Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Thursday, August 25, 2011

1,2% Bintang di Galaksi Bimasakti Dukung Kehidupan

Galaksi Bima Sakti. Credit: thetechherald.com
HONOLULU - Para ahli astro biologi baru-baru ini meluncurkan sebuah peta baru dari galaksi Bima Sakti, yang menunjukkan bahwa sekira 1,2 persen bintang-bintang di dalamnya mampu mendukung kehidupan.

Karena galaksi Bima Sakti memiliki miliaran bintang, maka angka 1,2 persen bisa mewakili beberapa juta bintang. Dikatakan bahwa planet yang berada di dalam bintang-bintang tersebut mampu mendukung kehidupan. Demikian seperti yang dikutip dari Softpedia, Selasa (12/7/2011).

Diperkirakan oleh para ilmuwan bahwa temperatur di bintang-bintang tersebut cukup cocok untuk mendukung air pada planet yang mengitarinya.

Studi ini berdasarkan pada ide baru dalam dunia astronomi, yang menyebutkan bahwa kehidupan hanya ada di wilayah tertentu di wilayah tertentu galaksi Bima Sakti. Inti dari teori ini, menyebutkan bahwa kemungkinan setiap kehidupan berbeda, apabila itu berada di dekat pusat galaksi maupun di luar pusat galaksi. Zona di galaksi Bima Sakti yang bisa mendukung kehidupan adalah berjarak 30 tahun cahaya dari inti galaksi.

Michael Gowanlock, ahli dari University of Hawaii, mengatakan bahwa zona galaktik yang bisa dihuni oleh kehidupan lebih kompleks dari yang diperkirakan.

"Kami memperkirakan bahwa sekira 1,2 persen bintang di galaksi Bima Sakti mampu mendukung kehidupan," tulis Gowanlock dalam jurnal online arXiv.

Selain itu, para ahli juga menambahkan bahwa ledakan supernova, yang sebelumnya dipercaya mampu memusnahkan kehidupan di planet lain, apabila terjadi di bagian dalam galaksi, ternyata sisa-sisa peninggalannya mampu mendukung kehidupan yang lebih kompleks, dengan membentuk planet-planet dengan jarak yang ideal. (Sumber: okezone.com)

Gunung Berapi 'Silikat' Ditemukan di Bulan

Gambar penampakan dengan Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) (sumber : Google)
CALIFORNIA - Para ilmuwan menemukan sebuah 'titik panas' atau gunung berapi di sisi jauh Bulan. Hal ini menunjukan bahwa Bulan sudah lebih aktif secara geologi dari dugaan sebelumnya.

Titik panas yang dimaksudkan ilmuwan adalah konsentrasi unsur radioaktif thorium, yang berada antara Compton dan kawah Belkovich di Bulan. Titik tersebut pertama kali terdeteksi oleh Lunar Prespektor spectrometer sinar gamma pada tahun 1998.

Tapi pengamatan baru dengan Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO) yang menggunakan optical kamera, menunjukan bahwa itu bukan gunung berapi biasa, namun ini merupakan gunung berapi silikat (senyawa yang mengandung muatan listrik negatif) yang langka.

"Ini sangat tidak biasa. Ditemukan banyak gunung dan setengah diantaranya kaya akan silikat. Ini karena Bulan tidak seperti Bumi yang tidak memproses ulang bahan batuan dengan cara berkonsentrasi pada silikat," ujar Bradley Jolliff, dari Washington University di St Louis, pimpinan tim yang menganalisa gambar LRO.

Keberadaan daerah gunung berapi akan membuat para ilmuwan memperbaharui teori-teori sebelumnya mengenai sejarah gunung berapi di Bulan.

"Penemuan ini akan membuat kita berpikir ulang mengenai suhu Bulan dan evolusi vulkaniknya," tambah Jolliff, seperti dikutip TG Daily, Rabu (27/7/2011).

Jolliff dan timnya menduga daerah gunung berapi yang baru ditemukan mungkin jauh lebih muda umurnya dari sebagian besar gunung berapi di wilayah Procellarum KREEP Terrane.

"Meskipun kita tahu dari analisis langsung sampel batuan bulan bahwa kebanyakan aktivitas gunung berapi terjadi tiga sampai empat miliar tahun yang lalu. Kita bisa melihat dari orbit bahwa beberapa masa terbentuknya batuan basalt baru terjadi sekira satu miliar tahun yang lalu," tambah Jolliff.

Jolliff juga menjelaskan jika wilayah tersebut merupakan daerah pembentukan gunung berapi yang 'telat' tumbuh. Hal tersebut mungkin juga terjadi karena proses peleburan radioaktif yang juga telat, dan menyulitkan larva untuk sampai ke permukaan.

Namun, Bulan masih mungkin memiliki inti luar cair yang menghasilkan panas seperti halnya rantai vulkanik di pegunungan Hawaii. (Sumber: okezone.com)

Ilmuwan Temukan Bintang dengan Suhu Sehangat Tubuh Manusia


Bintang. Credit: wordpress.org

Para ilmuwan baru saja menemukan sebuah bintang 'terdingin' di alam semesta, yang suhunya mungkin sehangat tubuh manusia.

Seperti yang dikutip dari Softpedia, Kamis (25/8/2011), para ahli astronomi sedang menyelidiki data yang dikumpulkan oleh teleskop NASA Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE), yang menemukan sejumlah jenis bintang terdingin di alam semesta. Objek-objek antariksa ini diperkirakan memiliki suhu sama seperti suhu tubuh manusia.

Ada beberapa jenis bintang dingin di alam semesta, termasuk bintang-bintang kecil berwarna cokelat. Objek-objek ini begitu dingin suhunya jika dibandingkan dengan bintang normal, dengan suhu yang hanya beberapa ratus derajat celcius saja.

Beberapa dari objek angkasa ini disebut sebagai 'bintang yang gagal', yang berarti bahwa mereka terbentuk dari gas hidrogen yang tidak berhasil berkembang secara wajar. Kegagalan fusi nuklir dari proses pembentukkan inilah yang membuat bintang-bintang tersebut bersuhu rendah.

Di penelitian tersebut, objek-objek baru ini disebut sebagai bintang kecil Y. Para ahli astronomi telah mencari objek-objek tersebut selama bertahun-tahun.

Melalui teleskop WISE, para ilmuwan berhasil menemukan 6 bintang kecil Y, yang kesemuanya berjarak 40 tahun cahaya Matahari.

Pimpinan penelitian ini adalah anggota dari tim teleskop WISE, Michael Cushing, yang bermarkas di NASA Jet Propulsion Laboratory (JPL), di Pasadena, California. Tim JPL mengatur misi WISE untuk agensi luar angkasa Amerika Serikat (AS), Scinece Mission Directorate, yang juga bermarkas di kantor pusat NASA di Washington. (Sumber: okezone.com)

"Dua Mata", Dua Galaksi yang Berdekatan di Konstelasi Virgo

"Dua Mata" galaksi NGC 4438 (kiri) dan NGC 4435 (kanan). Credit: ESO/Gems project
Foto spektakuler ini diambil dari observatorium di Chile dan para ilmuwan menjuluki foto ini sebagai "Dua Mata". Foto ini dirilis pada 24 Agustus 2011 yang diambil menggunakan teleskop raksasa milik ESO (European Southern Observatory)

"Dua mata" ini berada sekitar 50 juta tahun cahaya di kostelasi Virgo (The Virgin) dan beberapa diantaranya berjarak 100 ribu tahun cahaya. Dua galaksi ini bercahaya putih berbentuk oval menyerupai mata yang bersinar dalam kegelapan jika dilihat dengan menggunakan teleskop berukuran sedang, kata salah satu pejabat ESO.

Bagian "mata" yang besar yaitu galaksi NGC 4438 yang merupakan galaksi dengan bentuk spiral namun menjadi terganggu akibat tabrakan dengan galaksi lain pada beberapa juta tahun yang terakhir. Galaksi tersebut memiliki jalur debu di bawah intinya. Bintang baru yang lebih muda menjauhi pusat galaksi

Bagian "mata" yang kecil adalah galaksi NGC 4435 yang sepertinya tidak memiliki gas dan debu angkasa, seperti keterangan ESO.



Tabrakan Galaksi

Bentuk spiral yang rusak pada galaksi NGC 4438 kemungkinan disebabkan oleh tabrakan dengan galaksi NGC 4435, kata pejabat ESO. Beberapa ahli astronomi juga menduga bahwa rusaknya galaksi NGC 4438 dihasilkan dari dekatnya jarak diantara dua galaksi yang berada sekitar 16 ribu tahun cahaya dan itu terjadi 100 juta tahun yang lalu. Akibatnya galaksi yang lebih besar menjadi rusak dan yang kecil juga secara signifikan terpengaruh oleh proses tabrakan tersebut.

Gravitasi dari tabrakan ini kemungkinan menjadi penyebab merusak galaksi NGC 4438 dan mengurangi massa NGC 4435 yang menyebabnya hilangnya sebagian gas dan debu di galaksi tersebut.

Galaksi Penyusup?

Selain dari hal di atas, kemungkinan rusaknya galaksi NGC 4438 adalah akibat tabrakan dengan galaksi Messier 86. Hal itu didasarkan atas observasi terbaru yang menemukan filamen gas hidrogen terionisasi yang menghubungkan dua galaksi besar yang menunjukkan bahwa pada masa lalu kedua pernah bertabrakan.

Galaksi elips, Messier 86 dan galaksi-galaksi lainnya di konstelasi Virgo merupakan tempat yang terdapat banyak galaksi jadi cukup sering terjadi tabrakan antar galaksi dan mungkin hal itu dialami galaksi NGC 4438 dengan NGC 4435 dan Messier 86. (astronomi.us dari space.com)

Pesawat Luar Angkasa Soyuz Jatuh di Selatan Rusia



Pesawat ruang angkasa milik Rusia Soyuz dikabarkan jatuh di selatan Rusia tepatnya di wilayah Choisk republik Altai. Sebelumnya controller di pusat kendali misi di Korylov telah kehilangan kontak 6 menit setelah pesawat meluncur.

Beberapa tipe pesawat Soyuz. Credit: spaceandtech.com

Pesawat luar angkasa Soyuz sendiri merupakan pesawat yang handal dan jarang mengalami masalah. Soyuz digunakan untuk beberapa misi diantaranya untuk mengirim suplay bahan perbekalan untuk Stasiun luar angkasa internasional (ISS) dan  Hal ini adalah kejadian terburuk sejak tahun 1978 di mana sebelumnya pengiriman perbekalan untuk ISS selalu berhasil. Tidak hanya perbekalan yang hilang tapi juga misi untuk meningkatkan ISS ke orbitnya otomatis gagal. (Sumber: universetoday.com)

Wednesday, August 24, 2011

Apa Itu Heliosheath?

Voyager 1 melintasi Heliosphere. Credit: wikipedia.org
Heliosheath (bahasa Indonesia: selubung surya) adalah zona antara gelombang kejut (termination shock) dan heliopause di perbatasan luar tata surya. Zona ini berada di sepanjang pinggiran heliosfer, sebuah "gelembung" yang disebabkan oleh angin surya.

Jaraknya diperkirakan sekitar 80 hingga 100 unit astronomi (AU) dari matahari. Misi penjelajah luar angkasa Voyager 1 dan Voyager 2 saat ini termasuk meneliti heliosheath tersebut.

Pada Mei 2005, dilaporkan bahwa Voyager 1 telah melewati termination shock dan memasuki heliosheath pada Desember 2004, pada jarak 94 AU. Sebuah laporan yang lebih awal yang menyatakan bahwa hal ini telah terjadi pada Agustus 2002 (pada 85 AU) kini dianggap secara umum sebagai terlalu awal.

Satuan Astronomi (Astronomical Unit)

Satuan astronomi - SA (SI: ua, bahasa Inggris: Astronomical unit, AU) adalah sebuah satuan jarak, kira-kira sama dengan jarak antara Bumi dan Matahari. Nilai dari SA yang diterima umum adalah 149 597 870 691 ± 30 meter (sekitar 150 juta kilometer atau 93 juta mil

Beberapa konversi:
1 SA = 149.597.870,691 ± 0,030 km ≈ 92 955 807 mil ≈ 8,317 menit cahaya ≈ 499 detik cahaya
1 jam-cahaya ≈ 7,214 AU
1 hari-cahaya ≈ 173 AU
1 tahun-cahaya ≈ 63.241 AU
1 pc ≈ 206.265 AU

Sumber: wikipedia.org

Teori-teori Terbentuknya Tata Surya Kita

Susunan tata surya kita. Credit: wikipedia.org
Banyak hipotesis tentang asal usul Tata Surya telah dikemukakan para ahli, di antaranya :

  Pierre Marquis de Laplace.
Credit: wikipedia.org
 
Hipotesis Nebula

Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688-1772) tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada tahun 1775. Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.

Hipotesis Planetisimal

Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang lewat cukup dekat dengan matahari, pada masa awal pembentukan matahari. Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan matahari, dan bersama proses internal matahari, menarik materi berulang kali dari matahari. Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.

Hipotesis Pasang Surut Bintang

Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet. Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi. Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut.

  G.P. Kuiper. Credit:wikipedia.org  
Hipotesis Kondensasi

Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.

Hipotesis Bintang Kembar

Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya. (Sumber: wikipedia.org)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto