Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Saturday, August 25, 2012

Warna Galaksi Bima Sakti (Milky Way)

Galaksi SDSS J083909.27+450747.7 yang diteliti oleh Jeffrey Newman dan Timothy Licquia. Galaksi ini memiliki sifat yang sangat cocok dengan Bima Sakti. Seperti inilah galaksi Bima Sakti. Image credit: Sloan Digital Sky Survey
Apa warna galaksi Bima Sakti (Milky Way)? Kenapa galaksi kita disebut Milky Way?. Jika ada alien di luar sana yang sedang memandang galaksi kita, kira-kira akan berwarna seperti apa yah? menurut Dr Jeffrey Newman dari University of Pittsburgh, warna galaksi Bima Sakti adalah putih seperti salju halus musim dingin yang terlihat saat pagi. Hal itu disampaikannya pada pertemuan American Astronomical Society (AAS).

Nenek moyang kita memberikan nama galaksi kita "Milky Way" karena saat mereka memandang langit, mereka melihat "pita" yang membentang dari cakrawala satu ke cakrawala lainnya tampak berwarna putih. Hal itu disebabkan oleh tingkat cahaya yang rendah yang menyebabkan pengelihatan kita menjadi tidak sensitif. "Ada bagian-bagian dari galaksi Bima Sakti yang berwarna kuning, merah, dan biru. Mata kita tidak bisa melihatnya, namun instrumen astronomi atau peralatan fotografi bisa menangkap warna cahaya tersebut." kata Newman.

Saat kita melihat galaksi lain, kita bisa melihatnya secara keseluruhan dan mengetahui warna dan lumonitasnya dan membantu kita untuk mempelajarinya. Hal itu berbeda dengan galaksi Bima Sakti tempat kita tinggal. kita tidak bisa melihatnya dari luar galaksi. Belum lagi pandangan kita terhalang oleh debu astronomi dan awan. Kita hanya bisa melihat hingga jarak sekitar 1000-2000 tahun cahaya ke segala arah. Padahal galaksi kita diameternya 100 ribu tahun cahaya.
Panorama galaksi Bima Sakti yang merupakan hasil perpaduan lebih dari 3000 gambar yang diambil dari Bumi. Image credit: Axel Mellinger
Dikutip astronomi.us dari universetoday.com, Sabtu (25/08/2012), Newman bersama dengan rekannya, Timothy Licquia yang merupakan seorang mahasiswa PhD bidang Fisika di University of Pittsburgh, menggunakan gambar dari Sloan Digital Sky Survey yang berisi sifat rinci dari sekitar 1 juta galaksi, mereka mencari dan mempelajari galaksi lain yang memiliki sifat mirip dengan Bima Sakti baik dalam hal massa dan formasi bintang. Mereka menemukan bahwa warna komposit Bima Sakti adalah Putih salju yang pada pusatnya berwarna kuning dan keluar "kebiruan" pada lengan spiralnya. Newman juga mengukur suhu dari warna cahaya Bima Sakti yaitu sekitar 4.840 K kemudian membandingkannya dengan nyala bola lampu standar dengan suhu warna 4.700-5000 K. Mata kita menangkap sinar tersebut sebagai warna putih. Maka tidaklah salah jika galaksi kita diberi nama Milky Way. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Monday, August 20, 2012

Nebula Barnard 59, Nebula Gelap dengan Awan Debu Sangat Tebal

Nebula Barnard 59 / Pipe Nebula. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: ESO
Teleskop MPG / ESO di La Silla Observatory berhasil menangkap citra dari nebula Barnard 59. Nebula ini berbeda dengan nebula-nebula lainnya sebab ia tidak memancarkan cahaya melainkan berwarna hitam gelap.

Pada awalnya para astronom mengira bahwa nebula ini merupakan suatu daerah di mana tidak ada bintang di situ, namun setelah diamati, nebula Barnard 59 ternyata merupakan sebuah nebula yang terdiri dari awan debu antar bintang yang sangat tebal sehingga cahaya bintang tidak mampu menembusnya.

Nebula Barnard 59 juga dikenal dengan sebutan nebula Pipa atau Pipe Nebula. Nebula ini berada dekat dengan pusat galaksi Bima Sakti di konstelasi Ophiuchus (The Serpent Bearer) dan berada sekitar 600-700 tahun cahaya dari Bumi.

Nebula Barnard 59 pertama kali ditemukan oleh astronom Amerika bernama Edward Emerson Barnard yang untuk pertama kalinya merekam citra nebula gelap ini menggunakan peralatan fotografi. Ia banyak memberikan konsribusi dalam bidang astronomi pada abad ke-19 dan 20.

Seperti nebula lainnya, nebula Barnard 59 juga merupakan tempat terbentuknya bintang-bintang. Bedanya bintang yang terbentuk di sana hanya sedikit dan lebih banyak debu antar bintangnya. Terlihat di beberapa bagian dari nebula ini berbentuk seperti kaki laba-laba. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Saturday, August 18, 2012

Bagaimana Membedakan Cahaya Bintang dan Planet Pada Malam Hari ?

Panorama galaksi Bima Sakti di malam hari.
Salah satu obyek paling menarik di langit malam bagi astronom amatir adalah planet-planet besar di tata surya. Paling tidak, ada empat planet utama yang bisa diamati dengan jelas, yakni Venus, Mars, Jupiter, dan Saturnus.

Namun, untuk mengamati planet-planet tersebut, seorang pengamat harus bisa membedakan penampakan planet dan bintang di langit malam. Bagi mata orang awam, seluruh obyek tampak sama, berupa titik cahaya yang bertebaran di langit dan secara umum disamakan sebagai "bintang".

Padahal, ada perbedaan mendasar antara planet dan bintang. Salah satunya, bintang memancarkan cahaya sendiri (Matahari adalah sebuah bintang), sedangkan planet terlihat bercahaya karena memantulkan cahaya Matahari (seperti Bulan).

Ada beberapa cara membedakan planet dan bintang di langit malam dengan mata telanjang tanpa bantuan alat. Setelah mata telanjang bisa mengenali mana planet dan mana bintang, baru orang dapat meneropong planet yang ingin diamati. Beberapa caranya adalah:
  1. Cahaya planet tampak lebih terang dan ukurannya lebih besar dibandingkan dengan bintang. Hal ini karena letak mereka lebih dekat dibandingkan dengan jarak bintang. Salah satu contoh planet yang paling mudah dikenali adalah Venus. Biasanya tampak sesaat setelah Matahari tenggelam dan menjelang Matahari terbit. Planet Venus sering disebut "Bintang Fajar" atau "Bintang Kejora" karena cahayanya sangat cemerlang. Adapun Planet Mars dapat dikenali dari cahayanya yang berwarna kemerahan.
  2. Cahaya bintang tampak berkelap-kelip, sedangkan cahaya planet cenderung tidak berkelap-kelip. Letak bintang sangat jauh dari Bumi sehingga cahaya yang tiba di permukaan Bumi sudah sangat lemah dan mudah terganggu turbulensi udara di atmosfer. Turbulensi udara ini bisa membiaskan atau membelokkan cahaya sehingga cahaya bintang tampak berkelap-kelip.
  3. Sedang cahaya dari planet cenderung lebih stabil karena planet lebih dekat sehingga cahaya yang sampai di permukaan Bumi "lebih banyak". Gangguan turbulensi udara di atmosfer juga tak terlalu berpengaruh.
  4. Apabila pengamatan dilakukan beberapa hari berturut-turut, akan terlihat posisi planet akan berpindah dari hari ke hari (waktu terbit atau tenggelam akan berbeda dari hari ke hari). Planet terlihat bergerak terhadap latar belakang bintang-bintang yang lain.
  5. Hal ini disebabkan gerakan Bumi mengelilingi Matahari sehingga posisi planet-planet itu akan terlihat bergeser pada hari yang berbeda. Karakter ini juga dapat dijadikan patokan untuk membedakan planet dan bintang.

Copenhagen Suborbitals Luncurkan Kapsul Beautiful Betty

Peluncuran kapsul Beautiful Betty dari kapal Randy oleh Copenhagen Suborbitals. Image credit: Thomas Pedersen/Copenhagen Suborbitals
Roket Launch Escape System (LES) berhasil meluncur. Image credit: Thomas Pedersen/Copenhagen Suborbitals
Sebuah organisasi nirlaba Denmark, Copenhagen Suborbitals pada hari Minggu (12/08/2012) lalu melakukan peluncuran kapsul luar angkasa buatan mereka. Kapsul yang diberi nama "Beautiful Betty" tersebut diluncurkan melalui sebuah kapal bernama Randy di lepas laut Baltik. Beautiful Betty di luncurkan dengan menggunakan roket Launch Escape System (LES).

Launch Escape System (LES) sebagai roket pembawa kapsul meluncur sedikit tak terkendali sehingga berputar dan menyebabkan kapsul Beautiful Betty jatuh pada ketinggian yang terlalu rendah. Hal itu menyebabkan parasut kapsul Beautiful Betty tidak membuka dengan sempurna sehingga kapsul tersebut jatuh dengan "keras" ke laut dan salah satu bagiannya penyok.

Diungkapkan oleh salah satu anggota tim dari Copenhagen Suborbitals yang dipimpin oleh Kristian von Bengtson dan Peter Madsen, mereka cukup senang dengan peluncuran tersebut.

"Hari ini semua sistem bekerja, sistem menempatkan Beautiful Betty pada ketinggian yang terlalu rendah sehingga parasut tidak membuka sepenuhnya. tapi kami senang," tulis anggota Copenhagen Suborbitals di facebook mereka sesaat setelah peluncuran seperti yang dikutip astronomi.us dari space.com, Sabtu (18/08/2012).

Tujuan dari Copenhagen Suborbitals adalah menciptakan sebuah sistem peluncuran luar angkasa dengan biaya murah. Copenhagen Suborbitals didanai oleh sumbangan orang perorang dan biaya dari berbagai sponsor. Copenhagen Suborbitals telah melaksanakan serangkaian riset dan uji coba sejak tahun 2008. Ini sekaligus menandai momen bahwa perusahaan antariksa swasta semakin antusias untuk ikut meramaikan dunia teknologi antariksa (Adi Saputro/ astronomi.us)

Setelah Dikritik, Kepala Perusahaan Pembuat Roket Proton-M Mengundurkan Diri

Roket Proton-M. Image credit: spacedaily.com
Setelah dikritik keras oleh Perdana Menteri Rusia, Dmitry Medvedev. Kepala dari Perusahaan pembuat roket Proton-M, Khrunichev State Research and Production Space Center, Vladimir Nesterov akhirnya mengundurkan diri. Pengunduran diri itu dilatar belakangi oleh kritik Medvedev mengenai kegagalan peluncuran 2 satelit yang dibawa oleh roket Proton-M pada 7 Agustus lalu. Salah satu satelit itu adalah Telkom-3 milik Indonesia. Dalam kasus tersebut perusahaan Khrunichev dan Briz-M dituntut untuk bertanggung jawab.

Berbicara setelah mengadakan pertemuan dengan pejabat Rusia, Medvedev mengungkapkan bahwa serangkaian kegagalan peluncuran tersebut mencoreng citra Rusia sebagai "leading space power" dan ia mengusulkan agar dilakukan kontrol ketat terhadap semua produksi fasilitas kedirgantaraan di negara tersebut. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Ilmuwan Temukan Gas Helium di Atmosfer Bulan

NASA's Lunar Reconnaissance Orbiter. Image credit: space-travel.com
Ilmuwan dengan menggunakan Lyman Alpha Mapping Project (LAMP) yang terpasang pada NASA's Lunar Reconnaissance Orbiter berhasil menemukan gas Helium di atmosfer Bulan. Hal ini sebagai penguat bukti percobaan Lunar Atmosphere Composition Experiment (LACE) pada tahun 1972 yang dilakukan oleh Astronot pada misi Apollo 17.

Penemuan itu didapat setelah ilmuwan melakukan penelitian terhadap emisi ultraviolet yang terlihat di atmosfer di atas permukaan Bulan.

"Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah Helium tersebut berasal dari dalam Bulan? Apakah gas tersebut dihasilkan dari peluruhan radioaktif dari dalam batu, ataukah dari sumber luar seperti angin Matahari (solar wind)?," ucap Dr Alan Stern, peneliti utama dari Southwest Research Institute seperti yang dikutip astronomi.us dari space-travel.com, Sabtu (18/08/2012).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Dr Paul Feldman dari Johns Hopkins University menunjukkan bahwa jumlah Helium yang ada bisa berbeda-beda, dipengaruhi oleh angin Matahari.  Saat Bulan melintas di belakang Bumi dan terhalang oleh angin Matahari, jumlah Helium jadi menurun.

"Jika hal itu dipengaruhi oleh angin surya / angin Matahari, maka hal itu akan menjadi petunjuk bagi kita bahwa proses yang sama juga pada obyek luar angkasa yang lain," ucap Stern.

Namun jika pengamatan yang dilakukan oleh LAMP tidak menunjukkan hubungan angin Matahari dengan Helium di atmosfer Bulan, maka peluruhan radioaktif atau sebuah proses di dalam "tubuh" Bulan merupakan asal muasal dari Helium tersebut, contohnya seperti gempa di permukaan Bulan.

Selain Helium, pada tahun 1972, Lunar Atmosphere Composition Experiment (LACE) juga menemukan gas argon di permukaan Bulan. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Thursday, August 16, 2012

Ilmuwan Temukan Bukti Keberadaan Materi Gelap (Dark Matter)

Ilustrasi. Image credit: spacedaily.com
Ilmuwan berhasil mendeteksi Foton sinar Gamma yang keluar dari pusat galaksi Bima Sakti dan ini menjadi petunjuk bahwa materi gelap (dark matter) saling memusnahkan satu dengan lainnya. Hal itu diungkapkan oleh peneliti dari UC Irvine astrophysicists.

Peneliti Kevork Abazajian dan Manoj Kaplinghat menganalisa data yang dikumpulkan oleh NASA's Fermi Gamma-ray Space Telescope pada Agustus 2008 sampai Juni 2012. Mereka menemukan foton sinar Gamma datang dari pusat galaksi Bima Sakti. Radiasi elektromagnetik dari sinar Gamma memancar selama terjadinya peluruhan radioaktif atau aktifitas dari partikel berenergi tinggi lainnya.

"Ini adalah pertama kalinya asal foton sinar Gamma terdeteksi dengan data statistik yang tinggi. Selain itu bentuk dan spektrumnya sangat konsisten dengan teori-teori utama yang menjelaskan materi gelap (dark matter)," ungkap Abazajian seperti yang dikutip astronomi.us dari spacedaily.com pada hari Kamis (16/08/2012).

"Di masa depan, observasi akan difokuskan pada galaksi kerdil, sehingga kita bisa memastikan apakah ini sebenarnya materi gelap atau bukan," tambah Abazajian.

Materi gelap mengisi 85 persen dari massa alam semesta kita. Keberadaannya hanya bisa dideteksi pada efek gravitasinya terhadap obyek lain yang terlihat (kasat mata). Hipotesis yang ada saat ini mengungkapkan bahwa materi gelap (dark matter) tersusun atas partikel masif dengan interaksi yang lemah atau disebut dengan WIMPs. Saat dua WIMPs bertemu, mereka akan saling memusnahkan untuk menghasilkan partikel yang lebih akrab termasuk sinar Gamma. Namun sinar Gamma juga bisa dihasilkan dari sumber lain seperti partikel berenergi tinggi yang berinteraksi dengan gas di pusat galaksi. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Ilmuwan UCLA Temukan Lempeng Tektonik di Mars

Ilustrasi Valles Marineris di Mars. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: novacelestia.com
Seorang ilmuwan dari UCLA (University of California, Los Angeles), An Yin, berhasil menemukan lempeng tektonik di planet Mars

Dikutip astronomi.us dari marsdaily.com, Kamis (16/08/2012), An Yin menemukan lempeng tektonik Mars dengan menganalisa gambar dari THEMIS (Thermal Emission Imaging System), sebuah instrumen yang terdapat pada wahana Odyssey, dan juga menganalisa gambar dari HIRISE (High Resolution Imaging Science Experiment) pada wahana Mars Reconnaissance Orbiter. Yin menganalisa lebih kurang 100 gambar dan 12 gambar diantaranya menunjukkan adanya lempeng tektonik.

"Mars adalah memiliki lempeng tektonik primitif. Ia memberikan gambaran seperti apa aktifitas lempeng tektonik saat usia Bumi masih muda," ucap An Yin.

Sebelumnya Yin juga telah mengadakan penelitian geologi di Himalaya dan Tibet, tempat dimana dua dari tujuh lempeng tektonik Bumi terbelah.

"Ketika saya mempelajari citra satelit dari Mars, banyak fitur yang mirip dengan apa yang saya temui di Himalaya dan Tibet, termasuk geomorfologinya," kata Yin yang juga seorang seorang ahli geologi planet. Kesamaan tersebut seperti adanya dinding ngarai yang sangat halus dan datar, tebing curam yang mirip dengan tebing di Death Valley, California yang kesemuanya hanya ada bila dihasilkan oleh suatu "kejadian" di tempat tersebut. Mars memiliki gunung berapi zona linier yang menjadi ciri khas dari hasil aktifitas lempeng tektonik.

Daerah di sekitar Valles Marineris di Mars. Image credit: marsdaily.com
"Anda tidak akan melihat fitur seperti ini di tempat lain di tata surya kita selain di Bumi dan Mars," tambah Yin.

Mars memiliki sebuah sistem / fitur daerah dimana daerah tersebut merupakan tempat terpanjang sekaligus terdalam yang ada di tata surya kita yang dikenal dengan nama Valles Marineris. Daerah tersebut ditemukan oleh wahana Mars orbiter, mariner 9 pada tahun 1971. Usia dari tempat tersebut 9 kali lebih tua dari usia Grand Canyon. Ilmuwan bertanya-tanya bagaimana tempat seperti itu bisa terbentuk?

"Awalnya saya tidak berharap adanya lempeng tektonik di sana. Akan tetapi semakin saya mempelajarinya, semakin saya menyadari bahwa Mars merupakan sebuha tempat yang sangat berbeda," ungkap Yin. Celah retakan besar yang membuka ini benar-benar berada di batas lempeng dengan gerakan horizontal, dan itu sangat mengejutkan namun sangat jelas. Celah yang membuka tersebut mirip dengan apa yang terjadi di laut mati di Bumi yang juga membuka dan bergerak horizontal," tambah Yin.

Dalam penelitiannya, Yin menemukan 2 lempeng di Mars, yaitu lempeng Valles Marineris Utara dan Valles Marineris Selatan. Hasil penelitian Yin ini diterbitkan dalam jurnal Litosfer edisi Agustus 2012. (Adi Saputro/ astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto