Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Monday, August 22, 2011

Misteri Pola Padang Pasir di Bulan Milik Saturnus, Titan

Pola padang pasir di Titan yang mirip dengan padang pasir di Bumi
Jawaban atas misteri pola yang terbentuk pada padang pasir di Titan ternyata bukanlah tiupan angin seperti yang telah dikira selama ini oleh para ilmuwan.

Pada umumnya bertiup dari timur ke barat di sekitar sabuk equatorial Titan. Namun ketika satelit penjelajah Cassini milik NASA mengambil foto pertama padang pasir Titan pada 2005 lalu, pola yang terlihat pada pasang pasir jelas-jelas menunjukkan bahwa angin bergerak dari arah sebaliknya, dari barat ke timur.

Untuk menjawab paradox ini, Tetsuya Tokano menerbitkan jurnal terbarunya Aeolian Research. Dalam jurnal ini, Tetsuya menjelaskan bahwa terjadinya perubahan musim tampaknya mengubah pola angin di permukaan Titan selama beberapa periode. Tiupan angin kencang ini, yang hanya muncul sesekali setidaknya selama dua tahun, menyapu dari barat ke timur dan cukup kuat untuk memindahkan pasir daripada angin yang biasanya bertiup dari timur ke barat. Nah, angin yang bertiup dari timur ke barat rupanya tidak cukup kuat untuk memindahkan pasir dalam jumlah yang cukup signifikan.

Pada 2009, sebuah artikel mengenai pemetaan padang pasir Titan yang memiliki perspektif sama terhadap pemikiran Tokano juga telah dipublikasikan dalam jurnal Science oleh Ralph Lorenz, ilmuwan radar Cassini.

“Sukar dipercaya bahwa bisa jadi adanya angin yang bertiup secara terus-menerus dari barat ke timur seperti yang tampak pada pola permukaan pasir di permukaan Titan,” kata Tokano, dari Universitas of Cologne, Jerman.

Tokano menambahkan bahwa adanya pembalikan angin musiman yang cukup dramatis rupanya menjadi kunci untuk menjawab paradoks ini.

Lintasan bukit pasir ini melewati lautan pasir Titan yang luas hanya di sekitar garis lintang 30 derajat dari ekuator. Dengan lebar sekitar satu kilometer dan puluhan hingga ratusan kilometer panjangnya, angin bisa mencapai ketinggian 100 meter lebih. Pasir yang mengisi padang pasir Titan tampaknya terbuat dari material organik, partikel hidrokarbon. Punggung bukit pasir umumnya menghadap barat ke timur, seperti halnya angin di sini menumpahkan pasir di sepanjang garis yang sejajar dengan ekuator.

Para ilmuwan memperkirakan angin yang berhembus dari garis lintang terendah di sekitar ekuator Titan akan bertiup dari arah timur ke barat. Hal ini disebabkan karena pada garis lintang yang lebih tinggi, rata-rata angin akan berhembus dari timur ke barat. Kekuatan angin pada akhirnya akan mencapai titik keseimbangan, sesuai dengan prinsip dasar mengenai perputaran atmosfer.

Tokano melakukan analisa ulang terhadap model sirkulasi global berbasis komputer untuk Titan yang ia satukan pada 2008. Model yang digunakan di Titan telah diadaptasi dengan model yang sama yang telah dikembangkan untuk Bumi dan Mars. Tokano menambahkan input data mengenai topografi, data gravitasi, dan bentuk dasar Titan yang didapat lewat radar yang diusung oleh Cassini.

Dalam analisis terbarunya, ia lebih memperhatikan variasi hembusan angin pada beberapa titik yang berbeda dalam beberapa waktu daripada hanya memperhatikan rata-rata hembusan angin saja. Hasilnya adalah adanya periode equinox (Equinox: terjadi ketika kemiringan sumbu rotasi planet baik itu mengarah atau menjauhi matahari, sehingga titik pusat matahari akan berada tepat pada garis ekuator. Kejadian ini akan menyebabkan matahari tepat berada di atas kepala, serta panjangnya hari siang dan malam persis sama).

Sama seperti halnya di Bumi, equinox di Titan juga muncul setahun 2 kali (1 tahun di Titan = 29 tahun di Bumi). Selama periode ini, matahari akan mengarahkan sinarnya secara langsung ke ekuator, memanaskannya sehingga akan menciptakan aliran udara ke atas atmosfer. Adanya turbulensi yang terjadi menyebabkan angin berhembus ke arah sebaliknya dalam kecepatan yang semakin bertambah. Di Bumi, pembalikan angin yang bisa dibilang langka ini biasa terjadi di atas Lautan Hindia pada masa-masa transisi antara perubahan musim.

Pembalikan secara episodik hembusan angin di Titan tampaknya berkecepatan sekitar 1 sampai 1.8 meter per detik. Sedangkan kecepatan ambang batas pergerakan pasir tercatat sekitar 1 meter per detik, batas kecepatan yang tidak akan pernah dilebihi oleh angin yang berhembus dari timur ke barat. Pola padang pasir seperti tampak pada foto dipahat oleh angin kuat namun tidak terlalu lama yang sangat mirip dengan pola angin yang bertiup di atas padang pasir Namibia, Afrika.

“Hal ini merupakan hasil dari penyelidikan yang sangat cermat – hanya dengan mempelajari statistik angin pada model saja sudah cukup jelas untuk memecahkan masalah paradoks ini,” kata Ralph Lorenz, ilmuwan radar Cassini yang bermarkas di Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory di Laurel, Md.

“Penelitian ini sekaligus menjadi bahan persiapan untuk penelitian mengenai Titan ke depannya, di mana kita bisa lebih percaya diri untuk memprediksi angin yang akan berakibat pada tingkat akurasi pendaratan satelit-satelit penjelajah ke atas permukaan Titan serta penerbangan balon-balon penelitian di langit Titan,” ia menambahkan.

Misi Cassini-Huygens merupakan misi kerja sama yang diselenggarakan NASA, European Space Agency (ESA), serta Italian Space Agency (ISA). JPL (Jet Propulsion Laboratory) yang bertanggung jawab dalam mengoperasikan misi Cassini-Huygens untuk NASA’s Science Mission Directorate. Informasi tambahan mengenai Cassini dapat diakses di: http://www.nasa.gov/cassini dan http://saturn.jpl.nasa.gov. (Science Daily/den)

Phobos, Bulan Planet Mars yang Terbentuk Dari Ledakan Dahsyat

Para ilmuwan mengatakan mereka telah menemukan bukti kuat bahwa Phobos, bulan Mars terbesar ini terbentuk dari bebatuan yang diletupkan permukaan Mars saat bencana ledakan dahsyat terjadi.

Asal muasal dari dua satelit Mars, Phobos dan Deimos merupakan teka-teki lama.

Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa kedua bulan tersebut kemungkinan adalah asteroid-asteroid yang terbentuk dalam sabuk utama asteroid yang kemudian ditarik oleh gravitasi Mars.

Bukti terbaru ini telah dipresentasikan pada sebuah konferensi besar di Roma.

Temuan baru ini mendukung beberapa skenario lainnya. Meluncurnya material permukaan Mars akibat tabrakan bebatauan antariksa, kemudian menyatu membentuk bulan Phobos.

Pendapat lain ada pula yang mengatakan bahwa, Phobos kemungkinan terbentuk dari sisa-sisa bulan sebelumnya yang hancur akibat gravitasi Mars. Bagaimanapun juga, bulan ini kemungkinan berasal dari sejumlah material yang terlempar ke orbit dari permukaan Mars.

Observasi Phobos yang sebelumnya menggunakan panjang gelombang infra-merah, telah menimbulkan dugaan adanya kondrit karbon, material-material meteorit yang ditemukan jatuh ke Bumi.

Phobos terletak lebih dekat dan lebih besar dibandingkan kedua bulan Mars yang lain. Credit: astronomia.zcu.cz
Material ini, kaya akan karbon, sisa dari pembentukan tata surya, yang berasal dari sabuk utama asteroid antara Mars dan Yupiter.

Observasi terbaru lewat termal wavelengts infra-merah dengan menggunakan Instrumen Planetary Fourier Spectrometer (PFS) pada Mars Express menunjukkan bahwa adanya perpadanan antara batu-batu karang Phobos dengan beberapa golongan kondrit meteorit dikenal dari Bumi.

Hal ini tampaknya akan mendukung pola-pola ‘penambahan-kembali terbentuknya Phobos, di mana bebatuan dari Planet Merah tersebut diledakkan ke dalam orbit Mars yang nantinya membentuk Phobos.

“Kami untuk pertama kalinya mendeteksi jenis mineral yang disebut sebagai phyllosilicates pada permukaan Phobos, khususnya di wilayah timur laut Stickney, tempat terbentuknya kawah yang paling besar,” ujar Dr. Marco Giuranna, dari Lembaga Nasional Astrofisika Italia di Roma.

Batu phyllosilicate ini diperkirakan terbentuk dalam hadirat air yang sebelumnya telah ditemukan di Mars.

“Hal ini sangat menarik karena menyiratkan interaksi sejumlah material silikat dengan air sebelum menyatu ke dalam Phobos,” ujar Dr. Giuranna, seperti dilansir BBC News.

“Atau, phyllosilikat kemungkinan telah terbentuk di situ, namun kemungkinan Phobos memerlukan pemanasan internal yang cukup untuk menjaga kestabilan air.”

Bongkahan Bebatuan

Beberapa observasi lain dari Phobos tampaknya sesuai dengan jenis-jenis mineral yang teridentifikasi pada permukaan Mars. Sehingga Phobos lebih mendekati Mars dibandingkan asteroid sabuk utama, ujar para peneliti.

Selain itu, Pascal Rosenblatt dari Royal Observatorium of Belgium, mengatakan, “skenario pembekukan asteroid juga memiliki kesulitan dalam menjelaskan sirkuler arus dan ekuatorial orbit dari kedua bulan Mars (Phobos dan Deimos).”

Para peneliti juga menggunakan Mars Express untuk memperoleh pengukuran yang paling akurat tentang kepadatan Phobos.

“Jumlah ini secara signifikan lebih rendah dibandingkan dengan densitas material meteor terkait asteroid. Hal ini juga menyiratkan adanya struktur karang dengan rongga yang membentuk interior Phobos antara 25%-45%,” ujar Dr. Rosenblatt.

Misi Robot Rusia ke Phobos, Phobos-Grunt (Grunt=tanah atau bumi, dalam bahasa Rusia), yang akan diluncurkan tahun ini, untuk meneliti komposisi bulan secara lebih detail.

Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Planetary and Space Science yang dipresentasikan pada European Planetary Science Congress 2010 di Roma.

Beberapa Foto Terbaik Pada Sistem Tata Surya Kita

Bulan Dione dalam bayang-bayang cincin Saturnus. Dione berdiameter sekitar 1,123 km dengan orbit sekitar 337.000 km dari planet raksasa ini. (Barcroft Media)
Gambar-gambar menakhjubkan dan inspiratif ini mengungkap sejumlah rahasia dari sistem tata surya kita yang seluruhnya diambil oleh pesawat antariksa NASA dan Badan Antariksa Eropa dalam lima tahun terakhir.

Semua ini dirilis oleh Royal Observatory di London, untuk memicu beberapa masukan bagi Fotografer Astronomi dalam Kompetisi Tahun 2011.

Gambar Bulan Saturnus, Mimas, di ambil oleh pesawat antariksa Cassini. Pesawat antariksa Cassini-Huygens diluncurkan pada 1997 untuk menyelidiki Saturnus, termasuk Cincin dan Bulannya. (Barcroft Media)
Mata badai: Jupiter’s Great Red Spot ini diabadikan oleh pesawat antariksa Voyager 2. Great Red Spot adalah badai seukuran Bumi yang mengamuk selama berabad-abad dan tidak menunjukkan tanda-tanda melemah. (Barcroft Media)
Matahari di Planet Merah yang diambil oleh kendaraan antariksa NASA, Spirit, pada 2005 ini merupakan salah satu dari serangkaian gambar menakhjubkan yang dirilis Royal Observatory. (Barcroft Media)
Di antara gambar itu yang nampak luar biasa adalah Sunset Mars. Diambil tahun 2005 silam oleh kendaraan eksplorasi keliling atau yang dikenal dengan Spirit from Gusev Crater.

Dalam foto tersebut nampak cahaya berwarna biru di langit sekitar matahari terbenam yang kadang-kadang dapat tetap terlihat selama dua jam setelah itu, lenyap dari pandangan.

Cahaya ini disebabkan oleh elevasi tinggi debu yang berhamburan di sekitar sinar matahari ke sisi gelap planet tersebut.

Langit kemerahan yang masih tersisa akibat tingginya volume debu dalam atmosfir.

Gambar ini memberi cita rasa apa yang para astronot bisa harapkan untuk dilihat jika mereka senantiasa melangkahkan kaki di Planet Merah. Gambar ini juga menunjukkan betapa matahari menjadi jauh lebih kecil dibandingkan bila dilihat dari bumi.

Foto lain menunjukkan adanya kawah raksasa Stickney di Phobos, bulan terbesar diantara dua Bulan Mars lainnya.

Sunday, August 21, 2011

Instrumen JWST Pertama Lulus Tes


Salah satu dari banyak instrumen yang akan diluncurkan yaitu James Webb Space Telescope (JWST) baru saja lulus pengujian kritis di fasilitas ESA di Inggris. "Miri", Mid-InfraRed Instrument, sedang dikembangkan oleh ESA sebagai bagian penting dari misi JWST. Peneliti akan menggunakan Miri untuk mempelajari eksoplanet, galaksi jauh, komet dan selimut debu bintang. Agar semua dapat berjalan dengan benar dan memberikan data yang akurat, Miri harus konsisten beroperasi pada suhu sekitar 7 Kelvin. (-266 ° C). Bagaimana insinyur menguji komponen untuk memastikan mereka bekerja dengan baik dalam kondisi ekstrim?

Miri, (Mid Instrumen InfraRed) di uji di RAL Space

Disebuah tempat penelitian di Inggris dan fasilitas pengujian di Oxfordshire, para ahli memastikan segala sesuatunya telah terpasang dan bekerja dengan benar. Dalam ruang pengujian khusus, "target" digunakan untuk membantu mensimulasikan pengamatan ilmiah. Seperti dikutip dari universetoday (21/08/2011) Setelah serangkaian tes dilakukan para ahli mengambil kesimpulan bahwa semua hal telah sesuai dengan rencana dan Miri dapat bekerja dengan sangat baik.

Dalam sebuah konfrenesi pers, Gillian Wright, pemimpin dari proyek Miri mengatakan "Ini adalah inspirasi untuk melihat Miri bekerja sangat baik pada suhu operasi setelah bertahun-tahun dalam pembangunan. Hal ini merupakan prestasi yang luar biasa."

Ahli Melakukan penyesuaian Miri selama pengujian lingkungan dalam ruang vakum termal RAL Space pada 16 Agustus. 2011.

Sebuah screenshot dari cermin JWST di fasilitas pengujian laser pada Ball Aerospace di Boulder, Colorado. Kredit: John O'Connor, NASA Tech.

Foto Panorama Galaksi Bima Sakti dan Venus dari Pegunungan Andes


Guillermo Abramson Bariloche, fotografer asal Argentina mengambil foto daerah pusat dari galaksi Bima Sakti dan Venus di atas Pegunungan Andes pada tanggal 24 Oktober 2008. Guillermo menggunakan kamera Canon EOS Digital Rebel XTi yang dipasang pada teleskop Meade LX10 dan mengambil foto ini dengan pengaturan berikut: 18 mm, f/3.5, 120 detik, ISO 400.


Anda bisa mendapatkan koleksi foto Guillermo lainnya di sini

Helix Nebula, Nebula yang Menyerupai "Mata"

Para ilmuwan menyebut gambar bintang yang berhasil ditangkap oleh sebuah teleskop raksasa di pegunungan Chili ini Mata Tuhan. Mata Tuhan atau dikenal juga dengan sebutan Helix Nebula memandang bumi jauh dari ruang angkasa atau mencapai sekitar 700 tahun cahaya.

Helix Nebula menyerupai bola mata berwarna biru dan dihiasi warna putih serta kelopak berwarna merah muda. Kumpulan warna tersebut terbentuk oleh lapisan gas dan debu yang diterbangkan serta dipancarkan oleh bintang yang akan berakhir masa hidupnya dalam kurun ribuan tahun mendatang. Matahari juga diperkirakan akan bernasib serupa dengan bintang ini kendati tidak dalam waktu 5 miliar tahun.

Mata Tuhan yang juga dikenal dengan sebutan Helix Nebula berukuran sangat besar sehingga membutuhkan pantulan cahaya selama 2 setengah tahun untuk mengitarinya. (klik gambar untuk memperbesar)
Helix Nebula terletak pada konstelasi Aquarius dan dapat diamati oleh astronom amatir dengan menggunakan teleskop biasa walaupun tampak redup gambarnya. Menempati sebuah wilayah di langit dengan ukurannya yang mencapai separuh dari bulan purnama, Helix Nebula berukuran sangat besar sehingga dibutuhkan pantulan cahaya dua setengah tahun untuk mengitarinya.

Wow, Kabut Nebula Berbentuk Kelelawar Angkasa

NGC 1788, nebula berbentuk kelelawar di gugus bintang Orion.
Sebuah foto kabut nebula yang tersembunyi di dekat gugus bintang Orion memperlihatkan bentuk seperti seekor kelelawar sedang membentangkan sayapnya akibat pancaran gas yang muncul dari pusatnya.

Adalah bintang-bintang di Orion yang memancarkan cahaya dan angin kuat sehingga menghasilkan bentuk unik yang kemudian dinamai NGC 1788 itu. Lingkungan yang amat dinamis tersebut membantu terbentuknya ”rahim perbintangan”, tempat bintang-bintang dilahirkan.

NGC 1788 adalah sebuah nebula pantul di mana gas dan debu memantulkan cahaya dari gugusan bintang-bintang muda. Hasilnya berupa bentuk gas bercahaya, seperti kelelawar mengembangkan sayapnya.

Foto yang diambil menggunakan teleskop MPG/ESO 2,2 meter milik Observatorium La Silla European Southern Observatory di Cile tersebut diumumkan Selasa (3/3/2010).

Bintang-bintang raksasa di Orion diyakini menjadi penyebab pancaran gas hidrogen di nebula yang tampak sebagai garis merah nyaris vertikal di sebelah kiri foto.

Sedikit saja bintang yang menjadi bagian nebula itu terlihat dalam foto karena sebagian besar tertutup debu raksasa di sekitarnya. Bintang paling jelas, HD 293815, terlihat di bagian atas kabut, sedikit dekat pusat nebula.

Hampir semua bintang di wilayah itu masih sangat muda, dengan usia rata-rata hanya jutaan tahun. Usia yang amat muda dibandingkan umur Matahari yang sekitar 4,5 miliar tahun.

sumber 

Besok, Malam Terbaik Berburu Neptunus

Posisi Neptunus (garis merah empat buah) pada Senin (22/8/2011) menjelang tenggalm di barat, pukul 04.00 WIB seperti simulasi Stellarium.
Tak sepanjang tahun Planet Neptunus bisa diamati dengan mudah. Nah, Senin (22/8/2011) malam, akan menjadi malam terbaik untuk berburu Neptunus. Pasalnya, besok, Bumi akan melewati wilayah antara Neptunus dan Matahari, membuat planet terjauh dalam tata surya itu dikatakan memasuki titik oposisi. Neptunus akan terbit dari timur, semakin naik dan akhirnya tenggelam di arah barat.

Kala berada dalam titik oposisi, Neptunus akan berada di seberang Matahari dari sudut pandang orang di Bumi. Ini juga berarti bahwa Neptunus sedang berada dalam titik terdekatnya dengan Bumi tahun ini, membuatnya bersinar tampak bersinar lebih terang dari biasanya.

Karena bersinar lebih terang, pengamat di Bumi lebih mudah melihatnya. Tapi, untuk melihatnya lebih jelas lagi harus menggunakan alat bantu, berupa binokuler atau teleskop kecil. Jika memiliki teleskop besar atau memungkinkan pergi ke planetarium atau observatorium, itu ide yang lebih bagus.

Meski lebih terang, untuk melihatnya masih merupakan tantangan. Jarak terdekat yang dicapai Neptunus adalah 4,3 miliar km dari Bumi sehingga planet ini sebenarnya masih tampak redup. Perlu kesabaran dan strategi untuk menemukannya.

Situs Space.com memberikan peta langit untuk panduan pengamatan. Anda bisa mencari letak konstelasi Capricornus yang relatif mudah dikenali. Selanjutnya, carilah letak bintang Deneb Algiedi dan Iota Aquarii. Neptunus terletak di atas Iota Aquarii.

Dengan binokuler atau teleskop kecil, Neptunus hanya akan tampak sebagai titik bulat berwarna hijau kebiruan. Sementara, dengan teleskop yang lebih besar disertai perbesaran 200 kali, Neptunus akan tampak sebagai piringan kecil.

Neptunus adalah planet terjauh dalam tata surya, setelah Pluto dihapus dari daftar planet. Jarak Neptunus adalah 30 kali jarak Bumi-Matahari, atau 4,5 miliar km bila tak sedang oposisi. Planet ini mengelilingi Matahari dalam waktu sangat lama, 164,79 tahun.

Pada 1 Juli 2011 lalu, Neptunus baru saja menyelesaikan revolusi pertama sejak ditemukan 23 September 1846. Sejauh ini, hanya 1 wahana antariksa yang berhasil mencapai planet ini, yakni Voyager 2. Hingga kini, masih banyak misteri planet berukuran 4 kali Bumi ini yang belum terkuak.

sumber 


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto