NASA's Lunar Reconnaissance Orbiter. Image credit: space-travel.com |
Penemuan itu didapat setelah ilmuwan melakukan penelitian terhadap emisi ultraviolet yang terlihat di atmosfer di atas permukaan Bulan.
"Yang menjadi pertanyaan saat ini adalah apakah Helium tersebut berasal dari dalam Bulan? Apakah gas tersebut dihasilkan dari peluruhan radioaktif dari dalam batu, ataukah dari sumber luar seperti angin Matahari (solar wind)?," ucap Dr Alan Stern, peneliti utama dari Southwest Research Institute seperti yang dikutip astronomi.us dari space-travel.com, Sabtu (18/08/2012).
Penelitian lain yang dilakukan oleh Dr Paul Feldman dari Johns Hopkins University menunjukkan bahwa jumlah Helium yang ada bisa berbeda-beda, dipengaruhi oleh angin Matahari. Saat Bulan melintas di belakang Bumi dan terhalang oleh angin Matahari, jumlah Helium jadi menurun.
"Jika hal itu dipengaruhi oleh angin surya / angin Matahari, maka hal itu akan menjadi petunjuk bagi kita bahwa proses yang sama juga pada obyek luar angkasa yang lain," ucap Stern.
Namun jika pengamatan yang dilakukan oleh LAMP tidak menunjukkan hubungan angin Matahari dengan Helium di atmosfer Bulan, maka peluruhan radioaktif atau sebuah proses di dalam "tubuh" Bulan merupakan asal muasal dari Helium tersebut, contohnya seperti gempa di permukaan Bulan.
Selain Helium, pada tahun 1972, Lunar Atmosphere Composition Experiment (LACE) juga menemukan gas argon di permukaan Bulan. (Adi Saputro/ astronomi.us)