Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Friday, May 30, 2014

SpaceX Perkenalkan Kapsul Antariksa Baru Pengganti Soyuz TMA

Elon Musk berfoto bersama dengan kapsul Dragon V2. Image credit: SpaceX
Baru-baru ini perusahaan antariksa swasta terkenal asal Amerika, SpaceX, memperkenalkan kapsul antariksa baru yang akan digunakan untuk membawa astronot ke Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Kapsul yang diberinama Dragon V2 itu akan menggantikan fungsi dari pesawat ulang alik (Space Shuttle) yang sudah dipensiunkan NASA pada 2011 lalu. Kapsul Dragon V2 ini sekaligus akan menggantikan peran dari kapsul Soyuz yang selama 3 tahun ini digunakan oleh astronot untuk terbang ke ISS, dimana biaya penerbangan (pergi-pulang) untuk satu orang astronot sekira 70 juta dollar.
Bagian dalam kapsul Dragon V2. Kapsul ini bisa membawa 7 orang astronot. Image credit: SpaceX
CEO SpaceX, Elon Musk, mengatakan bahwa kapsul Dragon V2 ini telah mengalami banyak peningkatan dari kapsul Dragon versi sebelumnya yang biasa digunakan untuk mengirim suplai kargo untuk ISS dari tahun 2012 lalu. Kelebihan kapsul Dragon V2 ini adalah mampu untuk terbang ke ISS dengan menggunakan mode otomatis, sehingga ketika akan merapat dengan ISS tidak perlu lagi menggunakan lengan robot Canadarm2 untuk menggapai kapsul melainkan kapsul itu akan merapat dengan sendirinya. Selain itu kapsul Dragon V2 ini bisa mendarat di mana pun tanpa menggunakan parasut tetapi dengan menggunakan roket yang ada pada kapsul tersebut. Walaupun begitu, parasut juga akan tetap dipasang pada kapsul untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan seperti kegagalan mesin roket dan sebagainya. Kapsul Dragon V2 juga bisa digunakan berulang kali (reusable) tanpa harus membuatnya lagi. Cukup dengan mengisikan bahan bakar ke dalamnya, maka kapsul akan bisa beroperasi lagi.

Elon Musk mengklaim bahwa dengan kelebihan-kelebihan itu akan membuat biaya perjalanan astronot menjadi lebih murah dengan tingkat keamanan yang sangat tinggi. SpaceX bersaing dengan tiga perusahaan lain yaitu Boeing, Sierra Nevada, dan Blue Origin yang mana masing-masing juga mendapatkan dana jutaan dollar dari NASA untuk menyediakan sarana dan prasaran bagi astronot NASA untuk dapat pergi ke ISS tanpa ketergantungan dengan kapsul Soyuz buatan Rusia. Terlebih lagi saat ini Amerika sedang "berkonflik" dengan Rusia, sehingga hal ini bisa menjadi titik balik dari kemandirian program antariksa Amerika

Rencananya penerbangan perdana kapsul Dragon V2 ini akan dilakukan pada tahun 2017. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, May 29, 2014

Berapa Lama Waktu Tempuh untuk Menuju Galaksi Terdekat Kita ?

Awan Magellan Besar dan Awan Magellan Kecil. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: constellation-guide
Pertanyaan:
Berapa lama sih waktu untuk menuju galaksi yang paling dekat dengan galaksi Bima Sakti kalau kita naik pesawat luar angkasa?

Jawaban:
Tergantung seberapa cepat pesawat luar angkasa itu bergerak. Tapi yang pasti dengan teknologi yang ada saat ini pastinya akan membutuhkan waktu yang sangat, sangat, sangat lama bagi manusia untuk menuju galaksi terdekat dengan galaksi Bima Sakti tempat Bumi kita ini berada. Galaksi yang paling dekat dengan Bima Sakti adalah galaksi Large Magellanic Cloud (Awan Magellan Besar) yang berjarak 179 ribu tahun cahaya, Small Magellanic Cloud (Awan Magellan Kecil) berjarak 210 ribu tahun cahaya, dan galaksi Andromeda berarak 2,9 juta tahun cahaya. Satu tahun cahaya adalah jarak yang ditempuh oleh cahaya dalam satu tahun di ruang hampa yaitu 186 ribu mil per detik atau 300 ribu km per detik.

