Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Monday, April 16, 2012

Bima Sakti Banyak Miliki Planet Kesepian

Ilustrasi planet kesepian. Image credit: Discovery
Galaksi Bimasakti memiliki lebih dari 100.000 planet yatim piatu atau planet nomad, alias planet yang tidak mengorbit bintang induk tertentu. Hal tersebut diketahui dari ekstrapolasi hasil observasi planet yang dilakukan dengan metode gravitational microlensing, melihat pengaruh gravitasi planet pada cahaya bintang.

Louis Strigari, ilmuwan dari Kavli Institute di Stanford University dan rekannya mendeteksi objek yang terdapat di Bimasakti, mulai dari yang sebesar Jupiter hingga sekecil Pluto. Berdasarkan hasil studi, ilmuwan menemukan bahwa tak ada cukup tata surya yang mempu menaungi seluruh planet yang ada, sehingga planet yatim piat umum.

Ada teori yang meyatakan bahwa planet yatim piatu semula berasal dari tata surya tertentu dan kemudian terlempar keluar. Hasil riset menunjukkan bahwa teori itu tak sepenuhnya berlaku. Lebih lanjut, hasil studi juga membuka pertanyaan baru tentang proses pembentukan planet serta pandangan baru tentang zona layak huni di luar Bumi.

"Jika ada planet nomad yang cukup besar dan memiliki atmosfer tebal, mereka bisa menjebak panas, memungkinkan bakteri untuk hidup," kata Strigari seperti dikutip Discovery, Jumat (24/2/2012).

Hasil penelitian Strigari telah dikirim ke jurnal Monthly Notices of the Royal Astronomical Society. Penelitian lebih lanjut bisa dilakukan dengan Wide-Field Infrared Survey Telescope (WFIRST) milik NASA dan Large Synooptic Telescope yang akan diluncurkan pada tahun 2020.(kompas.com, astronomi.us)

Planet Merkurius Miliki Es?

Planet Merkurius. Image credit: NASA
Merkurius memang planet terdekat dengan Matahari dengan temperatur mencapai 400 derajat Celsius. Tapi, penelitian terbaru menunjukkan bahwa Merkurius mungkin memiliki air dalam bentuk es.

Sebelumnya, pengamatan dengan gelombang radio yang dilakukan di observatorium Arecibo di Puerto Rico menunjukkan adanya area kutub Merkurius memiliki warna terang.

Kini, pengamatan dengan kamera Mercury Dual Imaging System (MDIS) di wahana antaraiksa MESSENGER memperlihatkan bahwa warna terang itu ada di area bayangan permanen di kutub.

"Citra MDIS menunjukkan bahwa fitur terang radar di dekat kutub selatan Merkurius ada di area bayangan permanen. dan, di kutub utaranya juga terdapat hanya di area bayangan. Hasil ini mendukung hipotesis adanya es," kata Nancy Chabot, ilmuwan dari Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory, Senin (26/3/2012).

Dugaan ini tentu masih perlu diuji. Ada kemungkinan juga bahwa fitur terang yang didapatkan merupakan senyawa lain. Penelitian masih harus dilakukan.

Meski demikian, temuan ini sangat menarik. Bagaimana bisa planet yang terdekat dengan matahari memiliki es?

Kalau terbukti, maka akan makin banyak benda di tata surya yang memiliki air dalam bentuk es. Telah diketahui, Bulan dan mars juga punya air dalam bentuk es.

Chabot mempresentasikan hasil penelitiannya di Lunar and Planetary Science Conference ke-43 di Woodlands, Texas.(kompas.com, astronomi.us)

Duluan Mana, Planet atau Molekul Kehidupan?

Piringan protoplanet di sekitar bintang Fomalhaut (HD 216956). Image credit: NASA
Astronom berpandangan bahwa planet terbentuk ketika debu yang ada di piringan protoplanet (terdiri atas gas dan debu) membentuk bongkahan batu dan secara bertahap membangun bola lebih besar hingga menjadi planet.

Bumi dan planet lain di Tata Surya terbentuk dengan proses yang sama. Diperkirakan, waktu terbentuknya Bumi dan planet lain ialah 4,5 miliar tahun yang lalu.

Sebelumnya, astronom berpikir bahwa molekul kehidupan terbentuk setelah ada planet. Namun, pemodelan terbaru menunjukkan bahwa molekul kehidupan bisa saja terbentuk sebelum ada planet.

Geologi Fred Ciesla dari University of Chicago dan Scott Sandford dari Ames Research Center NASA di California adalah ilmuwan yang melakukan pemodelan komputer tersebut.

Berdasarkan pemodelan, keduanya mengatakan bahwa debu di piringan protoplanet bisa terpapar oleh sinar ultraviolet sehingga membentuk senyawa organik.

Senyawa organik adalah senyawa yang terdapat pada makhluk hidup. Senyawa ini meliputi asam amino, protein, karbohidrat, basa nukleus dan juga asam nukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA).

Sebelumnya, Sandford mnelakukan eksperimen dengan melakukan pemaparan UV ke butir debu yang tertutupi es. Ia menemukan, UV bisa memutus ikatan pada material dan memungkinkan pembentukan molekul kompleks.

Permasalahan saat itu, Sandford tak yakin mekanisme yang sama bisa bekerja pada debu di piringan protoplanet sehingga memungkinkan pembentukan molekul organik.

Pemodelan yang dilakukan membuktikan bahwa mekanisme itu bisa terjadi. Piringan protoplanet cukup dinamis sehingga debu bisa terbawa ke tepian piringan dan terpapar UV dari bintang.

"Hasil ini mengagumkan karena begitu natural. Kami tak harus membuat kondisi spesial dalam pemodelan kami. Kami menemukan semua yang kami harapkan bekerja dengan sempurna," ungkap Ciesla seperti dikutip Space, Kamis (29/3/2012).

Menurut Ciesla, dinamika dan proses itu tak cuma terjadi di Tata Surya, tetapi juga sistem keplanetan yang lain secara umum.

Meski demikian, hasil pemodelan belum mampu menjawab bagaimana senyawa organbik bisa sampai ke Bumi. Pandangan terbaru mengatakan bahwa senyawa organik dibawa oleh asteroid.(kompas.com, astronomi.us)

Galaksi NGC 2683, Galaksi Unik Berbentuk "UFO"

Galaksi NGC 2683 / galaksi UFO. Image credit: NASA
Teleskop antariksa Hubble berhasil menangkap citra galaksi spiral NGC 2683. Bentuk galaksi tersebut menyerupai pesawat alien yang kerap digambarkan dalam film fiksi ilmiah sehingga astronom di Astronaut Memorial Planetarium and Observatory menjulukinya "Galaksi UFO".

Citra yang ditangkap Hubble menunjukkan rupa galaksi jika dilihat dari samping. Sudut pandang ini memberi kesempatan bagi astronom untuk melihat detail debu di tepian dan siluet warna keemasan di tengah galaksi.

Citra ini dirilis NASA, Jumat (30/3/2012) lalu. Dalam citra galaksi ini, astronom juga bisa melihat bahwa NGC 2683 ini kaya akan bintang muda dan panas yang ditunjukkan dengan warna biru.

NGC 2683 ditemukan pada 5 Februari 1788 oleh astronom ternama, William Herschel. Galaksi ini mendiami rasi Lynx, rasi yang terlihat begitu redup sehingga membutuhkan mata sensitif untuk mengobservasi benda langit yang ada di areanya.

Instrumen Advanced Camera for Surveys yang ada pada teleskop antariksa Hubble menangkap citra galaksi ini dalam gelombang sinar tampak dan inframerah.(kompas.com, astronomi.us)

Ilmuwan Ungkap Teori Baru Material Pembentuk Bumi

Bumi. Image credit: NASA
Ian Campbell dan Hugh O'Neill dari Australia National University (ANU) mengemukakan bahwa Bumi terbentuk dari mekanisme yang berbeda dari yang dipercaya saat ini.

Hasil penelitian mereka menantang teori bahwa Bumi terbentuk dari material yang sama dengan Matahari. Dengan demikian, Bumi punya komposisi chondrit.

Chondrit adalah meteorit yang terbentuk di nebula yang mengelilingi Matahari 4,6 miliar tahun lalu. Meteorit ini berharga karena punya hubungan langsung dengan material awal Tata Surya.

"Selama puluhan tahun, diasumsikan bahwa Bumi memiliki komposisi yang sama dengan Matahari, selama elemen paling volatil seperti hidrogen dikecualikan," ungkap O'Neill.

Teori itu didasarkan pada pandangan bahwa semua benda di Tata Surya memiliki komposisi yang sama. Karena Matahari menyusun 99 Tata Surya, maka penyusun benda di Tata Surya pada dasarnya material Matahari.

Menurut Campbell dan O'Neill, Bumi terbentuk dari tumbukan benda serupa planet yang berukuran lebih besar. Benda angkasa tersebut sudah cukup masif dan memiliki lapisan luar.

Pandangan tersebut didukung oleh hasil penelitian Campbell selama 20 tahun di kolom batuan panas yang muncul dari lapisan dalam Bumi, disebut pluma mantel.

Berdasarkan penelitiannya, Campbell tak menemukan unsur seperti Uranium dan Thorium yang diduga memberi petunjuk bahwa Bumi tercipta dari material chondrit.

"Pluma mantel tidak melepaskan panas yang cukup yang mendukung adanya reservoir ini. Konsekuensinya, Bumi tidak memiliki komposisi yang sama dengan chondrit atau Matahari," ungkap Campbell.

Lapisan luar Bumi purba, kata Campbell seperti dikutip Universe Today, Jumat (30/3/2012), memiliki unsur yang menghasilkan panas yang berasal dari tumbukan dengan planet lain.

"Ini menghasilkan Bumi yang memiliki lebih sedikit unsur yang menghasilkan panas dibandingkan meteorit chondrit, yang menerangkan mengapa Bumi tak memiliki komposisi yang sama," jelas O'Neill.

Hasil penelitian Campbell dan O'Neill dipublikasikan di jurnal Nature, Kamis (29/3/2012). (kompas.com, astronomi.us)

Sunday, April 15, 2012

Peneliti Temukan Bukti Kegiatan Vulkanik di Bulan

Bagian yang tinggi di sekitar kawah Tycho yang menjadi kunci ditemukannya bukti kegiatan geologi di Bulan. Image credit: NASA Goddard/Arizona State University
Tim peneliti dari India’s Physical Research Laboratory (PRL), mengaku menemukan bukti tentang adanya aktivitas vulkanik baru di Bulan. Hal itu didapat dengan menggunakan data dari NASA’s Lunar Reconnaissance Orbiter dan wahana Chadrayaan-1. Dengan mengacu pada bentuk di pusat kawah Tycho yang menunjukkan bahwa di situ pernah terdapat aktivitas gunung berapi, menunjukkan bahwa dahulu Bulan pernah memiliki aktivitas geologi yang aktif selama proses pembentukkan kawah sekira 110 juta tahun yang lalu.

Batu besar berukuran 400 kaki di kawah tycho.
Image credit: NASA/GSFC/LROC

Dikutip dari universetoday.com, Minggu (15/04/2012), dalam artikel yang ditulis oleh Deccan Herald, para peneliti PRL mengungkapkan bahwa jejak aliran lava di sekitar kawah Tycho terbentuk 100 juta tahun setelah kawah terbentuk. Ini menunjukkan adanya aktivitas vulkanik yang relatif baru. Selain itu ditemukan pula batu-batu besar berukuran mulai dari 33 meter hingga ratusan meter, terlihat di sekitar kawah tersebut, bagaimana batu sebesar itu bisa sampai di situ?. "Sebuah temuan mengejutkan mengungkapkan adanya batu-batu besar-sekitar 100 meter di atas puncak. Tak ada yang tahu bagaimana mereka mencapai puncak, "kata Prakash Chauhan, seorang ilmuwan PRL.

Tanpa penelitian lebih lanjut sulit untuk menentukan dengan tepat dan usia formasi kawah tersebut. Tim menanti penelitian masa depan dengan Chandrayaan-II, yang akan memeriksa Bulan dari orbit serta land rover ke permukaan bulan. Chandrayaan-II diharapkan bisa diluncurkan awal tahun 2014. (Adi Saputro/astronomi.us)

Ilmuwan Jelaskan Munculnya Aurora di Planet Venus

Planet Venus. Image credit: Live Science
Baru-baru ini fenomena aurora ditemukan terjadi di planet Venus yang tidak memiliki medan magnet. Hal ini mengejutkan para ilmuwan karena biasanya fenomena dipicu oleh medan magnet suatu planet.

Penemuan ini bisa membantu menjelaskan asal-usul fenomena cahaya misterius di Venus, selain itu peneliti juga dapat mengetahui cara kerja ekor komet.

Aurora merupakan fenomena alam yang menyerupai pancaran cahaya yang menyala-nyala. Di Bumi, aurora terjadi di daerah sekitar kutub utara dan kutub selatan karena pengaruh tekanan medan magnet. Fenomena ini terjadi pada lapisan ionosfer akibat interaksi antara medan magnet planet dengan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh Matahari (angin surya).

Diwartakan Live Science, Jumat (6/4/2012), medan magnet ini membelokkan partikel bermuatan yang mengalir dari matahari ke lapisan magnetosfer yang mengelilingi suatu planet. Fenomena ini dapat terjadi pada magnetosfer, kemudian menimbulkan aurora dan badai magnetik.

Di sisi planet Venus yang tidak mendapat angin surya, magnetosfer bergerak memanjang ke dalam. Peristiwa ini disebut dengan magnetotail. Meski Venus tidak memiliki medan magnet, terdapat magnetotail yang terjadi akibat interaksi angin surya dengan ionosfer yang bermuatan listrik.

“Secara mengejutkan dinamika yang ditemukan di Venus dan Bumi memiliki kemiripan, meskipun lingkungan magnetiknya sangat berbeda”, jelas Tielong Zhang, pimpinan penulis penelitian sekaligus ilmuwan di Space Research Institute of the Austrian Academy of Science.

“Dalam beberapa dekade, kelap kelip cahaya yang telah diamati dengan berbagai cara dapat ditafsirkan sebagai aurora. Namun, aurora Venus telah lama membingungkan orang karena planet itu tidak memiliki medan magnet,” tambahnya. (okezone.com, astronomi.us)

NASA Kembangkan Satelit Permanen Tenaga Surya

Konsep Solar Power Satellite via Arbirtrarily Large Phased Array. Image credit: PC World
Teknologi tenaga surya terus mengalami kemajuan, mulai dari panel surya sederhana sampai panel yang lebih efisien. Tetapi para ilmuwan NASA percaya langkah memaksimalkan energi berbasis matahari berikutnya akan tercapai melalui satelit permanen tenaga surya.

Idenya adalah menggunakan satelit dengan susunan cermin untuk mengumpulkan energi Matahari. Energi yang terkumpul akan dikirim kembali ke bumi dalam bentuk pancaran microwave. Demikian diwartakan PC World, Jumat (13/4/2012).

NASA berpendapat cara itu cukup realistis sehingga mereka mendanai kelompok Artemis Innovation Management Solutions untuk mengembangkan Solar Power Satellite via Arbirtrarily Large Phased Array (SPS-ALPHA).

Satelit ini akan berbentuk tulip dan dilengkapi film tipis cermin untuk memantulkan sinar matahari ke dalam sel photovoltaic. Energi matahari yang terkumpul akan diubah menjadi gelombang mikro, kemudian dikirim kembali ke stasiun penerima di Bumi dengan frekuensi dan intensitas rendah.

Pembangkit tenaga listrik di Bumi akan mengubah energi microwave menjadi listrik dan menambahkannya ke jaringan listrik. NASA mengatakan bahwa setiap susunan kaca bisa saja menghasilkan puluhan hingga ribuan megawatt energi. (okezone.com. astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto