Aerodynamic Decelerator) dan Supersonic Disk Sail Parachute untuk mengurangi kecepatan piring terbang saat akan mendarat. (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, May 19, 2014

Setahun di Planet ini Setara 80 Ribu Tahun di Bumi

Ilustrasi planet gas GU Psc b mengorbit bintang GU Psc yang jaraknya 300.000.000.000 kilometer. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Lucas Granito
Baru-baru ini ilmuwan menambahkan sebuah planet gas bernama GU Psc b ke dalam daftar eksoplanet. Planet tersebut mengorbit bintang GU Psc, sebuah bintang muda berusia 100 juta tahun yang ukurannya tiga kali lebih besar dari Matahari kita dan berada di konstelasi Pisces. Tim peneliti yang dipimpin oleh Marie-Ève Naud, mahasiswa pascasarana dari Université de Montréal berhasil menemukan planet ini setelah menggabungkan data pengamatan dari Gemini Observatories, Observatoire Mont-Mégantic (OMM), Canada-France-Hawaii Telescope (CFHT), dan W.M. Keck Observatory.

Planet GU Psc b adalah planet yang sangat aneh, karena letak orbitnya yang sangat jauh dari bintangnya yakni sekira 2000 kali jarak Matahari dengan Bumi. Jarak Matahari dengan Bumi sekira 150 juta kilometer yang berarti jika dikalikan 2000 maka jaraknya sekira 300.000.000.000 kilometer (300 miliar km). Jika Bumi punya orbit seperti GU Psc b, maka dibutuhkan waktu selama 80.000 tahun untuk sekali mengelilingi bintangnya (revolusi). Planet ini tidak mudah untuk diamati sebab pantulan cahaya bintang dipermukaannya sangat redup dan memiliki suhu yang rendah, sehingga pengamatan dilakukan melalui deteksi inframerah. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Kecepatan Angin Matahari Mempengaruhi Jumlah Petir di Bumi

Para ilmuwan telah menemukan bukti baru bahwa jumlah petir di Bumi selain dipengaruhi oleh sinar kosmik dari luar angkasa juga dipengaruhi oleh hembusan partikel bermuatan yang berasal dari Matahari. Peneliti dari University of Reading menemukan hubungan antara intensitas badai di Bumi dengan partikel bermuatan / berenergi yang digerakkan oleh angin surya / angin Matahari sehingga meningkatkan jumlah petir yang terjadi. Hal itu dibuktikan dengan meningkatnya jumlah petir di benua Eropa selama 40 hari selang beberapa saat setelah Bumi diterpa angin surya berkecepatan tinggi hingga satu juta mil per jam bahkan bisa lebih yang menghantam atmosfer Bumi.

Meskipun secara menyeluruh mekanisme tentang hal ini belum diketahui dengan detail, namun para peneliti mengatakan bahwa partikel di udara telah dirubah menjadi partikel bermuatan oleh angin surya yang bertabrakan dengan atmosfer Bumi. Penulis studi, Dr Schris Scott mengatakan bahwa pihaknya menemukan bukti bahwa angin surya berkecepatan tinggi bisa meningkatkan jumlah petir di Bumi baik intensitas maupun besarannya. "Sinar kosmik, partikel kecil dari alam semesta dipercepat oleh ledakan bintang memegang peranan penting dari perubahan cuaca di Bumi, tapi jika muatan yang dihasilkan kecil, maka angin surya Matahari bisa meningkatkan muatan listriknya," ungkap Dr Scott.

Sebelum datangnya angin surya berkecepatan tinggi, rata-rata di Inggris terjadi 321 petir dalam 40 hari dan setelah angin surya berkecepatan tinggi datang, jumlah petir yang terjadi meningkat menjadi 422. Sebenarnya secara alami medan magnet Bumi mampu menjadi pertahan yang kuat untuk melawan angin surya Matahari, sehingga dapat membelokkan partikel bermuatan di atas atmosfer. Tapi jika angin surya terlalu kencang maka akan meningkatkan intensitas partikel bermuatan yang ada. Sehingga energi yang dihasilkan mampu masuk ke dalam awan hujan dan mempengaruhi perubahan cuaca di Bumi. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Sunday, May 18, 2014

Ukuran Bintik Merah Raksasa Jupiter Semakin Mengecil

Foto planet Jupiter dan bintik merah raksasa (Great Red Spot) yang semakin mengecil. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Great Red Spot (bintik / titik merah raksasa) planet Jupiter diketahui mengalami pengecilan ukuran. Hal itu didapat setelah astronom melaukan pengamatan melalui teleskop Hubble untuk kemudian hasilnya dibandingkan dengan hasil pengamatan pada tahun-tahun sebelumnya.

Pada tahun 1800-an diketahui ukuran bintik merah Jupiter memiliki lebar sekitar 41.000 km, sebuah ukuran yang cukup besar untuk menampung hingga 3 Bumi di dalamnya. Kemudian pada tahun 1979 dan 1980 melalui wahana Voyager diketahui ukuran bintik merah mengecil menjadi 23.335 km dan pada bulan April 2014 lalu dengan menggunakan teleskop Hubble, astronom mendapati ukuran bintik merah menyusut lagi menjadi 16.500 km. "Pengamatan terbaru teleskop Hubble mengkonfirmasi bahwa Great Red Spot menyusut menjadi sekitar 16.500 km, diameter terkecil yang pernah kami ukur," ungkap Amy Simon astronom dari NASA's Goddard Space Flight Center di Maryland, Amerika Serikat.

Beberapa pengamatan yang dilakukan astronom amatir tahun 2012 juga mendapati hal yang sama bahwa ukuran diameter bintik merah mengecil 1000 km per tahun. Namun penyebabnya belum diketahui.

Great Red Spot Jupiter adalah sebuah bintik / titik merah raksasa yang sebenarnya merupakan badai antisiklon dahsyat yang berputar dengan kecepatan sangat tinggi hingga ratusan kilometer per jam. Diperkirakan bintik merah ini sudah ada sejak 340 tahun yang lalu atau bahkan lebih hal itu terbukti bahwa pengamatan binti merah ini sudah ada sejak tahun 1665 oleh Giovanni Domenico Cassini. (NS, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, May 16, 2014

Roket Proton Rusia Jatuh Sesaat Setelah Diluncurkan

Roket Proton Rusia. Image credit: Roscosmos
Roket Proton Rusia yang membawa sebuah satelit komunikasi canggih dikabarkan mengalami kegagalan sistem dan jatuh tak lama setelah lepas landas. Para pejabat Rusia mengatakan bahwa kontrol mesin roket mengalami masalah 545 detik setelah lepas landas dari Baikonur Space Centre, Kazakhstan. Badan Antariksa Rusia, Roscosmos menyatakan pihaknya telah membentuk sebuah tim untuk menyelidiki penyebab jatuhnya roket Proton tersebut. Roket Proton itu membawa satelit komunikasi Express-AM4P yang dibuat oleh Astrium Corporation salah satu perusahaan dari grup Airbus dan rencananya akan digunakan untuk melayani akses internet di beberapa wilayah Rusia yang masih jauh dengan sarana komunikasi. Diperkirakan kerugian akibat jatuhnya roket dan satelit ini mencapai 29 juta dollar.

Hal yang sama juga pernah terjadi pada tahun 2013 dimana beberapa peluncuran roket juga mengalami kegagalan dan Perdana menteri Rusia saat itu langsung memecat Kepala Roscosmos, Vladimir Popovkin. Kepala Roscosmos yang baru Oleg Ostapenko dituntut untuk dapat mengatasi masalah ini dengan dukungan dana miliaran dollar dana yang digelontorkan oleh Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dengan roket Proton, Rusia mampu menghasilkan puluhan juta dollar setahunnya melalui layanan peluncuran berbagai satelit dari berbagai negara dan kejadian seperti ini tentunya sangat memalukan dan mencoreng nama baik dari industri antariksa Rusia. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wednesday, May 14, 2014

Rusia Hanya Akan Gunakan ISS Sampai Tahun 2020

International Space Station (ISS). Image credit: ucsd.edu
Wakil Perdana Menteri Rusia, Dmitry Rogozin mengatakan kepada media pada hari Selasa bahwa Rusia hanya akan menggunakan Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) sampai tahun 2020 saja. 'Kami berencana menggunakan ISS hanya sampai tahun 2020. Selanjutnya Rusia akan menggunaan kemampuan yang ada untuk melaksanakan proyek luar angkasa lainnya yang menjanjikan," ungkap Dmitry Rogozin seperti yang diberitakan oleh Interfax. Sebelumnya badan antariksa Amerika, NASA menginvestasikan 100 miliar dollar untuk memperpanjang masa pakai ISS sampai tahun 2024.

Amerika dan Rusia terikat perjanjian kerjasama untuk pengiriman astronot ke ISS setelah NASA mempensiunkan seluruh pesawat ulang aliknya pada tahun 2011 lalu. Hubungan Rusia dan Amerika sendiri saat ini sedang tidak harmonis dikarenakan krisis di Ukraina. Salah satu yang diduga menjadi tokoh dibalik krisis tersebut adalah Dmitry Rogozin dan tampaknya hal itu mempengaruhi kerjasama kedua negara dibidang antariksa. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, May 13, 2014

Astronom Temukan Bintang Saudara Kembar Matahari Kita

Perbandingan Matahari kita dengan saudaranya, bintang HD 162826. Klik gambar unut memperbesar. Image credit: kevharris
Tim astronom yang dipimpin oleh astronom Ivan Ramirez dari University of Texas berhasil menemukan apa yang disebut sebagai saudara kembar Matahari. Dipastikan kembaran Matahari ini berasal dari awan gas dan debu yang sama dengan Matahari kita. Dengan diketahuinya kembaran Matahari ini maka akan semakin memberikan petunjuk yang jelas mengenai dari mana Matahari dan tata surya kita terbentuk. "Kami ingin tahu dimana kita dilahirkan," kata Ramirez. "Jika kita bisa mengetahui di mana di dalam galaksi tempat Matahari kita terbentuk, maka kita bisa mengetahui kondisi awal terbentuknya tata surya kita," tambahnya.

Kembaran Matahari yang disebut sebagai bintang HD 162826 berada 110 tahun cahaya di konstelasi Hercules dan berukuran 15 persen lebih besar dari Matahari kita. Astronom menyimpulkan bahwa bintang HD 162826 adalah kembaran Matahari setelah mempelajari sekitar 30 kandidat bintang dengan 23 bintang diteliti oleh langsung Ivan Ramirez dan tim untuk kemudian dianalisa struktur kimia dan orbitnya dengan menggunakan Harlan J. Smith Telescope di McDonald Observatory dan 7 bintang sisanya diteliti menggunakan Clay Magellan Telescope di Observatorium Las Campanas, Chile. Kedua teleskop tersebut dipilih karena dilengkapi dengan high-resolution spectroscopy yakni sebuah instrumen untuk menganalisa stuktur kimia dari sebuah bintang. Bintang HD 162826 sebenarnya telah diamati oleh tim dari McDonald Observatory Planet Search selama lebih dari 15 tahun.

Menurut Ramirez, Matahari lahir dalam sebuah cluster atau kelompok bintang yang terdiri dari seratus ribu bintang. Cluster bintang ini terbentuk lebih dari 4,5 miliar tahun yang lalu sebelum akhirnya terpisah. Beberapa bintang lari menuju ke berbagai tempat di galaksi Bima Sakti, sementara bintang HD 162826 masih relatif dekat dengan tempat asalnya dan dekat dengan kembarannya yakni Matahari. Saat ini belum diketahui apakah bintang HD 162826 memiliki planet layak huni atau tidak. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto