Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, May 15, 2012

Galaksi NGC 891, Galaksi Spiral Bertabur Bintang

Galaksi NGC 891. Image credit: NASA
Bagian tepi utara dari galaksi spiral NGC 891 yang menyerupai ujung "pedang" dari kisah-kisah fiksi, berhasil ditangkap oleh teleskop Hubble. Tepi galaksi tersebut tampak bersinar terang oleh cahaya dari miliaran bintang yang di sekelilingnya terdapat awan dan debu.

Dikutip dari universetoday.com, Selasa (15/05/2012), Diameter galaksi NGC 891 ini hampir sama dengan galaksi BIma Sakti yaitu sekitar 100.000 tahun cahaya dan ujung utara yang seperti tampak pada gambar ukuranya mencapai 40.000 tahun cahaya.

Tidak seperti galaksi Bima Sakti, galaksi NGC 891 ini memiliki begitu banyak gas dan debu. Para astronom berpendapat ahwa ini merupakan hasil dari ledakan supernova dan pembentukan bintang yang memancarkan materi dalam jumlah besar ke ruang antar bintang jauh di ruang angkasa. galaksi ini terletak di konstelasi Andromeda dan berjarak 30 juta tahun cahaya dari Bumi. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Monday, May 14, 2012

Video: UFO Melintas di Dekat Matahari

Penampakan UFO melintas di Matahari.
Image credit: vivanews.com
Setelah melakukan pembesaran, video YouTube menunjukkan obyek misterius berada di sekitar permukaan matahari pada awal bulan ini.

NASA tidak lama kemudian menutup proyek pesawat angkasa luar yang mengambil gambar itu. Pengguna YouTube melayangkan tuduhan konspirasi NASA dalam menutup-nutupi bukti keberadaan UFO.

"Inilah bukti konspirasi menutupi bukti untuk mencegah kita melihat obyek ini lagi. NASA pasti sudah melihat video ini dan mulai membuat rencana untuk mengubah cara Anda dan saya melihatnya," ujar akun YouTube, rob19791 pada pemuatan video keduanya.

NASA menghentikan misi dengan alasan modus darurat perolehan ulang matahari pada 4 Mei 2012. Gangguan ini disebabkan pemicu palsu yang menunjukkan detektor anomali.

Agen angkasa luar Amerika Serikat itu menyebutkan dalam proses memperbaiki pesawat ruang angkasa dalam beberapa hari.

"Satu hari setelah video saya keluar di YouTube, video itu langsung masuk halaman utama dan tetap berada di sana. Jutaan orang berpotensi melihatnya," ujar rob19791.

Menurut pengguna YouTube itu, terlalu kebetulan NASA menutup proyek secara tiba-tiba setelah videonya menyebar.

Pada Maret, temuan serupa membawa teori Bintang Mati. Ilmuwan NASA membantah teori obyek serupa planet mengisi bahan bakar di matahari.

Menurut Dailymail.co.uk, NASA menjelaskan kamera hanya mengambil gambar filamen matahari. Obyek ini merupakan materi meluas dari matahari dan mendingin hingga membentuk titik gelap.

Penjelasan ini serupa sepertinya akan digunakan untuk menjelaskan penampakan UFO yang ketiga kalinya ini.

Jawaban NASA lebih singkat daripada teori konspirasi. Tapi, memberi teka-teki pada ilmuwan yang memberikan jawaban. Mereka tidak yakin mengenai jenis filamen dan penyebab terbentuknya.


Please install the Flash Plugin

Insinyur Akan Buat Pesawat USS Enterprise Star Trek Sungguhan

USS Enterprise. Image credit: BuildTheEnterprise.org
Tentunya kita semua sudah tahu dan cukup sering menonton film Star Trek. Dalam film tersebut terdapat sebuah pesawat luar angkasa yang sangat terkenal yaitu USS Enterprise. Pada film Star Trek, dikisahkan pesawat tersebut dibuat pada tahun 2245. Namun saat ini beberapa insinyur yakin bahwa dengan teknologi yang ada saat ini, mereka mampu membuat pesawat USS Enterprise sungguhan.. Hal itu diungkapkan oleh penulis di website proyek ini http://www.buildtheenterprise.org/ yang bernama BTE Dan.

USS Enterprise generasi pertama akan dibuat dalam jangka waktu 20 tahun, termasuk waktu untuk penelitian, perancangan dan pembuatan. Jika pesawat tersebut jadi, diperkirakan ia akan akan mampu mencapai planet Mars hanya dalam waktu 9 hari. Dalam rancangan yang terdapat dalam website tersebut, panjang dari pesawat USS Enterprise adalah 960 meter yang berarti lebih panjang dari bangunan tertinggi di dunia saat ini , Burj Khalifa di Dubai. (Adi Saputro/ astronomi.us)

Arkeolog Temukan Ruang Kelas Astronomi Suku Maya

Ruang kelas Astronomi suku Maya. Image credit: Tyrone Turner / National Geographic
Sekelompok arkeolog dari Amerika Serikat berhasil menemukan ruangan kecil dalam reruntuhan peninggalan Suku Maya di hutan hujan Xultun, timur laut Guatemala. Ruangan dengan dinding penuh dengan coretan astronomi itu diperkirakan jadi 'ruang kelas' bagi para astronom suku tersebut.

Coretan ini juga berisi perhitungan kalender rumit yang ditaksir berusia 1.200 tahun. Sebelumnya sudah diketahui jika Suku Maya memiliki pengetahuan luar biasa di zamannya mengenai astronomi. Namun, penemuan sebelumnya hanya berusia 600 tahun. Dan penemuan ini mengartikan ilmu astronomi Suku Maya sudah hadir jauh sebelum waktu tersebut.

'Ruang belajar' ini hanya berukuran 1,8 meter per segi dan merupakan bagian dari kompleks besar reruntuhan Suku Maya di Xultun. Selain coretan astronomi dan kalender, terdapat juga sosok raja yang tengah duduk bersama dengan beberapa sosok lainya. Namun, ditegaskan para peneliti dalam jurnal Science, Jumat (11/5), sosok tersebut tak ada hubungannya dengan disiplin astronomi Suku Maya.

Satu bagian khusus dari dinding itu berisikan fase Bulan selama 13 tahun. Menurut para peneliti, hitungan ini dilakukan untuk menentukan dewa mana yang tengah mengawasi Bulan pada saat tertentu.

Ditambahkan ahli astronomi Suku Maya dari Colgate University, New York, Anthony Aveni, jika perhitungan ini juga digunakan ahli nujum untuk memperkirakan bulan purnama. Waktu tersebut kerap disarankan untuk memulai perang atau kapan waktu tepat untuk mulai menanam. "Apa yang Anda lihat di sini adalah astronomi yang didorong oleh agama," kata Aveni.

Berdekatan dengan dinding kalender, terdapat dinding dengan angka acak. Belum ada penjelasan pasti dari arti coretan tersebut. Tapi diperkirakan coretan ini digunakan ahli nujum untuk perhitungan beberapa even penting yang berhubungan dengan pergerakan benda langit seperti planet dan Bulan. (nationalgeographic.co.id, astronomi.us)

NASA Rekam Adanya Pergerakan Pasir di Mars

Foto permukaan Mars yang diambil oleh wahana penjelajah Mars, Viking 2 pada tahun 1976. Image credit: NASA
Perangkat angkasa milik Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA), Mars Reconnaissance Orbiter, merekam pergerakan pasir di permukaan Planet Mars. Peristiwa ini terbilang mengejutkan karena kondisi cuaca dan atmosfer planet merah itu.

Mars memiliki atmosfer yang lebih tipis dari Bumi. Kecepatan angin di Mars juga jauh lebih lemah dan jarang. Namun, pergerakan pasir di Mars nyaris menyerupai pergerakan di Bumi.

Pergerakan ini direkam oleh High Resolution Imaging Science Experiment (HiRISE) yang terdapat di Mars Reconnaissance Orbiter. Disimpulkan dalam jurnal Nature yang dirilis Rabu (9/5), gundukan pasir tersebut memiliki ketebalan 61 meter dan bergerak sejajar dengan permukaan Mars.

"Penemuan ini akan membantu para peneliti untuk memahami perubahan kondisi Mars dalam skala global," ujar Kepala Program Eksplorasi Mars NASA Doug McCuistion. Selain itu, kata McCuistion, pemahaman terhadap permukaan Mars yang dinamis akan jadi informasi penting dalam perencanaan eksplorasi Mars. Baik menggunakan robot maupun misi pengiriman manusia.

Para peneliti menganalisa foto yang diambil di tahun 2007 dan 2010 di wilayah Nili Patera, gundukan pasir berlokasi di dekat garis khatulistiwa Mars. Dengan menghitung gerak lapisan, disimpulkan jika gundukan tersebut benar bergerak. Gerakan ini akhirnya memungkinkan pengukuran volume dan aliran pergerakan pasir.

"Kami memilih Nili Patera karena tahu ada pergerakan pasir di sana yang bisa kami ukur. Gundukan pasir di sana juga mirip dengan gundukan di Antartika dan beberapa lokasi lainnya di Mars," ujar Nathan Bridges, peneliti dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory.

Hasil studi ini juga memperkaya informasi mengenai pengikisan batu oleh pasir di Mars. Dengan memperhitungkan volume pasir yang bergerak, para peneliti memperkirakan bebatuan di Nili Patera akan terkikis layaknya bebatuan di Antartika. (nationalgeographic.co.id, astronomi.us)

Sunday, May 13, 2012

Lubang Hitam di Pusat Bima Sakti Bisa Bahayakan Bumi

Lubang hitam di pusat galaksi Bima Sakti. Image credit: dailymail.co.uk
Lubang hitam raksasa ini berada tepat di pusat Bima Sakti. Lubang hitam ini diduga melahap asteroid dan menciptakan api yang bahkan bisa tampak dari Bumi.

Para ilmuwan NASA mendeteksi api sinar-x itu dari lubang hitam di Sagitarius A. Output energi yang muncul 100 kali lebih terang dibanding lubang hitam biasa. Lubang hitam ini dikelilingi triliunan asteroid dan komet.

“Orang ragu apakah asteroid ini dapat terbentuk di lingkungan keras dekat lubang hitam raksasa yang asteroid ini digunakan lubang hitam sebagai bahan bakar membuat api,” kata kastytis Zubovas dari University of Leicester di Inggris.

Tak hanya itu, hasil riset ini juga memastikan teori menyatakan banyak asteroid berada di lingkungan dekat Bumi.

“Jika Bumi berada terlalu dekat Sagitarius A, ini bisa menjadi akhir kehidupan di planet ini,” tutupnya seperti dikutip DM.(inilah.com, astronomi.us)

Ilmuwan Usulkan Gunakan Robot Untuk Hancurkan Asteroid

Asteroid. Image credit: mnn.com
Pertahanan terhadap asteroid selalu fokus pada persenjataan besar seperti hulu ledak nuklir atau laser. Namun, para peneliti dari Strathclyde yakin memiliki trik jitu.

Terdapat dua teknisi dari University of Strathclyde yang beranggapan, menggantikan penggunaan senjata laser besar praktis, ‘serbuan’ pesawat luar angkasa kecil seberat 453 kg diyakini masih mampu menangkisnya.

Pada konferensi di Atlanta Georgia, Alison Gibbings dan Massimiliano Vasile, mengusulkan ‘serbuan’ kerikil bertenaga surya bisa membelokkan asteroid sejauh 35,4 ribu kilometer. Jarak ini sudah cukup untuk menyelamatkan Bumi dari hantaman asteroid.

‘Gerombolan’ ini akan diluncurkan ke orbit dengan roket tunggal yang kemudian membentuk ‘kawanan’ untuk menyerang batu ruang angkasa berdiameter 250 meter itu. Hingga kini, penelitian pada ‘perisai asteroid’ untuk Bumi hanya fokus pada satelit besar bersenjata besar.

Namun para peneliti Strathclyde ini, memikirkan satelit ‘tempur’ yang ukurannya lebih kecil dan mampu bekerjasama menghancurkan asteroid besar. Vasile juga meneliti pendekatan lain, yakni menggunakan satelit kecil yang dipersenjatai laser.

Bukan menghantamkannya, satelit laser kecil ini akan ‘mengunyah’ asteroid yang mendekat. “Pendekatan yang kami kembangkan melibatkan pengiriman satelit kecil yang mampu terbang dalam formasi bersama asteroid dan menembakkan laser di jarak dekat,” katanya.

Penggunaan laser daya tinggi di angkasa masih dalam tahap perkembangan dan salah satu tantangan utama adalah memiliki daya tinggi, efisiensi tinggi dan kualitas laser tinggi di saat bersamaan.

“Masalah tambahan dari defleksi asteroid ini adalah, saat laser mulai merusak permukaan obyek, gumpalan gas dan puing-puing bisa mencemari pesawat dan laser. Namun, tes kami membuktikan, tingkat kontaminasi kurang dari harapan dan laser bisa terus berfungsi,” katanya.

Segerombolan satelit kecil yang terbang dalam formasi dan secara kooperatif menembak asteroid akan mengatasi kesulitan yang berhubungan dengan metode terbaru yang fokus pada pesawat ruang angkasa berat dan besar.

Pada 100 tahun lalu, area vegetasi seluas 2.000 kilometer hancur saat obyek luar angkasa yang diyakini memiliki diameter 30-50 meter meledak di langit di atas Tunguska, Siberia. “Peristiwa kelas Tunguska diramalkan terjadi beberapa abad mendatang,” kata Vasile.

Asteroid yang lebih kecil lebih sering menghantam Bumi dan umumnya terbakar di atmosfer. Meski begitu, beberapa aseteroid berhasil mencapai tanah atau meledak di ketinggian rendah yang berpotensi menyebabkan kerusakan bangunan dan orang.

“Kita bisa mengurangi ancaman yang timbul dengan armada pesawat luar angkasa ukuran kecil dan menengah yang dilengkapi laser untuk menangkisnya. Sistem kami merupakan sistem yang terukur,” katanya.

Versile mengaku, saat ini sedang menyelidiki penggunaan konsep yang sama untuk menghilangkan kotoran ruang angkasa. Jumlah obyek di orbit diklasifikasikan sebagai puing-puing yang terus meningkat dan tanpa ada solusi yang diterima secara luas untuk menghilangkannya.

Para peneliti di University of Strathclyde yakin, pesawat dengan laser bisa digunakan menurunkan orbit asli dari puing-puing ruang angkasa dan mengurangi kemacetan.

“Jumlah sampah yang ada di orbit disebut sindrom Kessler di mana kepadatan menjadi sangat tinggi hingga tabrakan antar obyek bisa menyebabkan peningkatan sampah secara eksponensial,” paparnya.

Meski ada pemantauan signifikan untuk melacak benda-benda, tak ada sistem khusus untuk menghilangkannya. “Keuntungan utama menggunakan teknik ini adalah, laser tak harus ditembakkan dari tanah. Jika ditembakkan dari tanah, proses ini akan terhambat jarak dan hanya bisa menembak puing dalam bentuk busur pendek,” tutupnya. (inilah.com, astronomi.us)

Teleskop VISTA Temukan 160 Kumpulan Bintang di Sekitar Bima Sakti

Globular cluster Messier 55.
Image credit: ESO/J. Emerson/VISTA
Teleskop milik ESO's Paranal Observatory, VISTA berhasil menemukan sekitar 160 kumpulan bintang (globular cluster)  yang mengelilingi galaksi Bima Sakti.

Dikutip dari spacedaily.com, Minggu (13/05/2012), Diperkirakan usia globular cluster bintang ini sama dengan globular cluster yang lain yaitu sekitar 10 miliar tahun dan berasal dari komponen awan gas yang sama. Hal ini terjadi tidak lama setelah Big Bang. Hampir semua gas dan unsur dalam pembentukan globular cluster tersebut merupakan gas dan unsur yang umum terdapat di alam semesta seperti hidrogen, helium, oksigen, dan nitrogen. Kandungan hidrogen menyebabkan warna bintang berbeda. Pada globular cluster Messier 55 di konstelasi Sagitarius, jarak diantara bintang satu dengan lainnya hanya sekitar 25 kali jarak antara Matahari kita dengan sistem bintang terdekat Alpha Centauri.Beberapa galaksi besar diketahui memiliki ribuan globular cluster di sekitarnya.

Astronom Perancis Nicolas Louis de Lacaille menjadi orang pertama yang mendokumentasikan pengelompokan bintang pada tahun 1752, 26 tahun kemudian astronom Perancis lainnya Charles Messier memasukkan cluster baru ke 55 dalam katalog tersebut.


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto