Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Friday, June 20, 2014

NASA Akan Gunakan Helikopter Tanpa Awak untuk Jelajahi Titan

Ilustrasi helikopter NASA di Titan. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: gzm
NASA mempunyai ide menarik untuk mengeksplorasi salah satu bulan Saturnus, Titan. Titan dipilih karena ia merupakan satu-satunya tempat mirip Bumi di tata surya. Selain karena mempunyai atmosfer tebal dan samudera, Titan juga dianggap sebagai tempat yang kaya akan zat kimia organik. NASA berencana menggunakan helikopter tanpa awak untuk menjelajahi permukaan Titan. Nantinya helikopter itu akan perlahan dibawa turun oleh balon udara hingga ketinggian tertentu untuk kemudian terbang. Berat helikopter ini tidak lebih dari 10 kg. Nantinya helikopter ini akan memetakan permukaan, mengambil sampel materi padat dan cair, dan sebagainya.

Pada seminar yang diadakan oleh NASA, ilmuwan Larry Matthies dan timnya menulis makalah yang berjudul TAD (Titan Aerial Daughtercraft) for Surface Studies from a Lander or Ballon. Kemungkinan jika rencana ini benar-benar direalisasikan, maka NASA akan bekerjasama dengan AeroVironment yaitu sebuah perusahaan swasta produsen pesawat tanpa awak untuk bersama-sama membuat model helikopter yang cocok untuk lingkungan Titan. Konsepnya helikopter itu nantinya terdiri dari empat baling-baling dan bisa kembali menujut ke wahana yang berfungsi sebagai pangkalan di Titan untuk mengantarkan sampel yang kemudian dianalisa secara kimiawi menggunakan robot. Setelah itu helikopter akan melakukan isi ulang baterai secara otomatis untuk kemudian bisa terbang lagi untuk misi berikutnya. Matthies mengatakan bahwa misi ini tidak memerlukan biaya besar, tidak seperti Curiosity. Kapan rencanan ini diwujudkan, kita tunggu saja. (PHS, GZM, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, June 19, 2014

VIDEO: Robot Laba-laba NASA Ahli Panjat Tebing

Robot Laba-laba NASA. Image credit: ieee.org
Untuk mewujudkan misi menjelajahi asteroid dan planet Mars, Tim JPL NASA membuat robot yang sangat canggih yakni robot Spiderman. Mengapa disebut robot spiderman? karena robot ini bisa memanjat tebing batu seperti Spiderman. Robot ini sendiri sebenarnya dinamai JPL's Rock Climbing Robot yang merupakan versi upgrade dari robot LEMUR IIB yang lebih dulu dibuat. Uniknya robot ini bisa memanjat dalam posisi vertikal dan horizontal.
Bagian-bagian dari kaki robot Laba-laba NASA. Image credit: engineering.com
Posisi vertikal berarti robot ini bisa memanjat dari bawah ke atas, atau horizontal dengan merayap menggantung di bawah batuan seperti Spiderman. Robot ini bisa melawan gaya gravitasi bahkan mampu membawa beban hingga 15 kg saat memanjat. Rahasia dari robot Spiderman ini adalah ia mempunyai semacam kail / cakar kecil pada kaki-kaki kecilnya yang digunakan untuk mencengkeram permukaan batuan. Dengan beberapa kaki yang dimilikinya, robot ini benar-benar mirip Laba-laba. Robot ini akan digunakan oleh NASA untuk misi ke asteroid dan Mars. Simak video aksi robot Laba-laba NASA di bawah ini:

(Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, June 13, 2014

Astronom: Ada 100 Juta Planet di Bima Sakti yang Bisa Menopang Kehidupan

Bumi. Image credit: Tryfonov / Fotolia
Astronom memperkirakan di dalam galaksi Bima Sakti ada sekira 100 juta planet yang dapat mendukung kehidupan dalam bentuk kompleks. Bentuk kompleks yang dimaksud adalah bentuk kehidupan di atas mikroba. Kesimpulan ini didapat setelah beberapa astronom menggunakan teknik perhitungan baru untuk menganalisa planet-planet yang mengorbit bintang-bintang di galaksi Bima Sakti. "Studi ini tidak ditujukan untuk menunjukkan adanya kehidupan yang kompleks di planet-planet tersebut namun menyatakan bahwa ada banyak planet yang dapat mendukung kehidupan," ungkap Alberto Fairen dari Cornell Research Associate.

Organisme yang lebih kompleks atau lebih besar dari mikroba diperkirakan bisa ada di planet-planet tersebut.  Dengan mempelajari kepadatan, suhu, substrat (cairan, gas, material), struktur kimia dan jarak dari bintangnya, ilmuwan mendapati ada sekitar 1 sampai 2 persen planet atau sekira 100 juta planet di Bima Sakti yang sangat dimungkinkan mendukung kehidupan kompleks.

Tapi sayangnya jarak planet-planet itu sangat jauh dari Bumi. Salah satu sistem tata surya yang paling dimungkinkan adanya kehidupan yakni sistem Gliese 581 yang terdiri dari dua planet, berjarak 20 tahun cahaya. Mengingat luasnya galaksi Bima Sakti itu sendiri, belum lagi kemampuan manusia yang masih belum bisa menempuh perjalanan dengan kecepatan cahaya, pertemuan manusia dengan makhluk lain seperti alien sangat sulit untuk dilakukan, kecuali mereka yang mendatangi kita. (SCD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, June 12, 2014

Tidak Mau Kalah, Astronot ISS Juga Akan Tonton Piala Dunia Brazil

Dari kiri ke kanan, astronot Steve Swanson, Alexander Gerst, dan Reid Wiseman. Image credit: NASA TV
Ramainya piala dunia kali ini sepertinya tidak hanya dirasakan di Bumi saja, tapi juga di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS). Astronot Amerika, Reid Wiseman dan Steve Swanson, serta astronot Jerman Alexander Gerst bersiap untuk menyambut momen piala dunia 370 km di atas Bumi. Kebetulan Amerika Serikat dan Jerman berada dalam satu grup yang sama yakni grup G dan akan saling berhadapan pada 26 Juni nanti. Ketiga astronot mengucapkan selamat bertanding kepada semua pemain dan tim, dan rencananya mereka juga akan menonton juga secara langsung dari ISS.

Reid Wiseman dan Alexander Gerst tiba di ISS pada 28 Mei dan dijadwalkan kembali ke Bumi pada bulan November 2014. Sedangkan Steven Swanson tiba lebih awal yakni tanggal 25 Maret dan kembali ke Bumi pada September 2014.

Mau tahu seperti apa keseruannya, berikut adalah video astronot ISS menyambut momen piala dunia 2014:

(NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Misteri 55 Tahun Terungkap, Penyebab Sisi Terang dan Sisi Gelap Bulan Begitu Berbeda

Sisi dekat / sisi terang Bulan (kiri). Sisi jauh / sisi gelap Bulan (kanan). Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: usra
Sebuah misteri yang telah bertahan selama 55 tahun akhirnya berhasil dipecahkan oleh para ilmuwan. Misteri tentang mengapa pada sisi gelap bulan tidak dijumpai Mare / Maria (bahasa latin= lautan, dataran gelap basalt di Bulan). Awalnya pada tahun 1959 wahana Soviet, Lunar 3, berhasil memotret sisi jauh / sisi gelap Bulan dan hasilnya sangat mengejutkan, tidak dijumpai Mare di sana. Mare terbentuk akibat hantaman meteorit besar sehingga menciptakan sebuah dataran basalt yang sangat luas dan hal itu tidak dijumpai di sisi gelap Bulan. Sisi gelap yang dimaksud adalah sisi jauh di belakang Bulan (sisi sebaliknya). Sisi gelap ini juga terkadang diterangi oleh sinar Matahari juga. Di sana hanya dijumpai gunung dan kawah saja. Mengapa sisi terang dan sisi gelap Bulan bisa begitu kontras perbedaannya?

Jason Wright ilmuwan dari Penn State University mengatakan bahwa perbedaan itu terjadi berawal dari proses pembentukan Bulan. Dalam jurnal Astrofisika, Bulan terbentuk sebagai akibat tabrakan dahsyat antara Bumi muda dengan planet seukuran Mars yang disebut Theia. Lapisan luar Bumi yang saat itu masih panas terlempar ke luar dan akhirnya bergabung membentuk Bulan, selengkapnya bisa dibaca di sini. Pada saat itu jarak antara Bulan dengan Bumi 20 kali lebih dekat dari jaraknya saat ini dan tidak membutuhkan waktu terlalu lama sebelum Bulan akhirnya berhenti berotasi dan terkunci pada posisinya seperti saat ini. Waktu itu Bumi dan Bulan suhunya masih sangat panas. Karena ukuran Bulan yang lebih kecil dari Bumi, maka Bulan dingin lebih cepat dan sisi gelap bulan mendingin lebih dulu dari sisi terang Bulan yang masih tetap panas karena terpapar suhu Bumi yang saat itu masih panas sekira 2500 derajat Celcius. Hal itu membuat perbedaan suhu yang signifikan antara sisi gelap dan sisi terang sehingga menciptakan kerak.

Aluminium dan Kalsium muncul di sisi gelap Bulan setelah terkondensasi di atmosfer. Ribuan sampai jutaan tahun kemudian, elemen-elemen ini bergabung dengan silikat pada mantel Bulan membentuk Plagioclase feldspars atau batuan mirip kristal yang tersusun dari kalsium dan Sodium. Batuan ini biasanya berwarna putih atau abu-abu dan biasanya sangat umum di jumpai di batuan beku. Plagioclase feldspars tadi turun ke permukaan dan membentuk kerak Bulan. Sisi gelap Bulan memiliki kerak yang lebih tebal karena jumlah mineral yang lebih banyak.

Saat meteorit besar menghantam sisi terang bulan, saat itu Bulan masih memiliki danau lava basaltik yang mana ketika tumbukan meteorit terjadi kerak Bulan tertekan dan memicu banjir lava yang akhirnya mendingin dan menghitam seperti sekarang. Pada sisi gelap, kerak lebih tebal dan keras serta danau lava basaltik sudah membeku lebih cepat dari sisi terang Bulan membuatnya lebih keras, sehingga ketika dihantam meteorit hanya akan membentuk kawah-kawah saja dan tidak membentuk Mare. (SCD, IBT, UMN, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Tuesday, June 10, 2014

Pelan Tapi Pasti Bulan Pergi Meninggalkan Bumi

Bulan. Image credit: wikiversity
Bumi dan Bulan bisa dibilang sebagai sahabat yang tumbuh, berkembang dan menjalani hidup bersama-sama untuk mengelilingi Matahari dan galaksi. Berdasarkan penelitian, Bulan lahir sebagai akibat dari tabrakan antara Bumi muda dengan obyek seukuran planet Mars yang disebut Theia sekira 4,5 miliar tahun yang lalu. Kemudian, kedua obyek baik Bumi dan Bulan bersama-sama menjalani hidup berdua.

Tapi seperti hubungan persahabatan, tidak selalu berjalan harmonis, tapi juga ada konflik. Setidaknya itu yang terjadi diantara Bumi dan Bulan. Gravitasi kedua obyek itu saling mempengaruhi hingga salah satunya kalah dan terkunci di posisinya seperti saat ini (Bulan). Bumi sendiri juga terkena efek dari gravitasi Bulan, dimana efek pasang surut juga terjadi. Akibatnya kecepatan rotasi Bumi juga mengalami perlambatan. Jika pada 650 juta tahun yang lalu, satu hari hanya terdiri dari 21 jam, sekarang bertambah 3 jam menjadi 24 jam. Gravitasi Bulan secara perlahan memperlambat keepatan rotasi Bumi. Walhasil bukan tidak mungkin, suatu saat nanti jika Bulan belum pergi dari sisi Bumi, rotasi Bumi benar-benar dihentikan oleh Bulan.

Tapi sepertinya Bulan tidak begitu setia dengan Bumi. Secara perlahan, Bulan semakin menjauh dari Bumi sekira 1-2 cm / tahun. Mengapa Bulan menjauh dari Bumi?. Perlambatan kecepatan rotasi Bumi menyiratkan ada energi yang hilang dari Bumi. Suatu obyek akan mengorbit sesuatu jika obyek yang diputari tersebut berputar lebih cepat dari yang mengorbit. Oleh karena itu dengan semakin melambatnya kecepatan rotasi Bumi, jarak Bumi dengan Bulan pun menjadi semakin jauh.

Bukan tidak mungkin 50 miliar tahun dari sekarang saat Matahari kita menjadi bintang raksasa merah, 1 hari Bumi bisa memakan waktu hingga 45 jam dan saat itu Bulan bisa benar-benar meninggalkan Bumi dan mungkin saat itu Bulan bisa mencari sahabat baru di luar sana. Semua bisa terjadi. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Bulan Terbentuk Akibat Tabrakan Bumi dengan Planet Theia

Ilustrasi tabrakan antara Bumi muda dengan planet Theia 4 miliar tahun lalu. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: emc
Hasil pengukuran isotop oksigen terbaru menunjukkan bukti bahwa Bulan terbentuk dari tabrakan antara Bumi muda dengan planet lain. Astronom menamai planet lain tersebut dengan nama planet Theia. Selain mengukur isotop oksigen, ilmuwan juga mengukur rasio titanium, silikon, dan sebagainya, baik pada materi di Bumi maupun di Bulan. Anehnya setelah mengukur isotop tadi, ilmuwan hanya menemukan sedikit materi Theia yang membentuk Bulan yang mana seharusnya materi Theia lebih banyak.
Tahap-tahap tabrakan hingga terbentuknya Bulan. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: emc
Ilustrasi terbentuknya Bulan. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: floridafrontier
Sebuah tim peneliti asal Jerman yang dipimpin oleh Dr Daniel Herwartz menggunakan teknik yang agak berbeda untuk mengetahui seberapa besar komposisi Theia di Bulan. Dr Herwartz membandingkan rasio 170/160 pada sampel Bulan yang berasal dari meteorit Bulan yang jatuh ke Bumi. Namun sayangnya sampel itu sudah terkena air dari Bumi sehingga sampel Bulan yang benar-benar murni sangat diperlukan. Untuk itu Dr Herwartz menggunakan sampel yang diambil oleh astronot pada misi Apollo 11, 12, dan 16 dan ternyata sampel-sampel tersebut mengandung tingkat rasio 170/160 yang lebih tinggi dari sampel Bulan yang ada di Bumi. "Perbedaan kecil seperti ini memang sulit untuk dideteksi, tapi itu memberikan kita dua hal yang sangat penting yakni pertama kita mengetahui bahwa Bulan memang terbentuk dari sebuah tabrakan yang super dahsyat dari dua obyek antariksa super besar yakni Bumi dan Theia. Kedua adalah kita menjadi tahu struktur geokimia dari Theia," ucap Dr Herwartz. "Jika ini benar, kita sekarang bisa memprediksi komposisi geokimia dan isotop Bulan karena Bulan merupakan campuran dari Theia dan Bumi. Tujuan kita berikutnya adalah mengetahui seberapa besar materi Theia di Bulan," tambahnya.

Banyak model yang memperkirakan bahwa Bulan terdiri dari 70-90 persen materi dari Theia dengan 10-30 persen sisanya adalah materi Bumi. Tapi ada juga model yang menyatakan bahwa Bulan hanya terdiri dari 8 persen materi Theia. Dr Herwartz sendiri menyatakan bahwa dengan mempertimbangkan data baru maka kemungkinan jumlahnya seimbang (50:50), namun untuk kepastiannya masih harus diteliti lagi. (SCD, EMC, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, June 9, 2014

Dua Planet ini Akan Dimakan Oleh Bintangnya Sendiri

Ilustrasi planet Kepler-56b dimakan oleh bintangnya. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: David A. Aguilar (CfA)
Berita mengejutkan datang dari sistem Kepler-56 dimana dua planet yakni Kepler-56b dan Kepler-56c akan segera dimakan oleh bintangnya sendiri. Bintang Kepler-56 diketahui menjadi bintang raksasa merah dan membesar sekira 4 kali ukuran Matahari kita. Semakin tua usia bintang, maka akan semakin besar juga ukurannya. Hal itu akan membuat planet yang mengorbitnya akan terpengaruh efek gravitasinya. Seperti planet Kepler-56b yang mengorbit bintang Kepler-56 hanya dalam waktu 10,5 hari dan Kepler-56c yang mengorbit setiap 21,4 hari.

Jarak kedua planet tersebut lebih dekat dari pada jarak Merkurius dengan Matahari. Akibatnya dalam waktu yang tidak lama (dalam standar astronomi) kedua planet tersebut akan ditelan oleh bintang Kepler-56. Astronom Gongjie Li dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) mengatakan bahwa ia dan tim telah menghitung kapan tepatnya kedua planet itu akan dimakan dan mereka menyimpulkan bahwa untuk Kepler-56b akan dimakan sekira 130 juta tahun dan Kepler-56c 155 juta tahun dari sekarang. Sebelum dimakan, kedua planet akan dilanda pemanasan dahsyat dari bintang yang semakin membesar. Atmosfernya akan menguap dan menghilang, selanjutnya planet itu akan berbentuk elips mirip telur lalu ditelan oleh bintang Kepler-56. (SCD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto