Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Wednesday, March 14, 2012

Mengapa Bagian Bulan yang Terlihat Dari Bumi Selalu Sama?

Penampakan dua sisi Bulan yang berbeda. Image credit: LRO
Ketika kita melihat Bulan, kita melihat variasi yang menakjubkan dari bagian yang terang dan gelap, tergantung pada posisi Anda di Bumi, Anda mungkin melihat Man in the Moon”, or maybe the “Rabbit in the Moon”, Daerah gelap yang dikenal sebagai maria, yaitu bidang lava halus yang diciptakan oleh letusan gunung berapi kuno di Bulan.

Tapi mengapa kita melihat bagian sisi maria tersebut dan bukan pada sisi yang lain?

Rotasi Bulan yang pasang surut terkunci dengan Bumi. Ini berarti bahwa Bulan selalu menghadirkan sisi yang sama kepada kita Dan sebelum era antariksa, diasumsikan bahwa seluruh sisi bulan seperti ini. Ketika pesawat ruang angkasa pertama dikirim dari Bumi untuk mengorbit Bulan, mereka mengirimkan foto-foto mengejutkan yang mengungkapkan pemandangan yang sama sekali berbeda dari apa yang kita biasa kita lihat. Bukan bercak gelap maria yang biasa kita lihat

Jadi mengapa sisi maria yang menghadap Bumi kita dan bukan sisi yang lain? Apakah itu hanya kebetulan?

Seperti yang di lansir dari universetoday.com, Rabu (14/03/2012), Peneliti dari California Institute of Technology (Caltech) berpikir bahwa ini bukan tentang keberuntungan sama sekali, tapi cara rotasi Bulan yang melambat setelah pembentukannya. Oded Aharonson, seorang profesor ilmu planet di Caltech, dan timnya menciptakan sebuah simulasi yang menghitung bagaimana rotasi Bulan melambat setelah pembentukannya.

Meskipun Bulan terlihat seperti bola, sebenarnya ia memiliki sedikit tonjolan. Dan miliaran tahun yang lalu, saat Bulan sedang berputar jauh lebih cepat, Seluruh sisi Bulan bisa terlihat dari Bumi, namun gravitasi bumi menarik-narik tonjolan ini dengan rotasi masing-masing dan membuat rotasi Bulan menurun sedikit sampai akhirnya berhenti dan yang menghadap Bumi adalah sisi maria.

Dalam setiap simulasi yang dilakukan berkat orientasi tonjolan bulan ini, sisi Maria atau sisi kawah akhirnya menghadap Bumi. Tapi tingkat di mana ia melambat seberapa cepat hilangnya energi rotasi menjelaskan mengapa hal tersebut bisa terjadi.

Jika Bulan melambat dengan cepat, maka peluangnya 50/50. Tapi karena Bulan melambat secara bertahap, kita memiliki kesempatan yang jauh lebih tinggi melihat sisi maria Bulan sebagai hasil akhir. Hasil penelitian ini diterbitkan dalam edisi 27 Februari dari Icarus Journal. (Adi Saputro/astronomi.us)

Tuesday, March 13, 2012

Video: Simulasi Bom Nuklir Untuk Hancurkan Asteroid

Ilustrasi bom nuklir saat
menabrak asteroid. Image credit: vivanews.com
Tak terhitung banyaknya, batu angkasa yang menghujani Bumi. Salah satunya pada 65 juta tahun lalu, asteroid raksasa menghantam Bumi dan memicu musnahnya spesies Dinosaurus.

Juga yang jatuh pada 30 Juni 1908, pukul 07.14 di pedalaman di Podkamennaya, Tunguska, Siberia. Meski tak menyebabkan korban jiwa, insiden itu meratakan dan membuat hangus 500.000 hektar hutan. Bayangkan jika asteroid itu jatuh di kawasan pemukiman padat penduduk.

Para ilmuwan kini sedang memutar otak, bagaimana menghindarkan bencana asteroid bagi umat manusia. Salah satunya yang dilakukan di Laboratorium Los Alamos, New Meksiko, milik pemerintah Amerika Serikat.

Para ilmuwan di sana merancang skrenario peluncuran bom nuklir berkekuatan satu megaton ke asteroid yang mengancam Bumi. Berharap ledakan raksasa yang dihasilkan akan menyelamatkan Bumi.

Simulasi ini kedengarannya memang mirip film sains fiksi Hollywood, namun nyatanya ia dirancang oleh para ilmuwan cerdas. Para ahli di Los Alamos menggunakan superkomputer untuk membuat model guna memastikan efektivitas senjata nuklir anti-asteroid.

Dalam simulasi tersebut, para peneliti diminta menangani asteroid berukuran panjang 500 meter menggunakan satu megaton bom nuklir -- yang kekuatannya 50 kali lipat dari kekuatan bom atom yang dijatuhkan AS di Nagasaki, Jepang, selama Perang Dunia II.

Meski baru sekedar uji virtual, para ilmuwan mengatakan, penanganan ini berhasil. "Pada akhirnya, bom nuklir dengan kekuatan satu megaton akan menghancurkan asteroid menjadi berkeping-keping. Cara ini akan mengurangi bahaya yang ditimbulkan asteroid awalnya," kata ilmuwan Los Alamos, Bob Weaver dalam video yang dirilis laboratorium tersebut, seperti dimuat Daily Mail.

Temuan ini sangat penting. Sebab, "jika salah satu obyek asteroid diprediksi akan tiba beberapa bulan lagi, ada potensi menimbulkan kehancuran dalam skala global," tambah dia.

Untuk membuat simulasi ini, tim menggunakan superkomputer dengan kekuatan 32.000 kali kekuatan prosesor dalam komputer biasa. Agar didapatkan hasil seakurat mungkin terkait apa yang terjadi.

Untungnya, rencana tersebut bekerja, itu berarti senjata tak harus dibawa ke permukaan asteroid seperti skrenario dalam Film Armageddon yang dibintangi Bruce Willis.

Namun, tim peneliti menekankan, penggunaan senjata nuklir raksasa hanya jalan terakhir. Peneliti juga menyelidiki metode lain, termasuk menggunakan pesawat ruang angkasa, juga memanfaatkan tarikan gravitasi planet untuk mengubah jalurnya. Berikut ini videonya:



(vivanews.com, astronomi.us)

Monday, March 12, 2012

ESA: Planet Venus Berputar Semakin Lambat Setiap Harinya

Planet Venus. Image credit: universetoday.com
ESA mengatakan para ilmuwan menemukannya ketika berusaha mencocokkan peta baru yang diambil baru-baru ini oleh pesawat Venus Express, dengan gambar yang diambil kira-kira 16 tahun lalu oleh pesawat pengorbit Magellan NASA.

Para peneliti memperhatikan gambar yang diambil Venus Express menunjukkan bahwa beberapa benda di Venus sampai 20 kilometer jauhya dari letak yang mereka perkirakan sebelumnya, kalau laju putaran planet itu sama dengan ketika Magellan mengambil gambarnya. Para ilmuwan mengatakan peta Venus Express dan peta Magellan cocok ketika mereka menambahkan 6,5 menit pada panjang satu hari Venus.

ESA mengatakan fenomena itu memerlukan penelitian lebih jauh.

Sebagai planet kedua terdekat ke Matahari, Venus terletak antara orbit planet Mercury yang kecil itu dan Bumi. (voanews.com, astronomi.us)

Sunday, March 11, 2012

Astronom: Galaksi adalah Pendaur Ulang Utama di Alam Semesta

Pengamatan terbaru dari Teleskop Ruang Angkasa Hubble NASA memperluas pemahaman para astronom pada cara di mana galaksi terus mendaur ulang volume besar gas hidrogen dan elemen-elemen berat lainnya. Proses ini memungkinkan galaksi membangun generasi-generasi bintang dalam rentang selama miliaran tahun.

Kelangsungan daur ulang ini membuat beberapa galaksi terhindar dari pengosongan “tangki bahan bakar”-nya dan memperlama zaman pembentukan-bintang selama lebih dari 10 milyar tahun.

Kesimpulan ini didasarkan pada serangkaian pengamatan Teleskop Ruang Angkasa Hubble yang menggunakan kemampuan khusus Cosmic Origins Spectrograph (COS) untuk mendeteksi gas di lingkaran Bima Sakti kita dan di lebih dari 40 galaksi lainnya. Data dari teleskop besar berbasis darat di Hawaii, Arizona dan Chili juga berkontribusi pada studi ini dengan mengukur sifat-sifat galaksi.


Para astronom meyakini bahwa warna dan bentuk sebuah galaksi sebagian besar dikendalikan oleh gas yang mengalir melalui perpanjangan halo di sekelilingnya. Tiga studi ini menyelidiki aspek yang berbeda dari fenomena daur ulang gas.

Hasilnya dipublikasikan dalam tiga makalah pada edisi 18 November majalah Science. Para pemimpin dari tiga studi adalah Nicolas Lehner dari University of Notre Dame di South Bend, Ind, Jason Tumlinson dari Space Telescope Science Institute di Baltimore, Md, dan Todd Tripp dari University of Massachusetts di Amherst.

Quasar jauh bersinar melalui "kabut" kaya gas plasma panas yang mengelilingi galaksi. Pada panjang gelombang ultraviolet, Cosmic Origins Spectrograph (COS) Hubble sensitif terhadap penyerapan dari banyak elemen berat terionisasi, seperti nitrogen, oksigen, dan neon. Unsur-unsur berat terionisasi berfungsi sebagai penanda untuk memperkirakan seberapa banyak massa di halo galaksi. (Kredit: NASA; ESA; A. Feild, STScI)

Pengamatan COS pada bintang-bintang jauh menunjukkan bahwa massa besar awan yang jatuh melalui lingkaran raksasa Bima Sakti kita, memicu pembentukan bintang yang tengah berlangsung. Awan hidrogen panas ini berada dalam 20.000 tahun cahaya dari cakram Bima Sakti dan mengandung bahan-bahan yang cukup untuk membuat 100 juta matahari. Beberapa gas ini merupakan bahan daur ulang yang terus-menerus diisi ulang dengan pembentukan bintang dan energi ledakan nova dan supernova, yang melemparkan gas kimiawi kembali ke halo.

Pengamatan COS juga menunjukkan lingkaran-lingkaran cahaya (halo) gas panas di sekitar galaksi-galaksi dahsyat pembentuk-bintang. Halo-halo ini, yang dilimpahi elemen-elemen berat, memperpanjang sebanyak 450.000 tahun cahaya di luar bagian yang terlihat pada cakram galaksi mereka. Sejumlah besar massa elemen berat yang ditemukan jauh di luar galaksi menjadi sebuah kejutan. COS mengukur 10 juta massa oksigen surya pada halo galaksi, yang berhubungan dengan sekitar satu miliar massa gas surya – sebanyak keseluruhan ruang di antara bintang-bintang dalam cakram galaksi.

Para peneliti juga menemukan bahwa gas ini hampir tidak ada yang berasal dari galaksi-galaksi yang telah berhenti membentuk bintang. Dalam galaksi-galaksi ini, proses “daur ulang” menyulut badai kelahiran bintang cepat yang dapat menerbangkan bahan bakar yang tersisa, pada dasarnya mematikan aktivitas kelahiran bintang selanjutnya.

Ini adalah bukti bahwa gas didorong keluar dari galaksi, bukan ditarik dari ruang intergalaksi, yang menentukan nasib galaksi.”

Warna dan bentuk galaksi sebagian besar dikendalikan oleh gas yang mengalir melalui perpanjangan halo di sekitarnya. Semua simulasi pembentukan galaksi modern menemukan bahwa mereka tidak bisa menjelaskan sifat-sifat galaksi yang diamati tanpa pemodelan proses akresi kompleks dan "umpan balik" dengan galaksi mana yang memperoleh gas dan kemudian mengusirnya setelah pemrosesan kimiawi oleh bintang-bintang. Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa galaksi spektroskopi seperti Bima Sakti mendaur ulang gas sementara galaksi yang melakukan aktivitas pembentukan bintang yang cepat akan kehilangan gas ke ruang intergalaksi dan menjadi "merah dan mati." (Kredit: NASA; ESA; A. Feild, STScI)

Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa galaksi-galaksi yang membentuk bintang pada tingkat yang sangat cepat, mungkin seratus massa matahari per tahun, dapat mendorong gas panas sangat jauh ke ruang angkasa antargalaksi dengan kecepatan hingga dua juta mil per jam. Itu cukup cepat untuk gas bisa melarikan diri selamanya dan tidak pernah mengisi bahan bakar galaksi induk.

Sementara “angin” gas panas dari galaksi sudah diketahui selama beberapa lama, pengamatan baru COS ini mengungkapkan bahwa arus panas memperpanjang jarak yang lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya dan dapat membawa sejumlah besar massa keluar dari galaksi. Beberapa gas panas bergerak lebih lambat dan pada akhirnya bisa didaur ulang. Pengamatan menunjukkan bagaimana galaksi-galaksi spiral kaya gas pembentuk-bintang dapat berevolusi menjadi galaksi elips yang tidak lagi membentuk bintang.

Cahaya yang dipancarkan oleh plasma panas ini tidak terlihat, sehingga para peneliti menggunakan COS untuk mendeteksi keberadaan gas dengan cara menyerap warna cahaya tertentu dari latar belakang quasar. Quasar merupakan objek yang paling terang di alam semesta dan merupakan inti galaksi aktif cemerlang yang mengandung lubang hitam pusat yang aktif. Quasar berfungsi sebagai mercusuar jauh yang bersinar melalui “kabut” kaya gas plasma panas yang mengelilingi galaksi. Pada panjang gelombang ultraviolet, COS sensitif terhadap keberadaan unsur-unsur berat, seperti nitrogen, oksigen, dan neon. Sensitivitas COS yang tinggi ini memungkinkan banyak galaksi bisa dipelajari. Sedangkan unsur-unsur berat terionisasi adalah penanda untuk memperkirakan seberapa banyak massa di halo galaksi. (faktailmiah.com, astronomi.us)

NASA Akan Terbangkan 5 Roket untuk Melacak Angin

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) akan meluncurkan serangkaian roket untuk mempelajari mengenai lairang angin yang mengelilingi bumi antara 14 Maret hingga 4 April. NASA berencana untuk meluncurkan lima orket dalam tempo lima menit dari fasilitas mereka di Pulau Wallops, Virginia.

Masing-masing roket akan melepaskan zat kimia yang akan meninggalkan awan berwarna putih susu untuk membuat angin bisa terlacak oleh ilmuwan di darat dengan menggunakan kamera.

Para ilmuwan itu akan berada di North Carolina, Virginia, dan New Jersey. Awan itu bisa dilihat dengan jelas dengan mata telanjang.

"Anda akan bisa melihatnya. Awan itu bisa dipotret dengan mudah," ujar Miguel Larson, peneliti utama proyek tersebut.

Roket itu kemudian akan jatuh ke bumi di Samudera Atlentik dimana mereka akan menjadi terumbu karang buatan. Proyek ini memakan dana sekitar US$4 juta. (metrotvnews.com, astronomi.us)

Ilmuwan Temukan Molekul Pendingin di Atmosfer Bumi

Atmosfer Bumi. Image credit: lipi.go.id
Sebuah molekul baru yang dapat membantu menghasilkan efek pendinginan, telah terdeteksi di atmosfer bumi. Namun, menurut sejumlah ilmuwan molekul itu masih harus dilihat terlebih dahulu apakah dapat menangani pemanasan global.

Molekul dapat mengkonversi polutan, seperti karbon nitrogen dan sulfurdioksida, menjadi senyawa yang dapat menyebabkan pembentukan awan. Menurut para peniliti molekul ini dapat membantu melindungi bumi dari efek sinar matahari.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan jurnal Science Kamis (12/1), peneliti dari Universitas Manchester dan Bristol, Inggris dan peneliti AS yang berbasis di Sandia National Laboratories mendeteksi adanya molekul baru yang disebut Biradicals Criegee. Pasalnya, molekul itu mampu menggunakan sumber cahaya 100 juta kali lebih kuat dari matahari.

"Kami menemukan biradicals bisa mengoksidasi sulfur dioksida, yang akhirnya berubah menjadi asam sulfat, yang memiliki efek pendinginan yang dikenal," kata Carl Percival, salah satu penulis penelitian di Universitas Manchester kepada Reuters.

Namun menurutnya, terlalu dini untuk memprediksi berapa banyak molekul yang harus dibentuk untuk membuat dampak besar pada suhu dunia. Selain itu, efek dari pembentukan awan juga masih belum bisa dimengerti.

Sejak seabad lalu, suhu rata-rata bumi telah naik 0,8 derajat Celcius. Para ilmuwan mengatakan peningkatan harus dibatasi hingga di bawah dua derajat Celcius pada abad ini. Hal ini untuk mencegah naiknya permukaan laut dan konsekuensi yang tidak diinginkan lainnya.

Namun hingga kini, arus utama cara membatasi pemanasan seperti energi yang terbarukan dan efisiensi energi, tidak memberikan hasil cukup cepat. (Reuters/Wtr3)

Bayi Bintang Ini Terus Menerus Mengeluarkan Air

L1448-MM, bayi bintang yang baru lahir. Image credit: sron.nl
Kelompok ahli astronomi dari Leiden University menemukan bayi bintang yang menyemburkan air melalui aliran jet dari kutubnya. Volume air yang disemburkan setara ratusan juta kali jumlah air yang mengalir di Sungai Amazon setiap detik.

Bayi bintang ini bernama L1448-MM, berjarak 750 tahun cahaya pada arah rasis Perseus. Dari bumi, bintang ini dekat dengan kelompok bintang tujuh, Pleiades. Massa calon bintang ini jauh lebih kecil dibandingkan matahari.

Bintang yang baru tumbuh ini menelan partikel yang tersebar di sekitarnya untuk menggemukkan diri. Kumpulan partikel ini terhidang sebagai piringan mirip donat di sekeliling bintang. Sebagian kecil hidangan ini mengalir ke kutub bintang lalu tangkis menjauhi bintang. Partikel yang menjauhi bintang inilah yang teramati sebagai jet.

"Kami tidak mengetahui cara bintang ini menendang partikel ini," ujar salah seorang peneliti, Lars E. Kristensen.

Meski belum mengetahui keseluruhan cara kerja bintang, Kristensen bersama peneliti lain bisa menghitung kecepatan semburan jet ini. Mereka mengamati molekul air yang hadir di kedua pusat semburan.

Suhu pusat semburan sendiri mencapai 100 ribu derajat celcius. Pada kondisi seperti ini, molekul air tidak berada dalam fasa cair, melainkan partikel gas hidrogen dan oksigen yang merupakan blok penyusun air. Seiring menjauhi pusat semburan, atom-atom ini mendingin dan berakhir sebagai air beku.

"Kecepatan semburan mencapai 50 kilometer per detik. Semburan ini membentuk busur kejut akibat bertabrakan dengan partikel terluar," ujarnya.

Semburan sendiri tidak mengalir lancar, melainkan berdetak dengan kecepatan tertentu. Kecepatan detak semburan ini 80 kali lebih cepat dibandingkan semburan peluru dari moncong senapan serbu AK-47.

Selain atom hidrogen dan oksigen, peneliti juga menemukan molekul karbon dioksida dan silikon oksida di dalam jet. Penelitian sendiri melibatkan teleskop inframerah canggih Herschel yang melayang di orbit.

Peneliti tidak mengetahui kapan proses pertumbuhan bayi bintang ini selesai. Menurut teori yang diakui luas, dibutuhkan 10 juta tahun agar L1448-MM menjadi bintang mapan. (tempo.co, astronomi.us)

Jam Paling Akurat di Dunia

Jam atom. Image credit: NIST
Bertahun-tahun jam atom dianggap sebagai alat paling akurat untuk mengukur waktu. Bahkan perangkat GPS yang umum ditemui di perangkat bergerak menggunakan jam atom sebagai dasar pengukuran waktu. Kini, gelar tersebut tampaknya harus diserahkan kepada jam nuklir, yang jauh lebih akurat.

Jam nuklir menggunakan inti atom sebagai jarum halus. Sebuah inti atom bergerak turun-naik untuk dua tingkat energi tertentu jika ditembak oleh cahaya laser pada frekuensi yang sangat spesifik. Frekuensi ini pada akhirnya dipakai sebagai penanda detak waktu. Dengan cara ini, jam nuklir akan 60 kali lebih akurat ketimbang jam atom.

Tetapi jam nuklir masih sebatas gagasan. Hingga saat ini pengukur waktu paling akurat adalah jam atom, yang hanya meleset sebanyak 4 detik sejak alam semesta terbentuk 13,7 miliar tahun lalu. Jam ini menggunakan lompatan elektron sebagai jarum halus. Sayangnya, elektron sering terganggu oleh aliran listrik dan medan magnet yang akhirnya mempengaruhi akurasi.

Konsep jam nuklir mulai dirintis oleh Corey Campbell dari Georgia Institute of Technology. Mereka memakai atom torium yang dikendalikan oleh laser. Akibatnya, gerakan inti atom hanya melenceng sebanyak 1 detik setiap 200 miliar tahun.

"Tingkat ketelitiannya sangat tinggi sehingga kesalahan bisa diabaikan," komentar ahli metrologi dari National Metrology Institute of Germany, Ekkehard Peik, mengomentari penelitian tersebut.

Sebelum konsep jam superakurat ini diterapkan di dunia nyata, ilmuwan harus mencari frekuensi paling tepat untuk menggerakkan inti atom torium. (tempo.co, astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto