Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Thursday, August 25, 2011

"Dua Mata", Dua Galaksi yang Berdekatan di Konstelasi Virgo

"Dua Mata" galaksi NGC 4438 (kiri) dan NGC 4435 (kanan). Credit: ESO/Gems project
Foto spektakuler ini diambil dari observatorium di Chile dan para ilmuwan menjuluki foto ini sebagai "Dua Mata". Foto ini dirilis pada 24 Agustus 2011 yang diambil menggunakan teleskop raksasa milik ESO (European Southern Observatory)

"Dua mata" ini berada sekitar 50 juta tahun cahaya di kostelasi Virgo (The Virgin) dan beberapa diantaranya berjarak 100 ribu tahun cahaya. Dua galaksi ini bercahaya putih berbentuk oval menyerupai mata yang bersinar dalam kegelapan jika dilihat dengan menggunakan teleskop berukuran sedang, kata salah satu pejabat ESO.

Bagian "mata" yang besar yaitu galaksi NGC 4438 yang merupakan galaksi dengan bentuk spiral namun menjadi terganggu akibat tabrakan dengan galaksi lain pada beberapa juta tahun yang terakhir. Galaksi tersebut memiliki jalur debu di bawah intinya. Bintang baru yang lebih muda menjauhi pusat galaksi

Bagian "mata" yang kecil adalah galaksi NGC 4435 yang sepertinya tidak memiliki gas dan debu angkasa, seperti keterangan ESO.



Tabrakan Galaksi

Bentuk spiral yang rusak pada galaksi NGC 4438 kemungkinan disebabkan oleh tabrakan dengan galaksi NGC 4435, kata pejabat ESO. Beberapa ahli astronomi juga menduga bahwa rusaknya galaksi NGC 4438 dihasilkan dari dekatnya jarak diantara dua galaksi yang berada sekitar 16 ribu tahun cahaya dan itu terjadi 100 juta tahun yang lalu. Akibatnya galaksi yang lebih besar menjadi rusak dan yang kecil juga secara signifikan terpengaruh oleh proses tabrakan tersebut.

Gravitasi dari tabrakan ini kemungkinan menjadi penyebab merusak galaksi NGC 4438 dan mengurangi massa NGC 4435 yang menyebabnya hilangnya sebagian gas dan debu di galaksi tersebut.

Galaksi Penyusup?

Selain dari hal di atas, kemungkinan rusaknya galaksi NGC 4438 adalah akibat tabrakan dengan galaksi Messier 86. Hal itu didasarkan atas observasi terbaru yang menemukan filamen gas hidrogen terionisasi yang menghubungkan dua galaksi besar yang menunjukkan bahwa pada masa lalu kedua pernah bertabrakan.

Galaksi elips, Messier 86 dan galaksi-galaksi lainnya di konstelasi Virgo merupakan tempat yang terdapat banyak galaksi jadi cukup sering terjadi tabrakan antar galaksi dan mungkin hal itu dialami galaksi NGC 4438 dengan NGC 4435 dan Messier 86. (astronomi.us dari space.com)

Pesawat Luar Angkasa Soyuz Jatuh di Selatan Rusia



Pesawat ruang angkasa milik Rusia Soyuz dikabarkan jatuh di selatan Rusia tepatnya di wilayah Choisk republik Altai. Sebelumnya controller di pusat kendali misi di Korylov telah kehilangan kontak 6 menit setelah pesawat meluncur.

Beberapa tipe pesawat Soyuz. Credit: spaceandtech.com

Pesawat luar angkasa Soyuz sendiri merupakan pesawat yang handal dan jarang mengalami masalah. Soyuz digunakan untuk beberapa misi diantaranya untuk mengirim suplay bahan perbekalan untuk Stasiun luar angkasa internasional (ISS) dan  Hal ini adalah kejadian terburuk sejak tahun 1978 di mana sebelumnya pengiriman perbekalan untuk ISS selalu berhasil. Tidak hanya perbekalan yang hilang tapi juga misi untuk meningkatkan ISS ke orbitnya otomatis gagal. (Sumber: universetoday.com)

Wednesday, August 24, 2011

Apa Itu Heliosheath?

Voyager 1 melintasi Heliosphere. Credit: wikipedia.org
Heliosheath (bahasa Indonesia: selubung surya) adalah zona antara gelombang kejut (termination shock) dan heliopause di perbatasan luar tata surya. Zona ini berada di sepanjang pinggiran heliosfer, sebuah "gelembung" yang disebabkan oleh angin surya.

Jaraknya diperkirakan sekitar 80 hingga 100 unit astronomi (AU) dari matahari. Misi penjelajah luar angkasa Voyager 1 dan Voyager 2 saat ini termasuk meneliti heliosheath tersebut.

Pada Mei 2005, dilaporkan bahwa Voyager 1 telah melewati termination shock dan memasuki heliosheath pada Desember 2004, pada jarak 94 AU. Sebuah laporan yang lebih awal yang menyatakan bahwa hal ini telah terjadi pada Agustus 2002 (pada 85 AU) kini dianggap secara umum sebagai terlalu awal.

Satuan Astronomi (Astronomical Unit)

Satuan astronomi - SA (SI: ua, bahasa Inggris: Astronomical unit, AU) adalah sebuah satuan jarak, kira-kira sama dengan jarak antara Bumi dan Matahari. Nilai dari SA yang diterima umum adalah 149 597 870 691 ± 30 meter (sekitar 150 juta kilometer atau 93 juta mil

Beberapa konversi:
1 SA = 149.597.870,691 ± 0,030 km ≈ 92 955 807 mil ≈ 8,317 menit cahaya ≈ 499 detik cahaya
1 jam-cahaya ≈ 7,214 AU
1 hari-cahaya ≈ 173 AU
1 tahun-cahaya ≈ 63.241 AU
1 pc ≈ 206.265 AU

Sumber: wikipedia.org

Teori-teori Terbentuknya Tata Surya Kita

Susunan tata surya kita. Credit: wikipedia.org
Banyak hipotesis tentang asal usul Tata Surya telah dikemukakan para ahli, di antaranya :

  Pierre Marquis de Laplace.
Credit: wikipedia.org
 
Hipotesis Nebula

Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenborg (1688-1772) tahun 1734 dan disempurnakan oleh Immanuel Kant (1724-1804) pada tahun 1775. Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es, dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.

Hipotesis Planetisimal

Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang lewat cukup dekat dengan matahari, pada masa awal pembentukan matahari. Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan matahari, dan bersama proses internal matahari, menarik materi berulang kali dari matahari. Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.

Hipotesis Pasang Surut Bintang

Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet. Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi. Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut.

  G.P. Kuiper. Credit:wikipedia.org  
Hipotesis Kondensasi

Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.

Hipotesis Bintang Kembar

Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya. (Sumber: wikipedia.org)

Astronom Amatir Temukan Planet Baru Tanpa Teleskop

Gilderm/stock.xchng
Astronom amatir menemukan empat planet di luar tata surya tanpa bantuan teleskop. Astronom berusia 45 tahun bernama Peter Jalowiczor hanya menganalisis data astronomi

Empat planet yang ditemukannya adalah HD 31253b yang berjarak 172 tahun cahaya dari Bumi, HD218566b yang berjarak 98 tahun cahaya, HD177830c yang berjarak 190 tahun cahaya, dan HD99492c yang berjarak 58 tahun cahaya.

Jalowiczor menemukan keempat planet tersebut hanya dengan mengandalkan data astronomi tahun 2005, milik para ilmuwan di universitas di Santa Cruz. Mulai tahun 2007, Jalowiczor menganalisis data tersebut, membuat gambar dan grafik untuk mendeteksi planet.

Ia menggunakan teknik yang disebut Spektroskopi Doppler. "Saya melihat perubahan perilaku pada bintang yang hanya bisa disebabkan oleh planet. Sekali saya mendapatkannya, saya langsung mengirimkan data ke Santa Cruz," paparnya. Ia memaparkan, "Jika ada planet yang mengorbit bintang, maka akan tampak goyangan kecil pada gerakan bintang itu. Goyangan tersebut menunjukkan keberadaan planet itu sendiri dalam sistem bintang."

Berkat temuannya, nama Jalowiczor bisa tertulis sebagai salah satu penulis dalam publikasi ilmiah tentang planet ini di Astrophysical Journal. Namanya berjajar dengan tim peneliti dari Universitas California.

Jalowiczor, yang juga anggota South Yorkshire's Mexborough and Swinton Astronomical Society, sangat tersanjung dan terhormat ketika namanya dicantumkan. Ia berkata, "Semoga hasil kerja saya bisa memotivasi yang lain."

Berkaitan dengan penemuannya, Jalowiczor sendiri merasa terkejut. "Saya suka astronomi sejak kecil, tapi menjadi salah satu penemunya, oh... saya kehilangan kata-kata," ungkapnya.

Publikasi data astronomi oleh Universitas Santa Cruz sendiri memang punya tujuan tertentu. Para ahli berharap, data itu bisa memacu munculnya temuan dari astronom amatir. Adanya temuan oleh Jalowiczor menunjukkan bahwa tujuan tercapai. (Yunanto Wiji Utomo)

Sumber: kompas.com

Lima Fakta Aneh Tentang Pluto

Ilustrasi Pluto. Credit: ESO
Tidak banyak hal yang sudah diketahui ilmuwan mengenai Pluto. "Segala hal yang kami ketahui tentang Pluto dapat ditulis di kertas berukuran 3x5 inci," tulis Space.com.

Meskipun demikian, pesawat NASA New Horizons diharapkan tiba di planet kerdil tersebut pada 2015. New Horizons diharapkan mengungkap lebih banyak informasi mengenai Pluto. Saat ini, ada lima fakta paling aneh mengenai Pluto. Ini dia.


Mantan Raksasa
Ketika pertama kali ditemukan tahun 1930, Pluto diyakini lebih besar daripada Merkurius, dan bahkan mungkin lebih besar daripada Bumi. Saat ini, Pluto berdiameter 1.352 kilometer, 20 persen lebih kecil dari pada Bumi.

Orbit Tak Biasa
Orbit Pluto tidak seperti delapan planet lain. Orbitnya sangat elips dan berjarak sekitar 5,87 miliar kilometer dari matahari. Ada masanya ketika Pluto berada pada posisi lebih dekat ke Bumi dibandingkan Neptunus, planet kedelapan. Orbit keduanya memang bersinggungan, tapi keduanya tidak akan bertabrakan.


Dingin Ekstrem
Pluto merupakan salah satu tempat terdingin di tata surya. Temperatur permukaannya sekitar minus 225 derajat Celcius. Ilmuwan memperkirakan Pluto terdiri dari 70 persen batu dan 30 persen es--permukaannya didominasi oleh es nitrogen.

Pluto juga diperkirakan memiliki lautan di bawah permukaan. Keberadaan laut itu ditunjukkan dengan ciri geologi atau kimiawi permukaan Pluto.


Bulan-Bulan Pluto
Pluto punya empat bulan: Charon, Nix, Hydra, dan P4. Bulan yang terakhir disebut belum lama ini ditemukan. Nama resminya nanti kemungkinan adalah "Cerberus".

Nix, Hydra, dan P4 berukuran kecil, sementara Charon memiliki ukuran sekitar separuh Pluto. Karena ukurannya yang cukup besar itu, beberapa astronom memasangkan Pluto dan Charon sebagai bintang kerdil ganda.


Atmosfer
Ada atmosfer di pluto, meskipun tipis, 3.000 kilometer tebalnya. Komposisi atmosfer tersebut adalah nitrogen, metana, dan karbon monoksida. (Sumber: Life's Little Mysteries)

Sumber: nationalgeographic.co.id

Di Bulan Banyak Ditemukan Perak dan Merkuri

Ilustrasi pengamatan bulan oleh pesawat NASA. Credit: NASA
Pesawat NASA yang jatuh di salah satu kawah di bulan mendapati perak dan merkuri dalam jumlah yang lebih besar ketimbang temuan yang dulu. Konsentrasi perak dan merkuri itu didapati di tempat reruntuhan pesawat, di kutub selatan bulan yang dikenal dengan nama Cabeus. Menurut astronom, temuan ini memberi petunjuk bagaimana air bisa ada di bulan dan berkumpul di bagian kutub.

Bulan bisa tertabrak oleh benda-benda angkasa lain. Ketika terjadi, metal diuapkan dengan mudah. Uap itu, atom demi atom, bergerak menuju ke daerah kutub yang dingin. Ketika tiba di tempat yang lebih dingin, uap berubah bentuk menjadi cairan.

Peter Schultz, pemimpin studi dari Brown University, Rhode Island, Amerika Serikat, menyebutkan kalau perak seperti pelacak. "Perak memberikan informasi kalau air di bulan berasal dari komet dan asteroid yang menabrak bulan," kata Schultz.

Pesawat NASA yang jatuh itu merupakan bagian dari misi LCROSS. NASA mengirim pesawat yang membawa roket Centaur untuk menghantam kawah di bagian selatan yang selalu gelap. Kapal pembawa roket itu lalu merekam kejadian tabrakan sebelum menabrakan diri ke bulan.

Roket tersebut menghasilkan kawah baru selebar 30 meter dan mengirimkan 6.000 kilogram debu, uap, dan puing ke angkasa. Para penyidik yang terlibat dalam misi LCROSS mendapati 155 kilogram air dan es dikeluarkan pada saat tabrakan. Mereka memercayai masih ada 5 hingga 8 persen dari sisa material di kawah merupakan es dari air.

Hasil studi Schultz yang terpisah dari misi LCROSS mendapati perak dan merkuri berikut senyawa lain yang mudah menguap, seperti hidrokarbon, molekul yang membawa sulfur, dan karbondioksida.

Studi lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa dan jumlahnya di bulan ini bisa jadi informasi baru tentang sejarah tata surya, demikian menurut Schultz. "Kita mencari petunjuk mengenai perubahan iklim dengan mengambil contoh atmosfer masa lalu di Antartika. Es pada bulan bukan hanya memberi kita petunjuk tentang sejarah di Bumi, melainkan memberi tahu kita tentang sejarah tata surya," ujar Schultz.

Sumber: nationalgeographic.co.id


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto