|
Divot (gumpalan debu vulkanik) yang ditemukan di permukaan Mars sebagai hasil dari letusan gunung berapi dan ini menjadi bukti adanya air di Mars. Image credit: NASA/JPL |
Atmosfer Mars memiliki kepadatan kurang dari 1 persen dari kepadatan atmosfer Bumi, dan ini merupakan salah satu alasan air meliputi sebagian besar planet kita tetapi tidak bisa ada di Planet Mars.
Sebagai poin penelitian lebih ke arah kemungkinan adanya air di Mars pada masa lalu, para ilmuwan telah menggiatkan kajian mereka pada kepadatan atmosfer Mars miliaran tahun yang lalu. Ini bukan tugas yang mudah. Bahkan, sangat sulit untuk menentukan tekanan atmosfer Bumi dari rentang waktu yang sama.
Asisten Profesor dari
Georgia Tech, Josef Dufek terus berupaya untuk mempelajari lebih lanjut tentang kondisi atmosfer Mars masa lalu dengan menganalisis dua sumber: letusan gunung berapi kuno dan observasi permukaan oleh kendaraan penjelajah Mars.
Dikutip dari spacedaily.com, Selasa (08/05/2012), temuan baru yang dipublikasikan oleh jurnal
Geophysical Research Letters, memberikan lebih banyak bukti bahwa dahulu Mars memiliki banyak air dan bahwa atmosfer itu jauh lebih tebal, setidaknya 20 kali lebih padat, dari saat ini.
"Tekanan atmosfer mungkin telah memainkan peran dalam mengembangkan hampir semua fitur permukaan Mars," kata Dufek, "Iklim di planet ini, keadaan fisik air di permukaan dan potensi kehidupan semuanya dipengaruhi oleh kondisi atmosfer.", tambah seorang instruktur di Sekolah sains.
Alat penelitian pertama Dufek adalah sebuah fragmen batuan yang terbawa ke atmosfer Mars selama letusan gunung berapi sekitar 3,5 miliar tahun lalu. Deposit fragmen tersebut mendarat di sedimen vulkanik, menciptakan divot (gumpalan debu vulkanik), yang akhirnya padat dan berada tetap di lokasi yang sama hari ini.
Instrumen Dufek berikutnya adalah kendaraan penjelajah Mars. Pada tahun 2007, kendaraan penjelajah Mars mendarat di tempat fragmen tersebut jatuh, yang dikenal sebagai Lempeng Home, dan melihat lebih dekat pada fragmen. Dufek dan rekan-rekannya di
University of California-Berkeley mendapatkan cukup data untuk menentukan ukuran, kedalaman dan bentuk divot tersebut.
Dufek dan timnya kemudian pergi ke laboratorium untuk membuat divot mereka sendiri. Mereka menciptakan sag pasir menggunakan biji-bijian dengan ukuran yang sama seperti yang diamati oleh kendaraan penjelajah Mars.
Tim mendorong partikel bahan yang bervariasi (kaca, batu dan baja) dengan kecepatan yang berbeda ke tempat kering,lembab dan jenuh. Tidak peduli jenis partikel, hal itu konsisten dengan tetap menghasilkan kawah mirip dalam bentuk dengan divot Mars.
Dengan memvariasikan kecepatan propulsi, tim Dufek juga menentukan bahwa partikel laboratorium harus mendorong pasir dengan kecepatan kurang dari 40 meter per detik untuk menciptakan kedalaman penetrasi yang sama.
Agar sesuatu bergerak melalui atmosfer Mars pada kecepatan puncak saat itu, tekanan akan menjadi minimal 20 kali lebih padat daripada kondisi saat ini, yang menunjukkan bahwa dahulu Mars pasti memiliki atmosfer tebal.
"Penelitian kami konsisten dengan penelitian yang berkembang bahwa awal Mars setidaknya meruakan planet yang berair dengan keadaan yang lebih padat daripada yang kita lihat hari ini," kata Dufek.
Kendaraan penjelajah Mars Curiosity dijadwalkan akan mendarat di Mars pada 5 Agustus tahun ini. (Adi Saputro/astronomi.us)