Jika sebuah roket bisa meluncur 10.000 km per detik pun (belum ada), masih akan sangat, sangat, sangat lamaaaaa sekali bahkan hanya untuk menuju galaksi terdekat kita sekalipun.

Silahkan dibayangkan :-)

(Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Kehidupan Mungkin Pernah Ada di Dekat Gunung Arsia Planet Mars

Gunung Arsia (Arsia Mons) di Mars. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: kees veenenbos
Hasil penelitian terbaru dari ilmuwan geologi menyimpulkan bahwa daerah di sekitar gunung Arsia (Arsia Mons) di Mars sangat berpotensi untuk mendukung adanya kehidupan pada masa lalu. Lebih lanjut mereka mengatakan bahwa letusan terakhir gunung api Arsia pada 210 juta tahun lalu membuat lapisan es gletser di sana mencair dan biasanya di mana ada air, di situlah ada kemungkinan adanya kehidupan.

Gunung Arsia adalah gunung berapi dengan tinggi hampir dua kali tinggi gunung Everest dan menjadi gunung tertinggi ketiga di tata surya. Diperkirakan letusan gunung pada 210 juta tahun lalu itu membentuk sebuah danau. Menurut Kat Scanlon, seorang mahasiswa pasca sarjana dari Brown University, jumlah air yang ada di danau itu bisa mencapai ratusan kilometer kubik air cair. "Hal ini menarik karena ini adalah cara untuk mendapatkan air berwujud cair dalam jumlah banyak di Mars," kata Scanlon.
Daerah di sekitar gunung Arsia yang diperkirakan pernah ada kehidupan. Dikelilingi oleh kipas aluvial (lihat inset) yang berasal dari tepi-tepi situs glasial. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA/Goddard Space Flight Center/Arizona State University/Brown University
Mengingat letusan gunung masih relatif baru (210 juta tahun), maka kemungkinan untuk menemukan jejak-jejak kehidupan sangat besar, sebab kondisi lingkungannya masih belum banyak berubah. Berbeda dengan lingkungan di sekitar gunung Aeolis tempat di mana robot Curiosity menjalankan misinya. Lingkungan di sekitar gunung Aeolis lebih tua 2,5 miliar tahun dari lingkungan di sekitar gunung Arsia. Oleh sebab itu daerah sekitar gunung Arsia sangat menarik untuk dieksplorasi di masa depan.

Sebelumnya pada tahun 1970-an, ilmuwan telah berspekulasi bahwa daerah di barat laut gunung Arsia pernah tertutup oleh es. Spekulasi itu diperkuat oleh pendapat ahli geologi dari Brown University, Jim Head dan David Marchant dari Boston University yang mengungkapkan bahwa daerah di sekitar gunung Arsia mirip dengan Dry Valley di Antartika yang dulu pernah ada es di sana sebelum akhirnya es tersebut mencair dan lenyap. (SCD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, May 24, 2014

Astronom Temukan Bintang di Bagian Terluar Galaksi Bima Sakti

Piringan galaksi Bima Sakti jika dilihat dari luar. Matahari (lingkaran kuning kecil), bintang Cepheid yang telah diteliti dan dekat dengan Matahari (warna biru muda) dan bintang Cepheid yang baru ditemukan dan terletak di pinggiran Bima Sakti (warna biru gelap). Gas hidrogen tersebar hingga ke luar galaksi (warna merah muda). Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: R. M. Catchpole (IoA Cambridge) and NASA/JPL-Caltech
Tim gabungan astronom Afrika Selatan dan Jepang berhasil menemukan beberapa bintang yang letaknya di bagian paling tepi dari galaksi Bima Sakti. Bintang-bintang itu letaknya lebih kurang 80.000 tahun cahaya dari Bumi. Penemuan ini menjadi petunjuk untuk mengetahui bagaimana galaksi Bima Sakti terbentuk. Bintang-bintang ini akan membantu para astronom untuk melacak distribusi persebaran materi gelap (dark matter) di Bima Sakti.

Lima diantara beberapa bintang yang ditemukan dianggap sebagai bintang khusus yang disebut sebagai Cepheid variable (OGLE-BLG-CEP-32) yang mana bintang-bintang tersebut memiliki tingkat kecerahan yang berubah secara teratur dalam waktu siklus beberapa hari. Bintang variabel Cepheid ini mempunyai karakteristik khusus yang memungkinkan astronom untuk mengukur jaraknya secar akurat. Beberapa instrumen yang digunakan oleh astronom untuk mengukur jarak bintang-bintang itu antara lain Southern African Large Telescope (SALT) dan Infrared Survey Facility (IRSF).

Seperti yang diketahui bersama bahwa kebanyakan bintang di galaksi Bima Sakti tersebar di dalam piringan galaksi seperti pada gambar di atas. Awalnya astronom mengira bahwa hanya gas Hidrogen saja yang bisa menyebar dari pusat galaksi sampai ke pinggir piringan galaksi. Ternyata setelah diteliti, bintang pun bisa tersebar hingga ke pinggiran galaksi.

Beberapa astronom yang terlibat dalam penemuan ini antara lain Prof Patricia Whitelock, Prof Michael Feast dan Dr John Menzies, ketiganya berasal dari Afrika Selatan dan Dr Noriyuki Matsunaga dari Jepang. Penemuan mereka ini diterbitkan dalam jurnal Nature edisi 15 Mei. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, May 23, 2014

Robot Curiosity Diduga Bawa Bakteri ke Mars

Robot penjelajah Mars, Curiosity. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: JPL
Wahana penjelajah Mars, Curiosity ternyata tidak hanya membawa instrumen ilmiah saja tapi juga dicurigai membawa bakteri / mikroba ke planet Merah itu. Hal tersebut terungkap berdasarkan studi yang dilakukan oleh American Society for Microbiology yang diterbitkan dalam jurnal Nature yang mengungkapkan bahwa sekira 377 bakteri dapat bertahan dari proses sterilisasi yang dilakukan NASA. Sterilisasi dilakukan untuk mencegah kontaminasi di Mars.

Meskipun demikian, ahli mikrobiologi Stephanie Smith dari University of Idaho selaku pemimpin dan penulis dalam penelitian ini mengatakan bahwa pihaknya belum mengetahui apakah bakteri yang lolos dari sterilisasi tadi dapat bertahan hidup di kondisi Mars yang ekstrim. Tingkat radiasi, oksidasi, keadaan yang kering, dan sumber nutrisi yang terbatas menjadi tantangan bagi bakteri-bakteri itu untuk bertahan hidup.

"Mengetahui apakah mikroorganisme dapat bertahan dalam simulasi kondisi mirip Mars sangat penting untuk mengatasi kemungkinan resiko kontaminasi planet Merah itu," tambah Smith.

Pencemaran terhadap planet lain sangat memprihatinkan para ilmuwan. Sebelumnya pada tahun 1966, PBB sudah membuat perjanjian luar angkasa yang mengatur bagaimana sebuah program luar angkasa yang dijalankan oleh sebuah negara dilaksanakan. Perjanjian itu berbunyi "Negara bertanggung jawab atas kerusakan yang disebabkan oleh benda-benda luar angkasa mereka, dan harus menghindari kontaminasi berbahaya dari luar angkasa dan benda langit".

Khusus untuk Mars, Europa, dan obyek luar angkasa lain yang berpotensi dapat mendukung kehidupan, ilmuwan memiliki standar ketat yakni 300 spora bakteri per meter persegi. Semoga saja Curiosity tidak benar-benar mencemari Mars. (MD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, May 22, 2014

Apa Sih Bintang Wolf-Rayet Itu ?

Bintang WR 22 (tengah) di Carina Nebula. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: ESO
Matahari merupakan satu-satunya obyek yang paling besar di tata surya kita. Massanya 330.000 kali massa Bumi yang berarti 99,86 persen dari masa tata surya. Suhunya luar biasa panas. Suhu di permukaannya bisa mencapai 6000 derajat Celcius dan suhu di dalam intinya mencapai 15,7 juta derajat Celcius. Tapi jika dibandingkan dengan bintang Wolf-Rayet, Matahari kita masih tergolong bintang yang kecil. Apa sih sebenarnya bintang Wolf-Rayet itu?

Bintang Wolf-Rayet / WR Stars adalah bintang-bintang besar yang memiliki massa 20 kali massa Matahari kita yang dengan cepat kehilangan massanya melalui angin surya yang dihembuskannya dengan kecepatan sekira 2.000 km per detik. Biasanya bintang-bintang tersebut kehilangan massa sekira 10-5 massa Matahari per tahun yang berarti satu miliar kali lebih tinggi dari Matahari kita. Bintang Wolf-Rayet ini suhunya sangat panas. Suhu di permukaannya mencapai 29.700 - 200.000 derajat Celcius. Selain itu bintang Wolf-Rayet ini memiliki tingkat lumonitas bolometrik cahaya yang sangat tinggi yakni beberapa juta kali dari Matahari kita, tapi tidak terlalu terang jika dilihat dengan mata sebab yang banyak dipancarkan adalah sinar-X.

Bintang-bintang ini dinamakan Wolf-Rayet karena pertama kali ditemukan oleh astronom Charles Wolf dan Georges Rayet pada tahun 1867. Awalnya mereka mendeteksi spektrum bintang yang tidak biasa. Dan ternyata setelah diteliti, spektrum itu diakibatkan oleh dorongan gas / angin surya berkecepatan tinggi dari sebuah bintang.

Beberapa bintang yang dikelompokkan ke dalam bintang Wolf-Rayet antara lain bintang Gamma Velorum, Theta Muscae, dan R136a1. Ketiga bintang itu bisa kita lihat dengan mata tanpa bantuan teropong. Komposisi bintang-bintang seperti ini umumnya biasanya terdiri dari Helium, Nitrogen, Karbon, Silikon, Oksigen, dan sedikit Hidrogen. Seperti bintang lainnya, bintang Wolf-rayet juga bisa berakhir menjadi supernova seperti yang baru-baru ini terjadi di galaksi UGC 9379 yang berjarak 360 juta tahun cahaya dari Bumi.
Ledakan supernova bintang Wolf-Rayet (titik biru ditunjuk panah) di galaksi UGC 9379. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Avishay Gal-Yam, Weizmann Institute of Science
(PHS, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, May 20, 2014

Kalau Bumi Memang Berputar, Kenapa Kita Tidak Merasakannya ??

Bumi. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: enkispeaks
Pertanyaan:
Mengapa kita tidak bisa merasakan kalau Bumi itu berputar?

Jawaban:
Bumi berputar (berotasi) sangat cepat dengan kecepatan mencapai 1.600 kilometer per jam dan mengorbit (revolusi) mengelilingi Matahari dengan kecepatan 107.000 kilometer per jam. Kita tidak bisa merasakan kalau Bumi itu berputar karena kecepatan Bumi itu konstan (sama), sehingga kita tidak bisa merasakan percepatan atau perlambatan. Kita hanya bisa merasakan kecepatan kalau ada perubahan kecepatan. Misalnya kalau kita naik mobil pada jalan yang halus dengan kecepatan konstan maka kita tidak akan terlalu banyak gerak. Tapi misalnya mobil kita percepat secara mendadak atau kita rem, maka kita akan merasakan gerakannya. (Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Piring Terbang Buatan NASA Siap Jalani Tes Terbang

Piring terbang LDSD buatan NASA. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Piring terbang buatan NASA yang bernama Low-Density Supersonic Decelerator (LDSD), sudah selesai dibuat dan siap untuk menjalani tes terbang. Piring terbang dengan tenaga roket ini dirakit di laboratorium JPL di Pasadena untuk kemudian tahap akhirnya dikerjakan di U.S. Navy's Pacific Missile Range Facility, Hawai. Rencananya dimasa depan, piring terbang ini akan digunakan untuk beberapa misi di Mars, termasuk misi berawak. Tes akan dilakukan pada 3 Juni 2014 dan berlangsung selama 3 minggu.

Nantinya piring terbang ini akan dibawa naik oleh balon udara ke ketinggian 120 km untuk kemudian dijatuhkan dan menyalakan roket pendorong yang ada untuk kemudian turun ke ketinggian 180 ribu kaki (54,86 km). Piring terbang ini nantinya akan diperbesar ukurannya sehingga memungkinkan untuk misi berawak, membawa wahana robot berukuran besar, dan juga untuk mengangkut suplai logistik untuk misi dengan durasi panjang di Mars. Lapisan stratosfer Bumi mirip dengan sifat atmosfer tipis Mars sehingga dipilih untuk menjadi lokasi uji coba. NASA akan menyediakan siaran relay untuk menyiarkan uji coba terbang melalui kamera yang terpasang pada balon udara dan piring terbang.

Piring terbang NASA ini dilengkapi dengan SIAD (Supersonic Inflatable Aerodynamic Decelerator) dan Supersonic Disk Sail Parachute untuk mengurangi kecepatan piring terbang saat akan mendarat. (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto