Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Sunday, March 11, 2012

Astronom: Galaksi adalah Pendaur Ulang Utama di Alam Semesta

Pengamatan terbaru dari Teleskop Ruang Angkasa Hubble NASA memperluas pemahaman para astronom pada cara di mana galaksi terus mendaur ulang volume besar gas hidrogen dan elemen-elemen berat lainnya. Proses ini memungkinkan galaksi membangun generasi-generasi bintang dalam rentang selama miliaran tahun.

Kelangsungan daur ulang ini membuat beberapa galaksi terhindar dari pengosongan “tangki bahan bakar”-nya dan memperlama zaman pembentukan-bintang selama lebih dari 10 milyar tahun.

Kesimpulan ini didasarkan pada serangkaian pengamatan Teleskop Ruang Angkasa Hubble yang menggunakan kemampuan khusus Cosmic Origins Spectrograph (COS) untuk mendeteksi gas di lingkaran Bima Sakti kita dan di lebih dari 40 galaksi lainnya. Data dari teleskop besar berbasis darat di Hawaii, Arizona dan Chili juga berkontribusi pada studi ini dengan mengukur sifat-sifat galaksi.


Para astronom meyakini bahwa warna dan bentuk sebuah galaksi sebagian besar dikendalikan oleh gas yang mengalir melalui perpanjangan halo di sekelilingnya. Tiga studi ini menyelidiki aspek yang berbeda dari fenomena daur ulang gas.

Hasilnya dipublikasikan dalam tiga makalah pada edisi 18 November majalah Science. Para pemimpin dari tiga studi adalah Nicolas Lehner dari University of Notre Dame di South Bend, Ind, Jason Tumlinson dari Space Telescope Science Institute di Baltimore, Md, dan Todd Tripp dari University of Massachusetts di Amherst.

Quasar jauh bersinar melalui "kabut" kaya gas plasma panas yang mengelilingi galaksi. Pada panjang gelombang ultraviolet, Cosmic Origins Spectrograph (COS) Hubble sensitif terhadap penyerapan dari banyak elemen berat terionisasi, seperti nitrogen, oksigen, dan neon. Unsur-unsur berat terionisasi berfungsi sebagai penanda untuk memperkirakan seberapa banyak massa di halo galaksi. (Kredit: NASA; ESA; A. Feild, STScI)

Pengamatan COS pada bintang-bintang jauh menunjukkan bahwa massa besar awan yang jatuh melalui lingkaran raksasa Bima Sakti kita, memicu pembentukan bintang yang tengah berlangsung. Awan hidrogen panas ini berada dalam 20.000 tahun cahaya dari cakram Bima Sakti dan mengandung bahan-bahan yang cukup untuk membuat 100 juta matahari. Beberapa gas ini merupakan bahan daur ulang yang terus-menerus diisi ulang dengan pembentukan bintang dan energi ledakan nova dan supernova, yang melemparkan gas kimiawi kembali ke halo.

Pengamatan COS juga menunjukkan lingkaran-lingkaran cahaya (halo) gas panas di sekitar galaksi-galaksi dahsyat pembentuk-bintang. Halo-halo ini, yang dilimpahi elemen-elemen berat, memperpanjang sebanyak 450.000 tahun cahaya di luar bagian yang terlihat pada cakram galaksi mereka. Sejumlah besar massa elemen berat yang ditemukan jauh di luar galaksi menjadi sebuah kejutan. COS mengukur 10 juta massa oksigen surya pada halo galaksi, yang berhubungan dengan sekitar satu miliar massa gas surya – sebanyak keseluruhan ruang di antara bintang-bintang dalam cakram galaksi.

Para peneliti juga menemukan bahwa gas ini hampir tidak ada yang berasal dari galaksi-galaksi yang telah berhenti membentuk bintang. Dalam galaksi-galaksi ini, proses “daur ulang” menyulut badai kelahiran bintang cepat yang dapat menerbangkan bahan bakar yang tersisa, pada dasarnya mematikan aktivitas kelahiran bintang selanjutnya.

Ini adalah bukti bahwa gas didorong keluar dari galaksi, bukan ditarik dari ruang intergalaksi, yang menentukan nasib galaksi.”

Warna dan bentuk galaksi sebagian besar dikendalikan oleh gas yang mengalir melalui perpanjangan halo di sekitarnya. Semua simulasi pembentukan galaksi modern menemukan bahwa mereka tidak bisa menjelaskan sifat-sifat galaksi yang diamati tanpa pemodelan proses akresi kompleks dan "umpan balik" dengan galaksi mana yang memperoleh gas dan kemudian mengusirnya setelah pemrosesan kimiawi oleh bintang-bintang. Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa galaksi spektroskopi seperti Bima Sakti mendaur ulang gas sementara galaksi yang melakukan aktivitas pembentukan bintang yang cepat akan kehilangan gas ke ruang intergalaksi dan menjadi "merah dan mati." (Kredit: NASA; ESA; A. Feild, STScI)

Pengamatan Hubble menunjukkan bahwa galaksi-galaksi yang membentuk bintang pada tingkat yang sangat cepat, mungkin seratus massa matahari per tahun, dapat mendorong gas panas sangat jauh ke ruang angkasa antargalaksi dengan kecepatan hingga dua juta mil per jam. Itu cukup cepat untuk gas bisa melarikan diri selamanya dan tidak pernah mengisi bahan bakar galaksi induk.

Sementara “angin” gas panas dari galaksi sudah diketahui selama beberapa lama, pengamatan baru COS ini mengungkapkan bahwa arus panas memperpanjang jarak yang lebih besar daripada yang diperkirakan sebelumnya dan dapat membawa sejumlah besar massa keluar dari galaksi. Beberapa gas panas bergerak lebih lambat dan pada akhirnya bisa didaur ulang. Pengamatan menunjukkan bagaimana galaksi-galaksi spiral kaya gas pembentuk-bintang dapat berevolusi menjadi galaksi elips yang tidak lagi membentuk bintang.

Cahaya yang dipancarkan oleh plasma panas ini tidak terlihat, sehingga para peneliti menggunakan COS untuk mendeteksi keberadaan gas dengan cara menyerap warna cahaya tertentu dari latar belakang quasar. Quasar merupakan objek yang paling terang di alam semesta dan merupakan inti galaksi aktif cemerlang yang mengandung lubang hitam pusat yang aktif. Quasar berfungsi sebagai mercusuar jauh yang bersinar melalui “kabut” kaya gas plasma panas yang mengelilingi galaksi. Pada panjang gelombang ultraviolet, COS sensitif terhadap keberadaan unsur-unsur berat, seperti nitrogen, oksigen, dan neon. Sensitivitas COS yang tinggi ini memungkinkan banyak galaksi bisa dipelajari. Sedangkan unsur-unsur berat terionisasi adalah penanda untuk memperkirakan seberapa banyak massa di halo galaksi. (faktailmiah.com, astronomi.us)

NASA Akan Terbangkan 5 Roket untuk Melacak Angin

Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) akan meluncurkan serangkaian roket untuk mempelajari mengenai lairang angin yang mengelilingi bumi antara 14 Maret hingga 4 April. NASA berencana untuk meluncurkan lima orket dalam tempo lima menit dari fasilitas mereka di Pulau Wallops, Virginia.

Masing-masing roket akan melepaskan zat kimia yang akan meninggalkan awan berwarna putih susu untuk membuat angin bisa terlacak oleh ilmuwan di darat dengan menggunakan kamera.

Para ilmuwan itu akan berada di North Carolina, Virginia, dan New Jersey. Awan itu bisa dilihat dengan jelas dengan mata telanjang.

"Anda akan bisa melihatnya. Awan itu bisa dipotret dengan mudah," ujar Miguel Larson, peneliti utama proyek tersebut.

Roket itu kemudian akan jatuh ke bumi di Samudera Atlentik dimana mereka akan menjadi terumbu karang buatan. Proyek ini memakan dana sekitar US$4 juta. (metrotvnews.com, astronomi.us)

Ilmuwan Temukan Molekul Pendingin di Atmosfer Bumi

Atmosfer Bumi. Image credit: lipi.go.id
Sebuah molekul baru yang dapat membantu menghasilkan efek pendinginan, telah terdeteksi di atmosfer bumi. Namun, menurut sejumlah ilmuwan molekul itu masih harus dilihat terlebih dahulu apakah dapat menangani pemanasan global.

Molekul dapat mengkonversi polutan, seperti karbon nitrogen dan sulfurdioksida, menjadi senyawa yang dapat menyebabkan pembentukan awan. Menurut para peniliti molekul ini dapat membantu melindungi bumi dari efek sinar matahari.

Dalam sebuah makalah yang diterbitkan jurnal Science Kamis (12/1), peneliti dari Universitas Manchester dan Bristol, Inggris dan peneliti AS yang berbasis di Sandia National Laboratories mendeteksi adanya molekul baru yang disebut Biradicals Criegee. Pasalnya, molekul itu mampu menggunakan sumber cahaya 100 juta kali lebih kuat dari matahari.

"Kami menemukan biradicals bisa mengoksidasi sulfur dioksida, yang akhirnya berubah menjadi asam sulfat, yang memiliki efek pendinginan yang dikenal," kata Carl Percival, salah satu penulis penelitian di Universitas Manchester kepada Reuters.

Namun menurutnya, terlalu dini untuk memprediksi berapa banyak molekul yang harus dibentuk untuk membuat dampak besar pada suhu dunia. Selain itu, efek dari pembentukan awan juga masih belum bisa dimengerti.

Sejak seabad lalu, suhu rata-rata bumi telah naik 0,8 derajat Celcius. Para ilmuwan mengatakan peningkatan harus dibatasi hingga di bawah dua derajat Celcius pada abad ini. Hal ini untuk mencegah naiknya permukaan laut dan konsekuensi yang tidak diinginkan lainnya.

Namun hingga kini, arus utama cara membatasi pemanasan seperti energi yang terbarukan dan efisiensi energi, tidak memberikan hasil cukup cepat. (Reuters/Wtr3)

Bayi Bintang Ini Terus Menerus Mengeluarkan Air

L1448-MM, bayi bintang yang baru lahir. Image credit: sron.nl
Kelompok ahli astronomi dari Leiden University menemukan bayi bintang yang menyemburkan air melalui aliran jet dari kutubnya. Volume air yang disemburkan setara ratusan juta kali jumlah air yang mengalir di Sungai Amazon setiap detik.

Bayi bintang ini bernama L1448-MM, berjarak 750 tahun cahaya pada arah rasis Perseus. Dari bumi, bintang ini dekat dengan kelompok bintang tujuh, Pleiades. Massa calon bintang ini jauh lebih kecil dibandingkan matahari.

Bintang yang baru tumbuh ini menelan partikel yang tersebar di sekitarnya untuk menggemukkan diri. Kumpulan partikel ini terhidang sebagai piringan mirip donat di sekeliling bintang. Sebagian kecil hidangan ini mengalir ke kutub bintang lalu tangkis menjauhi bintang. Partikel yang menjauhi bintang inilah yang teramati sebagai jet.

"Kami tidak mengetahui cara bintang ini menendang partikel ini," ujar salah seorang peneliti, Lars E. Kristensen.

Meski belum mengetahui keseluruhan cara kerja bintang, Kristensen bersama peneliti lain bisa menghitung kecepatan semburan jet ini. Mereka mengamati molekul air yang hadir di kedua pusat semburan.

Suhu pusat semburan sendiri mencapai 100 ribu derajat celcius. Pada kondisi seperti ini, molekul air tidak berada dalam fasa cair, melainkan partikel gas hidrogen dan oksigen yang merupakan blok penyusun air. Seiring menjauhi pusat semburan, atom-atom ini mendingin dan berakhir sebagai air beku.

"Kecepatan semburan mencapai 50 kilometer per detik. Semburan ini membentuk busur kejut akibat bertabrakan dengan partikel terluar," ujarnya.

Semburan sendiri tidak mengalir lancar, melainkan berdetak dengan kecepatan tertentu. Kecepatan detak semburan ini 80 kali lebih cepat dibandingkan semburan peluru dari moncong senapan serbu AK-47.

Selain atom hidrogen dan oksigen, peneliti juga menemukan molekul karbon dioksida dan silikon oksida di dalam jet. Penelitian sendiri melibatkan teleskop inframerah canggih Herschel yang melayang di orbit.

Peneliti tidak mengetahui kapan proses pertumbuhan bayi bintang ini selesai. Menurut teori yang diakui luas, dibutuhkan 10 juta tahun agar L1448-MM menjadi bintang mapan. (tempo.co, astronomi.us)

Jam Paling Akurat di Dunia

Jam atom. Image credit: NIST
Bertahun-tahun jam atom dianggap sebagai alat paling akurat untuk mengukur waktu. Bahkan perangkat GPS yang umum ditemui di perangkat bergerak menggunakan jam atom sebagai dasar pengukuran waktu. Kini, gelar tersebut tampaknya harus diserahkan kepada jam nuklir, yang jauh lebih akurat.

Jam nuklir menggunakan inti atom sebagai jarum halus. Sebuah inti atom bergerak turun-naik untuk dua tingkat energi tertentu jika ditembak oleh cahaya laser pada frekuensi yang sangat spesifik. Frekuensi ini pada akhirnya dipakai sebagai penanda detak waktu. Dengan cara ini, jam nuklir akan 60 kali lebih akurat ketimbang jam atom.

Tetapi jam nuklir masih sebatas gagasan. Hingga saat ini pengukur waktu paling akurat adalah jam atom, yang hanya meleset sebanyak 4 detik sejak alam semesta terbentuk 13,7 miliar tahun lalu. Jam ini menggunakan lompatan elektron sebagai jarum halus. Sayangnya, elektron sering terganggu oleh aliran listrik dan medan magnet yang akhirnya mempengaruhi akurasi.

Konsep jam nuklir mulai dirintis oleh Corey Campbell dari Georgia Institute of Technology. Mereka memakai atom torium yang dikendalikan oleh laser. Akibatnya, gerakan inti atom hanya melenceng sebanyak 1 detik setiap 200 miliar tahun.

"Tingkat ketelitiannya sangat tinggi sehingga kesalahan bisa diabaikan," komentar ahli metrologi dari National Metrology Institute of Germany, Ekkehard Peik, mengomentari penelitian tersebut.

Sebelum konsep jam superakurat ini diterapkan di dunia nyata, ilmuwan harus mencari frekuensi paling tepat untuk menggerakkan inti atom torium. (tempo.co, astronomi.us)

Saturday, March 10, 2012

Ilmuwan Gunakan Komputer Untuk Reka Ulang Ledakan Big Bang

Hasil simulasi komputer ledakan Big Bang. Image credit: dailymail.co.uk
Melalui reka ulang Big Bang, ilmuwan mengaku mampu mempelajari bagaimana semesta tercipta. Pertunjukan kembang api menakjubkan ini seperti kembang api di langit malam.

Gambar ledakan ini merupakan gambaran kelahiran semesta. Gambar komputer ini merupakan hasil eksperimen ‘big bang’ yang dilakukan ilmuwan CERN, rumah Large Hadron Collider (LHC), di Jenewa, Swiss.

Dalam upaya menentukan cara semesta muncul, ilmuwan membuat reka ulang ledakan sub-atom (seperti saat terjadinya Big Bang) menggunakan partikel berukuran atom. Para ilmuwan ini menembakkan partikel melalui akselerator 25,7 kilometer di kecepatan cahaya.

Saat partikel bertabrakan di ruang hampa bersuhu lebih dingin dari -271 derajat Celcius, pertunjukkan luar biasa pun terjadi. “Partikel sub-atom merupakan blok pembangun atom dan umum ditemui di semesta,” ujar juru bicara CERN Christine Sutton.

Mempelajari partikel ini bisa membuat kita mengetahui bahan pembuat semesta dan cara munculnya, lanjutnya. “Jejak yang muncul kami ukur. Jejak ini diberi warna mewakili energinya. Biru mewakili energi tinggi dan merah lebih rendah,” katanya seperti ditulis Dailymail.

CERN merupakan tempat untuk menangani sejumlah tenaga tak terbayangkan. Saat ilmuwan menggunakan 9.300 magnet untuk menembakkan dua ion super cepat, panas yang dihasilkan mencapai 100.000 kali lebih panas dari matahari. (inilah.com, astronomi.us)

NASA Temukan Badai Dahsyat Bawah Laut

Badai bawah laut ini terjadi di pesisir Afrika Selatan. Image credit: dailymail.co.uk

Badai besar ini memiliki diameter 150 km. Image credit: dailymail.co.uk
NASA baru saja mengungkap gambar dari satelitnya menampilkan ‘badai’ raksasa di bawah air. Putaran massa air selebar 150 km ini muncul di pesisir Afrika Selatan.

Badai raksasa ini terjadi pada 26 Desember 2011, dan satelit Terra milik NASA berhasil menemukannya. Kejadian ini tak perlu dikhawatirkan karena hanya ikan yang akan merasakan dampaknya, karena ikan-ikan ini akan terus berputar tanpa henti.

Badai laut yang lebih dikenal dengan Eddy ini biasa terjadi di bawah permukaan laut. Eddy yang berputar melawan arah jam ini muncul dari Agulhas Current yang mengalir di pesisir selatan Afrika dan di sekitar ujung Afrika Selatan.

Agulhas Eddy yang juga dikenal dengan ‘cincin arus’ ini merupakan badai terbesar di dunia yang membawa air asin hangat dari Samudera Hindia ke Atlantik Selatan. Demikian seperti dikutip DM. (inilah.com, astronomi.us)

Wahana NASA Tangkap Fenomena Angin Puting Beliung di Mars

Angin Puting Beliung di Mars. Image credit: NASA
Wahana Mars Reconaissance Orbiter menangkap penampakan "ular putih/Angin puting beliung" pada 16 Februari 2012 yang lalu ketika melintas di wilayah Amazonis Planitia, bagian utara Mars.

Ular putih tersebut diketahui berada pada ketinggian 800 meter dari permukaan Mars. Perkiraan menunjukkan bahwa panjang ular putih itu sekitar 30 meter.

Menurut penjelasan NASA, penampakan ular putih tersebut adalah udara yang berputar dan terlihat karena menarik debu dari permukaan Mars. Debu bisa ditarik karena gravitasi Mars relatif kecil.

Panas Matahari memanaskan permukaan Mars. Udara di sekitar permukaan yang terpanaskan mulai berotasi dan bergerak ke atas. Akhirnya, massa udara itu naik dan membawa debu yang ada di permukaan.

NASA, seperti diberitakan Space.com, Kamis (8/3/2012), mengungkapkan bahwa bukan Mars saja yang bisa mengalami fenomena serupa. Penampakan yang sama bisa terjadi di Bumi. Angin di Bumi dan Mars sama-sama dipengaruhi oleh panas.

Citra ini adalah yang kesekian kalinya dihasilkan wahana Mars Reconaissance Orbitter. Wahana tersebut diluncurkan pada tahun 2005 dengan tugas meneliti lingkungan purba Mars dan bagaimana proses angin dan hantaman meteorit memengaruhi permukaan Mars saat ini.(kompas.com, astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto