Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, February 4, 2014

Bisakah Kita Mendengar Suara di Planet Lain ?

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEixXeKP6fSiwF-IzK4QGaE_HWw5uhQZlVBd_ggALY9ZZxQHZvJhzD_akqICV6bnxCYRYXTa-g35x3hRoniasdWj11bwmjyr6wTInj7zDiUdLKrpTb3ZPqzDUKThRrjz_4H-kWdmJ0IoCW8/s1600/foto+daratan+laut+dan+danau+Titan.jpg
Titan, bulan Planet Saturnus yang memiliki kandungan oksigen. Image credit: NASA

Pertanyaan:
Bisakah Kita Mendengar Suara di Planet Lain ??

Jawaban:
Kita bisa mendengar suara di planet lain seperti Venus, Mars, bahkan di bulan Saturnus seperti Titan atau di obyek luar angkasa lainnya yang memiliki atmosfer, sebab pada dasarnya setiap materi dapat menjadi penghantar gelombang suara. Namun suara yang kita dengar di Venus atau Mars tidak akan sama dengan suara yang kita dengar sehari-hari di Bumi sebab kepadatan, struktur, dan unsur penyusun dari atmosfer planet tersebut juga berbeda-beda. Suara kita mungkin akan terdengar seperti saat kita mendengar suara di dalam air. Untuk mendengar seperti apa suara kita jika kita berada di Venus dan Mars, silahkan download simulasinya di bawah ini.
(Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Monday, February 3, 2014

Kehidupan Sudah Mulai Ada Sejak 15 Juta Tahun Setelah Big Bang

Ilustrasi planet Kepler-62f yang berada pada zonak layak huni. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA/Ames/JPL-Caltech
Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa awal mula kehidupan sudah muncul hanya selang 15 juta tahun setelah Big Bang. Astrobiologis menemukan petunjuk bahwa selain pada zona Goldilock (zona layak huni), eksoplanet (planet di luar tata surya) juga bisa mendukung kehidupan pada masa lalu saat alam semesta masih dihangatkan oleh sisa radiasi Big Bang, hal itu diungkapkan oleh astrofisikawan Harvard, Abraham Loeb. Sebagai perbandingan, kehidupan di Bumi sudah ada sejak 3,8 miliar tahun yang lalu saat umur Bumi baru 700 juta tahun.

Sesaat setela ledakan Big Bang, alam semesta menjadi tempat yang panas yang dipenuhi dengan plasma dan gas super panas yang secara bertahap mendingin. Berdasarkan data yang didapat teleskop Planck, sisa radiasi plasma yang disebut CMB (Cosmic Microwave Background) terdeteksi 389.000 tahun setelah Big Bang. Suhu alam semesta terus mendingin seiring dengan bertambah luasnya alam semesta.

Bintang-bintang yang terbentuk sesaat setelah Big Bang umumnya hanya terdiri dari unsur-unsur ringan seperti hidrogen dan helium saja. Sedangkan apakah beberapa saat setelah Big Bang ada planet berbatu yang terbentuk hal itu masih belum diketahui. Tapi Abraham Loeb mengatakan bahwa materi padat yang ada di awal alam semesta terbentuk bisa membentuk planet. Begitu pula dengan bintang berumur pendek yang gagal menjadi supernova, itu bisa membentuk planet juga. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Sunday, February 2, 2014

Misteri Galaksi Raksasa di Awal Alam Semesta Akhirnya Terungkap

Perbandingan galaksi Bima Sakti saat ini dengan galaksi Ultracompact pada awal usia alam semesta.Walaupun  galaksi Ultracompact terlihat sangat kecil, namun memiliki kepadatan bintang 10 kali lebih tinggi dari galaksi Bima Sakti. Image credit: NASA, European Space Agency, and S. Toft og A. Feild

Telah lama menjadi pertanyaan para ilmuwan, bagaimana bisa di awal alam semesta terbentuk setelah Big Bang bisa muncul galaksi raksasa dengan ukuran yang sangat besar dan berisi miliaran bintang. Penelitian yang dilakukan di Niels Bohr Institute nampaknya mulai menemukan jawaban dari misteri itu.

Rata-rata sebuah galaksi raksasa seperti Bima Sakti membutuhkan waktu bermiliar-miliar tahun untuk tumbuh dan berkembang menjadi seperti sekarang ini. Namun anehnya ilmuwan menemukan galaksi raksasa yang muncul hanya 3 miliar tahun setelah dentuman Big Bang. Setelah dilakukan penelitian, ilmuwan mengatakan bahwa galaksi-galaksi tua raksasa itu mampu tumbuh begitu besar di awal usia alam semesta sebagai akibat dari penggabungan dengan galaksi-galaksi "tetangga" di sekitarnya sehingga menjadi lebih besar, ketika mereka bergabung lagi dengan galaksi lain, maka ukurannya menjadi lebih besar lagi. "Itulah mengapa sangat mengejutkan bahwa di awal usia alam semesta kita menemukan galaksi spiral dan galaksi elips yang besar. Yang mengejutkan lagi saat galaksi-galaksi itu masih berukuran kecil, mereka sudah memiliki begitu banyak bintang sehingga  tingkat kepadatan bintang di dalamnya sangat tinggi mencapai 10 kali lipat," ungkap Sune Toft, ilmuwan dari Niels Bohr Institute.
Perkembangan galaksi elips dari masa ke masa. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA, European Space Agency, and S. Toft og A. Feild

Galaksi elips berbeda dengan galaksi spiral. Pada galaksi spiral, pergerakan bintang dan gas berputar di sekitar pusat galaksi. Sedangkan pada galaksi elips, pergerakan bintang tidak menentu. Rata-rata galaksi raksasa di awal usia alam semesta merupakan galaksi yang "boros" bahan bakar. Galaksi tersebut memiliki tingkat kelahiran bintang yang tinggi sehingga bahan untuk pembentukkan bintang juga cepat habis. Galaksi yang memiliki kandungan gas yang banyak, setelah bergabung dengan galaksi lain gas tersbeut akan terdorong ke tengah dekat pusat galaksi kemudian dengan cepat terbentuk bintang-bintang baru sehingga begitu "boros". Setelah bahan pembentuk bintang seperti gas habis, maka galaksi itu berhenti membentuk bintang dan yang tersisa hanyalah bintang-bintang tua dan lama kelamaan galaksi itu akan mati.

Penemuan ini sangat membantu para astronom untuk lebih mendalami evolusi galaksi di awal alam semesta. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, February 1, 2014

Robot Curiosity Akan Mulai Daki Gunung Sharp Mars

Foto self portrait Curiosity yang merupakan gabungan dari 50 foto yang dirakit jadi satu. Foto diambil dengan kamera MAHLI Curiosity. Image credit: NASA, JPL
Sudah lebih dari satu tahun sejak Curiosity mendarat di Mars pada Agustus 2012, dan sudah lebih dari 4 km berjalan menjelajahi planet Mars dan kini tiba saatnya bagi robot seberat 1 ton itu untuk mendaki gunung Sharp (mount Sharp). Rute yang akan ditempuh Curiosity yakni melewati gurun pasir halus seperti yang tampak pada gambar di bawah dengan pertimbangan lebih mudah untuk dilalui dan dapat mengurangi tingkat keausan roda Curiosity karena sedikitnya batu dan kerikil di sana. Namun untuk kepastiannya tim JPL (Jet Propulsion Laboratory) sedang memeriksa apakah jalan yang akan dilalui tersebut aman dari hal-hal yang bisa membahayakan Curiosity. "Keputusan belum dibuat tapi sangat bijaksana jika kita memeriksanya," ungkap manajer proyek Curiosity, Jim Erickson.
Daerah yang disebut "Dingo Gap", rencananya Curiosity akan melintasi gurun pasir kecil di tengah untuk mulai melakukan pendakian. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA, JPL
Gurun pasir kecil atau yang disebut dengan Dingo Gap terdiri dari gundukan pasir setinggi lebih kurang 1 meter dan saat ini hanya berjarak 35 meter dari Curiosity. Setelah melewati Dingo Gap, Curiosity akan melakukan analisis rute untuk kemudian mulai melakukan pendakian sejauh 5 km dari dasar kawah Gale. Tujuan para ilmuwan mengarahkan Curiosity untuk medaki adalah untuk mengetahui sejauh mana kondisi planet Mars berubah dari waktu ke waktu. Sejauh ini Curiosity sudah menempuh perjalanan sejauh 4,89 km berbeda jauh dengan kakaknya yang sudah 10 tahun lebih dulu ada di Mars, Opportunity yang telah menempuh perjalanan sejauh 38,7 km. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, January 31, 2014

"Sungai" Hidrogen Pengaruhi Kecepatan Pembentukkan Bintang Pada Sebuah Galaksi

Sungai hidrogen (oranye) terlihat mengalir dan menghubungkan galaksi NGC 6946 dengan galaksi tetangganya. Image credit: D.J. Pisano (WVU); B. Saxton (NRAO/AUI/NSF); Palomar Observatory -- Space Telescope Science Institute 2nd Digital Sky Survey (Caltech); Westerbork Synthesis Radio Telescope
Astronom DJ Pisano dari West Virginia University dengan menggunakan teleskop National Science Foundation's Robert C. Byrd Green Bank (GBT) menemukan apa yang disebut dengan "sungai" atau aliran hidrogen yang mengalir di sekitar galaksi NGC 6946. Penemuan ini menjadi kunci dari jawaban pertanyaan bagaimana sebuah galaksi spiral menjaga kecepatan dalam pembentukan bintangnya.

"Kita tahu bahwa bahan bakar untuk pembentukkan bintang haruslah datang dari suatu tempat. Sejauh ini kita hanya mendeteksi sekitar 10 persen dari jumlah bahan yang dibutuhkan dari beberapa galaksi yang telah kita observasi," ungkap Pisano. Teori yang terkenal tentang ini adalah bahwa "sungai" hidrogen yang disebut sebagai cold flow (arus dingin), membawa hidrogen sehingga menyerupai aliran sungai yang berjalan antar galaksi kemudian memicu terbentuknya bintang. Namun aliran hidrogen ini begitu samar dan menyebar sehingga agak sulit untuk dideteksi sampai saat ini.

Pada galaksi Bima Sakti, kecepatan pembentukkan bintangnya cukup stabil, berbeda dengan galaksi NGC 6946 yang lebih aktif. Galaksi NGC 6946 terletak 22 juta tahun cahaya dari Bumi di perbatasan konstelasi Cepheus dan Cygnus.

Dengan menggunakan teleskop GBT, Pisano dapat mendeteksi cahaya yang dipancarkan oleh gas hodrogen netral yang menghubungkan galaksi NGC 6946 dengan galaksi satelitnya yang lebih kecil. Lokasi dan Kemampuan teleskop GBT memungkinkan untuk mendeteksinya. Pisano percaya bahwa aliran filamen hidrogen ini berpengaruh pada evolusi galaksi. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Thursday, January 30, 2014

Bintang Hypervelocity, Bintang dengan Kecepatan 3 Juta km Per Jam

Bintang Hypervelocity di galaksi Bima Sakti. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: Julie Turner, Vanderbilt University, ESA
Astronom menemukan 20 bintang hypervelocity (hypervelocity stars) yang mengorbit pusat Bima Sakti dalam kecepatan yang super cepat sehingga bisa menyebabkan bintang itu terlempar ke luar dari Bima Sakti. Bintang Hypervelocity merupakan bintang dengan kecepatan orbit yang berbeda dari bintang secara umum di dalam galaksi. Pertama kali kelas bintang ini ditemukan oleh astronom Jack Hills pada tahun 1988 dan kemudian keberadaannya dikonfirmasi oleh Warren Brown, Margaret Geller, Scott Kenyon, dan Michael Kurtz pada tahun 2005. Bintang Hypervelocity (HVS) diyakini berasal dari awan Magellan besar (Large Magellanic Cloud).

Saking cepatnya periode orbitnya, kecepatannya bisa mencapai 2 juta mil per jam (3.218.688 km / jam). Diperkirakan bintang ini terbentuk saat ada sistem bintang ganda (bintang biner) dimakan oleh lubang hitam yang ada di pusat Bima Sakti, kemudian lubang hitam itu memuntahkan kembarannya dan melemparkannya dalam kecepatan yang super cepat, unkap mahasiswa astronomi dari Ohio University, keith Hawkins.

Besar dari bintang Hypervelocity ini bisa mencapai 4 kali dari Matahari kita, tapi ada juga yang lebih kecil. Mengamati bintang Hypervelocity sangatah sulit bagaikan mencari jarum di tumpukkan jerami, sebab ada miliaran bintang di galaksi Bima Sakti. Untuk itu astronom menggunakan teleskop Palomar 5 meter di California.

Diperkirakan ada lebih dari 1000 bintang Hypervelocity di galaksi kita ini. Jika jumlah bintang di Bima Sakti ada 100 miliar, maka jumlah itu amat sangat kecil (~0.000001%). (SP, WKP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wednesday, January 29, 2014

Video, Ilmuwan Tunjukkan Cara Berkebun di Mars

Michaela Musilova, seorang peneliti muda dari Slovakia mencoba menunjukkan kepada kita bagaimana cara bercocok tanam di Mars. Kelak jika manusia tinggal dan hidup di Mars, mereka harus bisa memenuhi kebutuhan hidup seperti makanan termasuk sayuran, buah-buahan, air, daging, dan sebagainya. Semua itu bertujuan agar manusia bisa bertahan hidup dan melanjutkan keberlanjutan spesiesnya di sana.

Tantangannya adalah Mars sangat berbeda jauh dengan Bumi. Lingkungan di sana begitu ekstrem dan tandus perlu usaha ekstra untuk mendapatkan semuanya. Berbeda dengan Bumi yang seperti sebuah supermarket dimana kita tinggal mengambil apa yang kita perlukan. Mars sungguh sangat berbeda. Nah, bagaimana cara bercocok tanam di sana, Musilova akan menjelaskan kepada Anda.

Sebagai informasi, Michaela Musilova adalah seorang astrobiologi yang mempelajari organisme yang mempunyai kemampuan hidup di kondisi ekstrem seperti gletser, dataran tinggi, gurun, dan sebagainya. Tidak menutup kemungkinan jika manusia sudah bisa pergi ke Mars, Musilova juga akan meneliti organisme apa yang bisa hidup di lingkungan Mars. Musilova pertama kali menyelesaikan pendisikan sarjananya di University College London, kemudian ia melanjutkan ke Caltech dan saat ini ia bekerja sebagai peneliti di JPL (Jet Propulsion Laboratory) NASA.

Penasaran seperti apa cara berkebun di Mars. Silahkan lihat pada video berikut:

Robot Penjelajah Bulan Milik China, Yutu Dikabarkan Rusak

Foto Yutu di Bulan yang diambil oleh Lunar Lander Chang'e-3. Image credit: Chinese Academy of Science
Kabar mengejutkan datang dari robot penjelajah Bulan China, Yutu (Jade Rabbit). Dilaporkan oleh kantor berita Xinhua, Yutu mengalami masalah mekanik yang menyebabkannya tidak dapat bergerak seperti yang seharusnya.

Kegagalan mekanik itu kemungkinan disebabkan oleh kondisi Bulan yang memang begitu ekstrem baik kondisi permukaannya maupun temperatur yang turun begitu cepat di malam hari dan naik dengan cepat di pagi dan siang hari. Hal itulah menyebabkan Yutu rusak.

Setelah berita rusaknya Yutu menyebar di dunia maya seperti Twitter, Banyak warga China yang sedih dan merespon berita itu dengan dukungan kepada Chinese Academy of Science selaku pembuat sekaligus pengendali robot Yutu. Saat ini ilmuwan sedang mencari cara bagaimana agar Yutu bisa bergerak kembali. Klik di sini untuk melihat foto-foto robot Yutu di Bulan. (SD/ Adi Saputro, www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto