Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Saturday, March 10, 2012

Ilmuwan Gunakan Komputer Untuk Reka Ulang Ledakan Big Bang

Hasil simulasi komputer ledakan Big Bang. Image credit: dailymail.co.uk
Melalui reka ulang Big Bang, ilmuwan mengaku mampu mempelajari bagaimana semesta tercipta. Pertunjukan kembang api menakjubkan ini seperti kembang api di langit malam.

Gambar ledakan ini merupakan gambaran kelahiran semesta. Gambar komputer ini merupakan hasil eksperimen ‘big bang’ yang dilakukan ilmuwan CERN, rumah Large Hadron Collider (LHC), di Jenewa, Swiss.

Dalam upaya menentukan cara semesta muncul, ilmuwan membuat reka ulang ledakan sub-atom (seperti saat terjadinya Big Bang) menggunakan partikel berukuran atom. Para ilmuwan ini menembakkan partikel melalui akselerator 25,7 kilometer di kecepatan cahaya.

Saat partikel bertabrakan di ruang hampa bersuhu lebih dingin dari -271 derajat Celcius, pertunjukkan luar biasa pun terjadi. “Partikel sub-atom merupakan blok pembangun atom dan umum ditemui di semesta,” ujar juru bicara CERN Christine Sutton.

Mempelajari partikel ini bisa membuat kita mengetahui bahan pembuat semesta dan cara munculnya, lanjutnya. “Jejak yang muncul kami ukur. Jejak ini diberi warna mewakili energinya. Biru mewakili energi tinggi dan merah lebih rendah,” katanya seperti ditulis Dailymail.

CERN merupakan tempat untuk menangani sejumlah tenaga tak terbayangkan. Saat ilmuwan menggunakan 9.300 magnet untuk menembakkan dua ion super cepat, panas yang dihasilkan mencapai 100.000 kali lebih panas dari matahari. (inilah.com, astronomi.us)

NASA Temukan Badai Dahsyat Bawah Laut

Badai bawah laut ini terjadi di pesisir Afrika Selatan. Image credit: dailymail.co.uk

Badai besar ini memiliki diameter 150 km. Image credit: dailymail.co.uk
NASA baru saja mengungkap gambar dari satelitnya menampilkan ‘badai’ raksasa di bawah air. Putaran massa air selebar 150 km ini muncul di pesisir Afrika Selatan.

Badai raksasa ini terjadi pada 26 Desember 2011, dan satelit Terra milik NASA berhasil menemukannya. Kejadian ini tak perlu dikhawatirkan karena hanya ikan yang akan merasakan dampaknya, karena ikan-ikan ini akan terus berputar tanpa henti.

Badai laut yang lebih dikenal dengan Eddy ini biasa terjadi di bawah permukaan laut. Eddy yang berputar melawan arah jam ini muncul dari Agulhas Current yang mengalir di pesisir selatan Afrika dan di sekitar ujung Afrika Selatan.

Agulhas Eddy yang juga dikenal dengan ‘cincin arus’ ini merupakan badai terbesar di dunia yang membawa air asin hangat dari Samudera Hindia ke Atlantik Selatan. Demikian seperti dikutip DM. (inilah.com, astronomi.us)

Wahana NASA Tangkap Fenomena Angin Puting Beliung di Mars

Angin Puting Beliung di Mars. Image credit: NASA
Wahana Mars Reconaissance Orbiter menangkap penampakan "ular putih/Angin puting beliung" pada 16 Februari 2012 yang lalu ketika melintas di wilayah Amazonis Planitia, bagian utara Mars.

Ular putih tersebut diketahui berada pada ketinggian 800 meter dari permukaan Mars. Perkiraan menunjukkan bahwa panjang ular putih itu sekitar 30 meter.

Menurut penjelasan NASA, penampakan ular putih tersebut adalah udara yang berputar dan terlihat karena menarik debu dari permukaan Mars. Debu bisa ditarik karena gravitasi Mars relatif kecil.

Panas Matahari memanaskan permukaan Mars. Udara di sekitar permukaan yang terpanaskan mulai berotasi dan bergerak ke atas. Akhirnya, massa udara itu naik dan membawa debu yang ada di permukaan.

NASA, seperti diberitakan Space.com, Kamis (8/3/2012), mengungkapkan bahwa bukan Mars saja yang bisa mengalami fenomena serupa. Penampakan yang sama bisa terjadi di Bumi. Angin di Bumi dan Mars sama-sama dipengaruhi oleh panas.

Citra ini adalah yang kesekian kalinya dihasilkan wahana Mars Reconaissance Orbitter. Wahana tersebut diluncurkan pada tahun 2005 dengan tugas meneliti lingkungan purba Mars dan bagaimana proses angin dan hantaman meteorit memengaruhi permukaan Mars saat ini.(kompas.com, astronomi.us)

Badai Matahari Rusak Kamera Satelit Venus Express

Satelit Venus Express. Image credit: ESA
Badai Matahari terbesar yang terjadi pada Rabu (7/3/2012) merupakan yang terkuat dalam lima tahun terakhir. Badai ini membutakan satelit milik European Space Agency (ESA) yang mengorbit Venus, Venus Express.

Space.com pada Kamis (8/3/2012) melaporkan bahwa radiasi dari badai Matahari membuat kamera yang terdapat di wahana antariksa tersebut tak mampu mendeteksi bintang.

"Kami tak mampu mendeteksi bintang apa pun jadi kami ubah ke unit B, tetapi kami menemukan hal yang sama. Kedua kamera dibutakan oleh badai Matahari," kata Octavio Camino, Manager Proyek Venus Express.

Kamera yang rusak sejatinya adalah pelacak bintang atau startracker. Kamera tersebut membuat wahana mampu menentukan posisi dan orientasi di angkasa, persis ketika pelayar membaca rasi bintang.

Informasi yang didapatkan kamera dikalibrasi dengan alat yang disebut giroskop. Dengan cara ini, wahana antariksa mengetahui arah gerak dan sudutnya.

Dalam misi antariksa, kamera ini sangat krusial. Pasalnya, wahana mengarahkan panel surya ke Matahari dan antenanya ke Bumi. Tanpa kamera ini, wahana bisa gagal berfungsi.

Startracker pada Venus Express telah 5-10 kali gagal berfungsi akibat badai Matahari. Namun, kegagalan kali ini adalah yang terlama, mencapai 40 jam.

"Ini tak biasa. Kami pernah mengalami gagal berfungsi selama 32 jam, tetapi kali ini cukup lama. Jadi, ini kasus istimewa," kata Paolo Ferri, ilmuwan ESA.

Kegagalan fungsi startracker pada Venus Express tidak permanen. Jadi, ini tak berarti Venus Express tak bisa dipakai lagi. Penanganan yang tepat bisa "menyembuhkan" Venus Express dari kebutaan.

Saat ini, ESA masih terus memantau aktivitas Matahari yang dianggap belum menunjukkan tanda penurunan. ESA akan melakukan beberapa operasi. Kontrol misi akan menghentikan beberapa fungsi wahana antariksa hingga situasi normal.

"Kami tak berasumsi masalah ini akan menjadi permanen. Normal saja Matahari naik dan turun seperti ini dan kita hanya butuh periode pendek untuk diam dan memulihkan lagi ke kondisi normal, yaitu kondisi saat stratracker mampu membaca bintang lagi dengan sendirinya. Ada banyak aktivitas 'pengasuhan bayi' sekarang, tetapi kami tak berharap ini selamanya," papar Ferri.(kompas.com, astronomi.us)

Friday, March 9, 2012

Tranquillityite Perkuat Teori Bahwa Dahulu Bulan Bagian Dari Bumi

Mineral bulan tranquillityte akhirnya berhasil ditemukan di bumi. Hal ini semakin memicu pandangan bahwa bulan merupakan bagian dari bumi yang terpecah pada miliaran tahun lalu. Image credit: NASA
Baru baru ini di temukan tranquillityite tersebar di Australia Barat, mineral yang selama ini diketahui hanya terdapat di batuan dan meteorit bulan, dan bisa jadi kandungan mineral ini banyak terdapat di bumi.

Tranquillityite memang tidak memiliki nilai ekonomis, namun para ilmuwan mengatakan bahwa mineral ini dapat digunakan untuk untuk mengetahui usia batu di mana ia ditemukan melalui pengukuran proporsi isotop radioaktif dalam mineral.

Mineral ini diberi nama berdasarkan Lautan Ketenangan (Sea of Tranquility) di bulan, tempat di mana astronot Apollo 11 mendarat pada 1969.

Para ilmuwan menemukan tiga mineral yang sebelumnya tidak diketahui dalam sampel yang dikumpulkan dari batuan beku bulan, yaitu: armalcolite, pyroxferroite, dan tranquillityite. Dua mineral yang pertama kemudian ditemukan di bumi dalam satu dekade terakhir, namun tranquillityite tetap tersembunyi selama lebih dari 40 tahun terakhir.

Birger Rasmussen, ahli geologi di Universitas Curtin di Bentley, Australia, bersama timnya melaporkan penemuan mereka pada Isu Geologi bulan ini.

Birger Rasmussen mengatakan bahwa tranquillityite tampaknya tersebar dalam jumlah besar di bumi, walaupun bentuknya sangat kecil. Kristal tranquillityite berukuran panjang sekitar 150 mikrometer dan terlihat seperti jarum kecil.

Tim memeriksa batuan beku di Australia Barat, khususnya daerah yang tidak mengalami perubahan metamorfosa besar di bumi, karena tranquillityite mudah untuk berubah menjadi mineral lain bila terkena panas maupun tekanan yang berlebihan.

Tim peneliti mampu mengonfirmasi penemuan tranquillityite dengan menembakkan elektron berkecepatan tinggi melalui sampel batuan. Tranquillityite menyebarkan elektron dalam pola unik yang mencerminkan pola yang sama dengan sampel mineral yang diambil dari bulan.

Selama ini ilmuwan beranggapan bahwa tranquillityite adalah mineral khas dari bulan, sehingga menimbulkan sebuah pemikiran bahwa proses kimiawi dan geologi di bulan sebenarnya sama dengan di bumi. Sejumlah pendapat pun mulai menyatakan pandangan bahwa bulan sebenarnya merupakan bagian dari planet bumi yang terpecah pada miliaran tahun yang lalu.

Suhu Permukaan Pluto Capai Minus 220C

Ilustrasi permukaan planet Pluto. Image credit: erabaru.net
Kesan artisktik berdasarkan data Observatorium Eropa Selatan menunjukkan bagaimana cerahnya hari di Planet Pluto.

Pluto berada sekitar 40 kali lebih jauh dari matahari dibandingkan dengan Bumi.

Dari Planet Pluto, matahari terlihat 1000 kali lebih redup dibandingkan penampakannya dari Bumi. Permukaan planet kurcaci ini dilapisi kulit metana beku dengan atmosfir berkabut gas metana.

Pluto yang memiliki ukuran seperlima Bumi, komposisinya terdiri dari bebatuan dan es.

Suhu di permukaan Pluto sekitar -220C. Namun menurut pengukuran yang dilakukan oleh Observatorium Eropa Selatan, atmosfir planet ini jauh lebih hangat.

“Dengan banyaknya kandunagn metana di atmosfir, menjadi jelas mengapa atmosfir Pluto begitu hangat,” ujar Emmanuel Lellouch, penulis utama laporan hasil riset ini. Atmosfir Pluto sekitar 50 derajat lebih hangat dibandingkan dengan permukaannya.

"Hal ini menarik untuk dipikirkan karena dengan CRIRES kita dapat secara tepat mengukur jejak gas pada objek yang besarnya lima kali lebih kecil dari planet kita ini," ujar rekan penulis Hans-Ulrich Käufl.

"Kombinasi CRIRES dan VLT hampir mirip dengan satelit penelitian atmosfer yang mengorbit Pluto." (erabaru.net, astronomi.us)

Ilmuwan: Dahulu Ada Kehidupan di Planet Ini

GJ 1214b, planet yang memiliki atmosfir serupa Bumi. Image credit: NASA
Uap air dalam jumlah besar terdeteksi dari sebuah planet super-Earth berjarak 40 tahun cahaya. Planet bernama GJ1214b itu diduga pernah ditutupi air. Pernah ada kehidupan di planet ini?

Ilmuwan menduga, planet ini pernah masuk dalam kategori Goldilocks Zone atau Zona Habitat. Tapi, planet ini kemudian bergerak terlalu dekat dengan bintang dalam tata suryanya sehingga air pun menguap.

Artinya pula, bisa jadi ada kehidupan asing alias alien di planet ini, jutaan tahun lalu.

Para astronom dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) Amerika menggunakan Teleskop Hubble untuk menyelidiki planet yang ditemukan tahun 2009 ini. Hasilnya, terbukti planet ini mengandung air dan dilapisi atmosfer beruap.

"GJ1214b tidak seperti planet yang kita kenal selama ini," kata astronom Zachory Berta. Menurut dia, beberapa bagian besar dari massa planet ini terdiri dari air.

Para teoritis menduga GJ1214b terbentuk saat jauh dari bintang di mana planet mengandung es yang banyak. Lalu, planet ini 'bermigrasi'. Dalam proses perpindahan ini, planet diduga pernah masuk dalam zona habitat. Untuk berapa lama planet ini berada di zona pas untuk habitat dan makhluk hidup, para astronom tak bisa menjawab.

Dua tahun lalu, CfA menemukan planet GJ1214b yang berukuran 2,7 kali bumi. Dia mengorbit pada bintang kerdil berwarna merah bernama Ophiuchus setiap 38 jam sekali pada jarak 1,3 juta kilometer (km)--70 kali jarak Bumi dengan Matahari. Suhu di Planet ini diperkirakan mencapai 232 derajat Celcius.

Astronom Heather Couper menilai temuan ini penting dalam mencari tanda-tanda kehidupan di luar Bumi. "Ada bukti bahwa ada air di sana. Ini menunjukkan air bisa jadi material umum di alam semesta," kata dia seperti dikutip dari Dailymail.

Thursday, March 8, 2012

Astronom Temukan 11 Tata Surya Baru

Ilustrasi tata surya dan planet hasil temuan terbaru Kepler. Image credit: NASA
Sejumlah 11 tata surya baru yang memiliki jumlah total 26 planet ditemukan. Penemuan dideskripsikan di empat karya tulis berbeda di Astrophysical Journal dan Monthly Notice of the Royal Astronomical Society bulan ini.

Penemuan bisa dilakukan berkat jasa wahana antariksa Kepler. Dengan penemuan ini, Kepler telah mengonfirmasi 61 planet dan menemukan 2.300 kandidat planet. Penemuan sekaligus menegaskan bahwa Bimasakti dipadati tata surya dan planet.

Tata surya yang berhasil ditemukan disebut Kepler 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, dan 33. Tiap-tiap tata surya punya dua sampai lima planet. Jarak planet dengan bintang di tiap tata surya relatif dekat dengan waktu orbit berkisar dari 6-143 hari.

Lima tata surya (Kepler 25, 27, 30, 31, dan 33) punya dua planet. Satu kali revolusi planet terluar sama dengan dua kali revolusi planet terdalam. Empat tata surya lain (Kepler 23, 24, 28, 32) punya dua planet. Planet terluar mengorbit bintang dengan waktu tiga kali lebih lama dari planet terdalam.

Tata surya yang memiliki planet terbanyak adalah Kepler 33. Bintang pada tata surya ini lebih tua dan masif dibandingkan Matahari serta memiliki planet yang jarak orbitnya relatif dekat.

Ukuran planet yang terdapat di 11 tata surya tersebut bervariasi, antara seukuran Bumi hingga lebih besar dari Jupiter. Namun, masih harus diteliti lagi apakah planet tersebut merupakan planet batuan seperti Bumi dan memiliki atmosfer.

Tata surya dan planet ditemukan dengan metode planet transit, yakni melihat kedipan cahaya bintang akibat adanya planet yang lewat di mukanya. Verifikasi planet dilakukan dengan teknik variasi waktu transit.

Sejumlah peneliti yang terlibat penemuan ini adalah Eric Ford dari Universitas Florida, Dan Fabrycky dari Universitas California, Jason Steffen dari Fermilab Center for Particle Astrophysics, dan Jack Lissauer dari NASA.(kompas.com, astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto