Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, September 24, 2013

Mengenal Sabuk Radiasi Van Allen yang Berbahaya

Sabuk radiasi Van Allen. Image credit: wikipedia
Sabuk Van Allen, juga disebut sebagai sabuk radiasi Van Allen (Van Allen radiation belt), merupakan dua sabuk partikel bermuatan di sekitar planet bumi yang ditahan di tempatnya oleh medan magnet bumi. Sabuk Van Allen eksis karena terdapat “blind spot” di medan magnet bumi yang disebabkan oleh kompresi dan peregangan dari angin matahari. Sabuk radiasi Van Allen berada pada ketinggian 1000 sampai 60.000 kilometer di atas permukaan Bumi.

Medan magnet bumi berfungsi sebagai cermin magnetik yang memantulkan partikel bermuatan bolak-balik sepanjang garis gaya yang merentang antara Kutub Magnetik Utara dan Selatan. Sabun Van Allen berhubungan dengan aurora borealis dan aurora australis atau semburat partikel bermuatan yang muncul saat sabuk Van Allen bersinggungan dengan bagian atas atmosfer.

Sabuk Van Allen cukup berbahaya bagi satelit dan stasiun ruang angkasa yang mengorbit. Sebisa mungkin mereka harus menghindari kontak dengan sabuk ini karena partikel bermuatan bisa menyebabkan kerusakan pada instrumen yang ada.

Pada akhir abad 19 dan awal abad ke-20, beberapa ilmuwan Carl Stormer, Kristian Birkeland, dan Nicholas Christofilos berspekulasi tentang kemungkinan terdapatnya sabuk partikel bermuatan di sekitar Bumi.

Namun hal ini tetap menjadi spekulasi sampai tahun 1958 ketika keberadaannya dikonfirmasi oleh beberapa satelit Amerika awal, Explorer 1 dan Explorer 3.

Proyek ini dipimpin oleh Dr. James Van Allen dari University of Iowa, dimana sabuk bermuatan ini lantas diberi nama sesuai dengan namanya.

Explorer 1, pesawat ruang angkasa dengan berat 14 kg, diluncurkan dalam rangka International Geophysical Year, dan segera mengirimkan data ilmiah setelah berada diluar atmosfer bumi.

Sabuk Van Allen pada awalnya ditemukan saat peralatan deteksi sinar kosmik pada satelit mati sementara akibat adanya radiasi lokal. Terdapat dua sabuk Van Allen, yaitu sabuk Van Allen dalam dan sabuk Van Allen luar.

Sabuk Van Allen dalam membentang 0,1-1,5 jari-jari bumi dari permukaan, terdiri dari proton sangat bermuatan serta mampu menembus sampai satu milimeter timbal dan menyebabkan kerusakan pada peralatan ruang angkasa serta membahayakan astronot. Sabuk Van Allen luar terletak antara 3 hingga 10 jari-jari bumi dari permukaan, dan terutama terdiri dari elektron enerjik.

Sumber partikel energik bervariasi tergantung pada jenis sabuk. Sabuk Van Allen dalam terdiri dari produk peluruhan dari benturan sinar kosmik dengan atmosfer atas, sedangkan sabuk Van Allen luar diproduksi dari influks partikel bermuatan dari badai geomagnetik.

Baru-baru ini astronom berhasil menemukan sabuk radiasi ketiga. Sabuk yang masih bersifat sementara itu muncul pada September 2012 dan bertahan selama satu bulan sebelum lenyap akibat gelombang kejut yang dipancarkan badai matahari.

Sabuk radiasi ketiga masih menyimpan banyak misteri. Sabuk / cincin radiasi ketiga ini bertahan sekitar satu bulan dan berada diantara sabuk radiasi dalam dan sabuk radiasi luar. Diduga sabuk ketiga ini dibentuk oleh partikel yang sangat enerjik yang dikenal sebagai partikel ultra-relativistic electrons. Saking enerjiknya partikel ini sampai-sampai bergerak mendekati kecepatan cahaya. Para astronom berharap dapat mengetahui seberapa sering sabuk ketiga muncul dan mempelajari perilaku ketiga sabuk radiasi Bumi.

"Sabuk radiasi dapat merusak komunikasi satelit dan GPS (global positioning system) serta meningkatkan dosis radiasi terhadap para astronot di antariksa," kata John Grunsfeld, peneliti NASA. (AMZ, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Ceres, Planet Kerdil yang Sangat Dingin

Planet kerdil Ceres. Image credit: NASA
Ceres adalah sebuah planet kerdil yang terletak di sabuk asteroid (Asteroid Belt) antara planet Mars dengan Jupiter. Ceres sekaligus menjadi obyek terbesar yang ada dalam sabuk asteroid. Tidak seperti obyek lainnya di dalam sabuk asteroid, Ceres berbentuk bulat sama seperti planet. Astronom menduga bahwa Ceres memiliki laut dan atmosfer.

Sebelumnya pada abad 18 astronom telah memperkirakan adanya sebuah planet diantara Mars dan Jupiter. Kemudian pada tahun 1801, astronom Giuseppe Piazzi menemukan obyek yang kemudian ia beri nama Ceres yang dalam bahasa Romawi berarti Jagung dan Panen.
Struktur Ceres. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA, ESA
Pada tahun 2006, Ceres diusulkan menjadi planet kerdil sebab ia berada di daerah yang penuh dengan banyak asteroid. Ceres berdiameter 950 km dan hanya membutuhkan waktu 9 jam untuk sekali rotasi dan perlu 4,6 tahun Bumi untuk sekali mengorbit Matahari. Kepadatan Ceres hanya 2.09 per sentimeter kubik dan kira-kira seperempat dari beratnya adalah air. Suhu tertingginya sangat dingin yakni mencapai -38 derajat Celcius dan memiliki lapisan debu dan batuan yang tipis di atas lapisan es nya. Ceres menjadi planet ke tiga yang mempunyai kandungan karbonat selain Bumi dan Mars. Karbonat merupakan unsur yang bisa menjadi indikator kelayakhunian suatu planet.

Tahun 2015 nanti wahana Dawn NASA akan berada dekat dengan orbit Ceres. Wahana Dawn akan mengukur massa, kepadatan, dan memetakan planet tersebut secara rinci sekaligus mencari tahu keberadaan laut di sana. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Info Grafis, Mengenal Lebih Dekat Roket Antares dan Kapsul Cygnus

Tanggal 19 September 2013 menjadi hari bersejarah bagi perusahaan yang bermarkas di Virgina, Orbital Sciences Corp. Untuk pertama kalinya pada tanggal itu Orbital Sciences meluncurkan roket Antares dan kapsul Cygnus untuk mengirim perbekalan ke ISS. Perusahaan ini menjadi perusahaan swasta rekanan NASA ke dua setelah SpaceX yang meluncurkan kapsulnya ke ISS. Nah untuk mengenal lebih dekat seperti apa roket Antares dan kapsul Cygnus milik Orbital Sciences ini, berikut ini info grafiknya:
Klik gambar untuk memperbesar.




Monday, September 23, 2013

Foto Resolusi Tinggi Galaksi Andromeda

Foto galaksi Andromeda (M31) yang diambil dengan instrumen HSC pada teleskop Subaru. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: HSC Project/NAOJ
Astronom Jepang Masahiro Takada berhasil mengambil foto dari galaksi Andromeda dengan resolusi tinggi menggunakan teleskop Subaru di puncak gunung Mauna Kea, Hawai. Sebelumnya instrumen baru bernama Hyper-Suprime Cam (HSC) dipasang pada teleskop tersebut sehingga bisa memberikan foto yang sangat tajam. "gambar pertama dari HSC sangat bagus," ucap Masahiro Takada.

Galaksi Andromeda atau M31 berjarak hanya 2.5 juta tahun cahaya dari Bima Sakti sekaligus menjadi galaksi spiral yang paling dekat dengannya. Galaksi ini bisa dilihat dengan mata telanjang di langit malam yang cerah. Galaksi ini pertama kali diamati oleh astronom Al-Sufi dari Persia pada tahun 964 masehi. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Video Peluncuran Roket Antares Orbital Sciences ke ISS

Orbital Sciences corp menjadi perusahaan kedua setelah SpaceX yang meluncurkan kapsul untuk mengirim perbekalan (resupply) ke Stasiun Luar Angkasa Internasional, ISS.  Orbital Sciences corp mendapatkan kontrak sebesar $ 1.9 miliar dari NASA untuk melakukan delapan kali penerbangan resupply. Tanggal 19 September 2013 kemarin, Orbital Sciences corp sukses melakukan uji coba penerbangan perdananya dengan roket Antares dan kapsul Cygnus nya dengan membawa serta 580 kilogram kargo yang berisi pakaian, makanan, dan barang-barang lain untuk astronot di ISS. Simak video peluncurannya berikut ini:

(Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Clean Room, Ruang Khusus Tempat Ilmuwan dan Teknisi NASA Bekerja (Plus Image)

Ilmuwan dan teknisi NASA sedang mengerjakan pembuatan satelit STEREO dalam clean room. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Membuat sebuah wahana antariksa yang mampu bekerja dengan maksimal dengan kondisi lingkungan yang ekstrem dan jarak yang jauhnya berjuta-juta kilometer jauhnya dari Bumi tidaklah mudah. Ilmuwan harus membuat wahana itu sesempurna mungkin sehingga saat diluncurkan semua instrumen bisa bekerja dengan baik sesuai yang diharapkan. Sebab jika terjadi sedikit saja kesalahan, maka tidak ada cara untuk memperbaikinya dan seketika itu juga wahana antariksa dengan harga berjuta-juta dolar tersebut akan berubah menjadi sampah luar angkasa.

Hal itulah yang membuat para ilmuwan NASA dituntut untuk bekerja dengan tepat, teliti, dan cermat untuk menghindari kesalahan seminimal mungkin bahkan sebisa mungkin nol persen. Biasanya mereka bekerja dalam ruangan yang disebut dengan clean room atau yang biasa diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sebagai kamar / ruang bersih atau kamar steril. Tidak sembarang orang bisa memasuki clean room tersebut. Hanya orang yang mempunyai akses khusus yang bisa masuk. Itu pun dengan syarat mereka harus menggunakan serangkaian perlengkapan seperti baju khusus, masker, penutup rambut, sepatu khusus, sarung tangan dan sebagainya. Bahkan tidak jarang mereka harus mandi atau disemprot dengan cairan tertentu untuk menyeterilkan diri. Itu diperlukan untuk menghindari kontaminasi dari debu, partikel kimia atau bahkan mikroba pada peralatan atau instrumen yang sedang dikerjakan.

Clean room sendiri menurut sejarah pertama kali dikembangkan oleh fisikawan Amerika, Willis Whitfield dari Sandia National Laboratories. Clean room yang dibuatnya sangat efektif. Udara yang masuk ke clean room terlebih dulu disaring dari partikel debu dan sebagainya kemudian secara teratur diresirkulasi melalui High Efficiency Particulate Air (HEPA) atau Ultra Low Penetration Air (ULPA) untuk menghilangkan kontaminan yang berasal dari dalam clean room. Terkadang dalam clean room juga dilengkapi dengan ionizers untuk mengatur kelembaban. Jika terjadi kebocoran gas dalam clean room, maka kebocoran itu langsung bisa dikeluarkan melalui saluran yang berbeda dengan saluran udara bersih. Peralatan yang ada dalam clean room juga harus steril sebab bisa jadi udara yang tadinya bersih menjadi tercemar akibat peralatan itu. Ada dua standar yang banyak digunakan dalam desain clean room di Amerika yakni US FED STD 209E cleanroom standards, ISO 14644-1 cleanroom standards, BS 5295 cleanroom standards, dan GMP EU classification yang mengatur tentang jumlah dan ukuran partikel yang dapat ditoleransi dalam suatu volume udara untuk lebih jelas tentang hal ini, anda bisa merujuk ke situs berikut http://en.wikipedia.org/wiki/Cleanroom. Berikut adalah macam-macam sistem aliran udara pada clean room:
Aliran udara lurus searah pada clean room. Image credit: Rudolf Simon
Aliran udara berputar pada clean room. Image credit. Rudolf Simon
Instrumen yang perlu dikerjakan dalam clean room yakni instrumen yang sangat sensitif dengan partikel asing, seperti instrumen laboratorium, semikonduktor, bioteknologi dan sebagainya. Sebab jika instrumen itu tercemari maka, hasil yang diharapkan dari kinerja instrumen itu juga akan berbeda dan tidak sesuai dengan harapan. Biasanya ilmuwan NASA mengerjakan satelit, wahana pengorbit, robot, wahana penjelajah dan sebagainya dalam clean room ini. Salah satunya adalah cermin (mirror) reflektor dari teleskop Jamew Webb. Sebuah cermin reflektor harus bersih dari partikel apa pun agar bisa memantulkan gelombang dan sinar secara maksimal sehingga obyek yang sedang diamati bisa jelas terlihat dan data yang diproses bisa akurat. Berikut adalah foto insinyur dan teknisi NASA sedang berkerja dalam clean room:
Ilmuwan NASA memeriksa cermin reflektor teleskop James Webb yang akan dipasang. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Ilmuwan NASA mengerjakan pembuatan wahana MSL (mars Science Laboratory) atau wahana crane untuk menurunkan Curiosity di Mars. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Ilmuwan NASA sedang melakukan tes dan uji coba pada instrumen Curiosity. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
(WKP, NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Sunday, September 22, 2013

NASA Kehilangan Kontak dengan Wahana Pemburu Komet, Deep Impact

Wahana Deep Impact probe dalam clean room. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Berita mengejutkan datang dari NASA setelah dikabarkan mereka kehilangan kendali atas wahana pemburu komet bernama Deep Impact. NASA kehilangan kontrol pada 8 Agustus 2013 lalu dan telah melakukan segala cara untuk berkomunikasi dengan wahana Deep Impact namun tidak membuahkan hasil. Analisa terkini diketahui bahwa wahana itu mengalami kerusakan software (software failure) dimana komputer yang ada pada wahana tersebut terus-menerus reboot. "Jika ini terjadi, komputer tidak akan bisa memberi perintah pada wahana untuk menentukan posisi dan perilaku. Hal itu dipersulit dengan posisi orientasi antena Deep Impact yang tidak diketahui sehingga menyulitkan untuk mengetahui keadaan, persediaan bahan bakar dan semua hal teknis tentang wahana itu ," ungkap pejabat NASA dalam pembaruan statusnya.

Wahana Deep Impact probe diluncurkan pada Januari 2005 untuk memburu komet Tempel 1 yang kemudian misinya diperpanjang untuk melakukan observasi, meneliti komet Hartley 2, komet C/2009 P1 (Garradd) dan komet Ison.

Belum tahu apa langkah selanjutnya dari NASA untuk mengatasi masalah ini dan sepertinya mereka harus belajar dari tim JPL (Jet Propulsion Laboratory) yang membuat dan mengoperasikan wahana Voyager 1 dan 2 yang terbukti sangat handal. (LS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Berapa Lama Lagi Bumi Bisa Mendukung Kehidupan ?? Ini Kata Ilmuwan

Planet Bumi yang indah. Image credit: bbci
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ilmuwan dengan basic ilmu pengetahuan yang dimiliki, mereka menyimpulkan bahwa Bumi masih dapat mendukung kehidupan untuk setidaknya 1,75 miliar tahun dari sekarang dengan syarat tidak ada kejadian-kejadian yang mengancam kehidupan itu sendiri seperti perang dunia, perang nuklir maupun intervensi dari obyek lain dari luar Bumi seperi asteroid, komet atau apapun yang bisa mengancam berlangsungnya kehidupan di Bumi. Hal itu disampaikan oleh tim ilmuwan yang dipimpin oleh, Andrew Rushby dari University of East Anglia, Inggris.

Berdasarkan beberapa perkiraan tantang bagaimana kehidupan Bumi itu berakhir seperti yang diungkapkan oleh ilmuwan, dalam waktu 1,75 - 3,25 miliar tahun dari sekarang, Bumi akan berada dalam zona panas. Itu terjadi seiring dengan bertambah besarnya ukuran Matahari yang semakin tua dan membuat Bumi berjarak lebih dekat dengan Matahari. Zona panas tersebut akan membuat materi utama pendukung kehidupan seperti air akan menguap dan yang membuat peluang berlangsungnya kehidupan semakin tipis. Oleh sebab itu saat ini ilmuwan dan astronom fokus untuk mencari planet-planet terdekat dengan Bumi yang dimungkinkan bisa mendukung kehidupan. Sebagai solusi alternatif yang mudah dan cepat adalah planet Mars yang menurut para ilmuwan meskipun berada di sana akan terasa sangat sulit tapi bisa menjadi solusi paling cepat. Menurut mereka walaupun ketika itu Matahari sudah memasuki masa akhir dari kehidupannya dan menjadi bintang raksasa merah, posisi planet Mars masih berada dalam zona aman.

Secara matematis, ilmuwan menghitung bahwa secara keseluruhan Bumi bisa mendukung kehidupan dalam waktu 7,79 miliar tahun dan usianya saat ini sudah 4,5 miliar tahun. Sel sederhana mulai muncul di Bumi 4 miliar tahun lalu, diikuti oleh serangga dalam 400 juta tahun lalu, dinosaurus 300 juta tahun lalu, dan tanaman berbunga 130 juta tahun lalu. "Model manusia modern sudah ada dalam 200 ribu tahun lalu sehingga dibutuhkan waktu yang lama bagia kehidupan cerdas untuk berkembang," ucap Andrew Rushby.

Penelitian tentang hal ini dipublikasikan dalam jurnal astrobiologi bulan September 2013. (LS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto