Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, January 4, 2011

Satelit SOHO Sukses Temukan 2000 Komet

Satelit Solar and Heliospheric Observatory (SOHO) telah berhasil dimanfaatkan untuk menemukan 2000 komet sejak diluncurkan 15 tahun lalu. Penemuan ini menjadikannya sebagai satelit penemu komet terampuh sepanjang masa.

Komet ke 2000 yang berhasil ditemukan dengan SOHO diumumkan pada tanggal 26 Desember 2010 lalu oleh NASA. Penemunya adalah Michal Kusiak, mahasiswa astronomi di Jagiellonian University, Polandia.

Kemampuan SOHO menemukan komet cukup menarik. Sebab, SOHO pada dasarnya tidak dirancang untuk meneliti komet. Saat diluncurkan pertama kalinya, SOHO sebenarnya bertugas meneliti atmosfer matahari atau disebut korona.

Ketika mengorbit dan mencitrakan matahari, SOHO menghalangi bagian yang paling terang dan mengirim citranya ke bumi. Astronom mendeteksi adanya komet dengan melihat spot yang ada pada sisi bagian yang terang, penanda adanya komet.

[caption id="" align="alignnone" width="620" caption="Ilustrasi Satelit SOHO (image: kompas.com)"][/caption]

Perjalanan satelit hingga menemukan 2000 komet membutuhkan waktu 15 tahun. Waktu yang dibutuhkan untuk menginjak angka 1000 adalah 10 tahun, sementara waktu yang dibutuhkan untuk menemukan 1000 komet berikutnya hanya 5 tahun.

 

Penemuan komet dengan SOHO melibatkan 70 orang astronom amatir dan profesional dari 18 negara. Keseluruhanya melakukan secara sukarela. Mereka mengamati citra yang dihasilkan Large Angle and Spectrometric Coronagraph (LASCO), kamera milik SOHO.

Untuk mengkoordinasikannya, digunakan sebuah situs untuk melaporkan temuan. Karl Battams yang saat ini mengelola situs mengatakan, ketika menemukan komet, astronom akan melaporkannya langsung ke situs tersebut.

Selanjutnya, Karl akan mengkonfirmasi kebenaran dari setiap komet yang ditemukan dan memberi nomor tidak resmi. Data yang telah diberi nomor tersebut dikirim ke Minor Planet Center di Cambridge untuk kemudian diberi nama resmi.

Karl Battams mengungkapkan, "Ada banyak pengetahuan yang bisa kita dapatkan dengan adanya komet ini. Pertama, kita tahu ada lebih banyak komet di tata surya. Mereka bisa memberi tahu darimana mereka berasal dan hancur."

"Hampir keseluruhan komet yang ditemukan dengan SOHO berasal dari sumber yang sama," kata Battams. menurutnya, 85% dari komet berasal dari komet yang lebih besar bernama Kreutz yang hancur beberapa ratus tahun yang lalu.

Komet-komet yang ditemukan dengan SOHO atau yang disebut famili kreutz meruapakan "gembala matahari". Mereka bergerak mendekati matahari dan kemudian menguap dalam beberapa jam setelah penemuannya.

Michal Kusiak, si penemu komet ke 2000 sendiri termasuk astronom amatir yang berprestasi. Ia menemukan komet SOHO pertamanya pada tahun 2007 dan hingga kini telah menemukan 100 komet.

Source: http://sains.kompas.com/read/2011/01/03/18493687/Satelit.SOHO.Berhasil.Temukan.2000.Komet

Thursday, December 30, 2010

Ukuran Planet Merkurius Semakin Mengecil

Tahun 2006 lalu, International Astronomical Union (IAU) mendegradasi Pluto dari planet menjadi sebuah planet kerdil (dwarf planet). Alasannya, dari sisi ukuran, Pluto tidak memenuhi syarat sebagai untuk disebut sebagai sebuah planet.

Saat ini sistem tata surya tinggal memiliki delapan planet yang mengelilingi Matahari. Akan tetapi, dari bukti-bukti baru yang ditemukan, ke depannya bisa jadi tata surya hanya akan terdiri dari 7 buah planet saja.

Dari sisi ukuran, Merkurius memang dua kali lebih besar dibanding Pluto. Namun ternyata, Merkurius, yang kini menjadi planet terkecil yang ada di tata surya itu juga semakin menciut.

Peneliti memperkirakan, Merkurius memang tidak akan jadi sekecil mantan planet kesembilan milik tata surya. Akan tetapi jika ukurannya terus mengecil, IAU tentu akan mendegradasi status planet itu.


[caption id="" align="alignnone" width="685" caption="Susunan planet di tata surya kita"][/caption]


Penyebab menciutnya ukuran Merkurius adalah karena inti planet itu yang terdiri dari zat besi cair terus mendingin dan memadat sehingga menciutkan ukuran planet itu dari dalam. Menurut peneliti, pergerakan ini sudah berlangsung sejak miliaran tahun yang lalu.

Penciutan Merkurius juga terlihat dari foto-foto milik satelit Messenger milik NASA yang menggambarkan terjadi lipatan di kerak planet itu. Dari foto juga terungkap bahwa dulu, Merkurius punya banyak gunung berapi yang meletus. Adapun yang mematikan gunung itu adalah karena inti planet semakin dingin.

“Merkurius menunjukkan pada kita berapa besar pengaruh pendinginan inti planet terhadap evolusi yang terjadi di permukaan,” kata Sean Solomon, peneliti dari Carnegie Institution for Science, di Washington, seperti dikutip dari LA Times, 28 Desember 2010.

Sama seperti Mars dan Bulan, Merkurius sangat berapi saat ia lahir. Namun planet itu kehilangan panasnya sejalan dengan pertumbuhannya selama sekitar 4,5 miliar tahun terakhir yang menghentikan aktivitas vulkanik di sana.

Sebagai informasi, planet Bumi juga mengalami pendinginan dengan cara yang serupa. Dan dalam waktu beberapa miliar tahun mendatang, Bumi juga akan terlalu dingin untuk gunung berapi. Setelah inti bumi semakin dingin, gunung-gunung berapi di Bumi akan berhenti meletus.

Source: http://teknologi.vivanews.com/news/read/196197-jumlah-planet-di-tata-surya-akan-berkurang

Badai Raksasa di Planet Saturnus

Saat planet Bumi berkali-kali mengalami serangan badai dahsyat, Saturnus ternyata sering mengalami badai yang berkali-kali lipat lebih mengerikan. Misalnya pemunculan Great White Spot, sebuah bintik yang kerap terlihat di Saturnus.

Dari pemantauan yang dilakukan oleh satelit Cassini pada Saturnus, ternyata, Great White Spot merupakan badai berukuran raksasa, berukuran hingga mencapai ribuan kilometer, yang melintas di kawasan selatan planet tersebut.

Great White Spot merupakan fenomena serupa seperti Great Red Spot yang terjadi di planet Jupiter.

[caption id="" align="alignright" width="300" caption="Bintik di planet Saturnus yang ternyata merupakan badai raksasa (io9.com)"][/caption]

Di Saturnus, badai raksasa itu hadir setiap sekitar 28,5 tahun sekali. Sebelumnya, badai ini pernah hadir tahun 1876, 1903, 1933, 1960, dan 1990. Artinya, badai berikutnya diperkirakan baru akan hadir di tahun 2018 mendatang.

Meski begitu, ada juga badai yang kadang muncul di luar siklus rutin badai, misalnya di tahun 1994 dan 2006 lalu. Seperti dikutip dari MSN, 29 Desember 2010, pada malam Natal lalu, Cassini kembali menemukan munculnya badai di Saturnus.

“Badai seperti ini diperkirakan muncul akibat ketidakstabilan suhu yang melontarkan berton-ton material dari atmosfir bawah planet ke bagian atas atmosfir,” kata Carolyn Porco, peneliti dari Space Science Institute. “Saat badai ini bersinggungan dengan siklus badai rutin yang setiap 28 tahun, ia menjadi sangat raksasa hingga dapat mengitari seluruh planet,” ucapnya.

Seperti saat ini, Porco menyebutkan, kamera pada Cassini berhasil menangkap badai raksasa yang hadir di kawasan utara Saturnus. “Secara teknis, kami belum mengetahui apakah badai ini akan berkembang menjadi Great White Spot,” ucap Porco. “Namun, meski tidak mendapat reputasi ‘great’ badai yang terjadi di Saturnus ini lusinan kali lipat lebih besar dibanding badai dahsyat yang hadir di Bumi,” ucapnya.

Source: http://teknologi.vivanews.com/news/read/196504-bintik-saturnus-ternyata-badai-raksasa

Wednesday, December 29, 2010

Apa Itu Tahun Kabisat ?

Tahun Kabisat (Bahasa Inggris: Leap Year) adalah sebuah Tahun Syamsiah di mana pada tahun tersebut jumlah hari tidak terdiri dari 365 hari tetapi 366 hari.

Satu tahun syamsiah tidak secara persis terdiri dari 365 hari, tetapi 365 hari, 5 jam, 48 menit dan 45,1814 detik. Jika hal ini tidak dihiraukan, maka setiap empat tahun akan kekurangan hampir satu hari.

Maka untuk mengkompensasi hal ini setiap empat tahun sekali (tahun yang bisa dibagi empat), diberi satu hari ekstra: 29 Februari. Tetapi karena 5 jam, 48 menit dan 45,1814 detik kurang dari 6 jam, maka tahun-tahun yang bisa dibagi 100 (seperti tahun 1900), bukan tahun kabisat, kecuali bisa dibagi dengan 400 (seperti tahun 2000).

Terdapat algoritma mudah untuk menentukan apakah suatu tahun termasuk tahun kabisat atau bukan sebagai berikut:
  1. Jika angka tahun itu habis dibagi 400, maka tahun itu sudah pasti tahun kabisat.
  2. Jika angka tahun itu tidak habis dibagi 400 tetapi habis dibagi 100, maka tahun itu sudah pasti bukan merupakan tahun kabisat.
  3. Jika angka tahun itu tidak habis dibagi 400, tidak habis dibagi 100 akan tetapi habis dibagi 4, maka tahun itu merupakan tahun kabisat.
  4. Jika angka tahun tidak habis dibagi 400, tidak habis dibagi 100, dan tidak habis dibagi 4, maka tahun tersebut bukan merupakan tahun kabisat.

Tahun Kabisat menurut definisi ini ada sejak diluncurkannya kalender Gregorian.

Source: http://id.wikipedia.org/wiki/Tahun_Kabisat

Misteri Planet X dan Planet Nibiru

Bagian luar tata surya masih memiliki banyak planet-planet minor yang belum ditemukan. Sejak pencarian Planet X dimulai pada awal abad ke 20, kemungkinan akan adanya planet hipotetis yang mengorbit Matahari di balik Sabuk Kuiper telah membakar teori-teori Kiamat dan spekulasi bahwa Planet X sebenarnya merupakan saudara Matahari kita yang telah lama “hilang”. Tetapi, mengapa kita harus cemas duluan akan Planet X/Teori Kiamat ini? Planet X kan tidak lain hanya merupakan obyek hipotetis yang tidak diketahui?

Jauh sebelum Pluto ditemukan, astronom dunia  terpikat untuk mencari kemungkinan keberadaan sebuah benda lain di luar orbit Neptunus. Pada tahun 1843, John Couch Adams mempelajari gangguan orbit yang terjadi di Uranus dan dari interaksi gravitasi ia menyimpulkan ada planet ke delapan yang mengganggu planet gas raksasa tersebut.  Hal ini jugalah yang membawa manusia pada pencarian planet ke delapan dan pada akhirnya menemukan Neptunus mengorbit Matahari pada jarak 30 SA.  Ternyata, Neptunus juga mengalami hal yang sama dengan Uranus. Ia mengalami gangguan orbit dan diperkirakan ada planet lain yang menggangu orbitnya seperti halnya Uranus.

Tahun 1930, Pluto ditemukan tengah bersembunyi di balik kegelapan di tepi Tata Surya. Dan segera pula diketahui kalau Pluto itu kecil, dan ia bukan planet X yang dicari. Maka pencarian pun diteruskan..

Selama 80 tahun terakhir, para astronom telah melakukan pencarian  apakah ada planet raksasa lainnya yang ada di luar Neptunus. Namun pada kenyataannya yang ditemukan adalah sejumlah obyek di sabuk Kuiper dan beberapa di antaranya sekarang didefinisikan sebagai planet katai.  Dan lagi-lagi tak ada planet X yang ditemukan. Bahkan si X ini justru disinonimkan dengan teori konspirasi, maupun hari kiamat. Dan juga dikaitkan dengan planet Nibiru, sebuah planet hipotetik dari bangsa Sumeria yang sebenarnya tak ada kaitannya sama sekali dengan istilah planet X yang sebenarnya.


[caption id="" align="alignnone" width="640" caption="Sabuk Kuiper (Kuiper Belt)"][/caption]


Tak pelak setahun terakhir ini, isu kiamat 2012 merebak kencang. Ketakutan dan kekhawatiran muncul.. berbagai pertanyaan terlontar. Ada yang mengatakan ada sebuah planet mistis yang akan muncul di bagian dalam Tata Surya pada tanggal 21 Desember 2012.  Isu ini jelas-jelas menyesatkan bahkan ketakutan tentang planet X sama sekali tak beralasan.

Pada kenyataannya, planet X merupakan sebutan untuk  planet yang belum diketahui atau belum teridentifikasi, khususnya  untuk pencarian planet masif di luar orbit Neptunus, di era pre-Pluto (sebelum Pluto ditemukan). Dan Planet X ini merupakan perjalanan pencarian yang luar biasa menyenangkan yang dialami para astronom dan mencapai puncaknya saat Pluto ditemukan.

Teori-teori ini didorong pula dengan adanya ramalan suku Maya akan kiamat dunia pada tahun 2012 (Mayan Prophecy) dan cerita mistis Bangsa Sumeria tentang Planet Nibiru, dan akhirnya kini memanas sebagai “ramalan kiamat” 21 Desember 2012. Namun, bukti-bukti astronomis yang digunakan untuk teori-teori ini benar-benar melenceng.

Pada 18 Juni kemarin, peneliti-peneliti Jepang mengumumkan berita bahwa pencarian teoretis mereka untuk sebuah massa besar di luar Tata Surya kita telah membuahkan hasil. Dari perhitungan mereka, mungkin saja terdapat sebuah planet yang sedikit lebih besar daripada sebuah objek Plutoid atau planet kerdil, tetapi tentu lebih kecil dari Bumi, yang mengorbit Matahari dengan jarak lebih dari 100 SA. Tetapi, sebelum kita terhanyut pada penemuan ini, planet ini bukan Nibiru, dan bukan pula bukti akan berakhirnya dunia ini pada 2012. Penemuan ini adalah penemuan baru dan merupakan perkembangan yang sangat menarik dalam pencarian planet-planet minor di balik Sabuk Kuiper.

Dalam simulasi teoretis, dua orang peneliti Jepang telah menyimpulkan bahwa bagian paling luar dari Tata Surya kita mungkin mengandung planet yang belum ditemukan. Patryk Lykawa dan Tadashi Mukai dari Universitas Kobe telah mempublikasikan paper mereka dalam Astrophysical Journal. Paper mereka menjelaskan tentang planet minor yang mereka yakini berinteraksi dengan Sabuk Kuiper yang misterius itu.

Pencarian Planet X


Sejak Percival Lowell menyatakan kalau ada planet lain di luar sana yang mengganggu orbit Neptunus, pencarian pada planet asing itu pun dimulai. Tahun 1930, saat  Clyde Tombaugh menemukan Pluto, bisa dikatakan penemuan ini membenarkan teori Lowell. Sayangnya di era 1970-an diketahui kalau Pluto terlalu kecil untuk dapat menimbulkan gangguan pada orbit planet, dalam hal ini planet gas raksasa seperti Neptunus.

Seiring berjalannya waktu dan teknik yang makin berkembang, gangguan yang pernah diperkirakan ada pada orbit Neptunus ditemukan merupakan kesalahan dalam observasi. Karena itu tak lagi diperlukan keberadaan planet X, benda planet hipotetik tidak lagi diperlukan untuk diperhitungkan dalam gangguan orbit tersebut.  Tapi, pengamatan benda-benda di Sabuk Kuiper justru memperkuat kembali pencarian planet X dan X disini bermakna belum teridentifikasi.  Jadi yang dicari adalah sebuah benda yang belum diketahui dan belum diidentifikasi.

Sabuk Kuiper merupakan area di ruang angkasa di lingkungan Pluto. Di area ini terdapat banyak benda berupa es dan batuan yang berhasil diamati. Dengan perkembangan teknologi dalam observasi, berbagai benda kecil semakin mudah diamati di area  Tata Surya dan di sistem lainnya di luar Tata Surya. Saat ini para peneliti telah berhasil melakukan plot distribusi obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt Object / KBO).

Dalam sebaran KBO dari 30 – 50 SA, pada kisaran jarak 50 SA sabuk Kuiper berakhir begitu saja. Kondisi ini dikenal dengan nama  Jurang Kuiper dan sangat sedikit obyek yang bisa diamati di balik titik ini. Dan diyakini kalau kondisi tersebut disebabkan keberadaan sebuah obyek yang lebih besar dari Pluto dan lebih kecil dari Bumi.  Sampai saat ini belum ada benda lain yang ditemukan di area tersebut namun Jurang tersebut memang ada setelah jarak 55 SA.

Para pencari planet X, mengindikasikan ada planet kecil yang mengorbit pada jarak 60 SA atau ada pula planet masif yang 50% lebih besar dari Jupiter berpatroli di angkasa pada jarak 1000 SA. Tapi tetap tidak ada bukti kuat untuk mendukung teori ini dan tidak ada hasil pengamatan yang bisa mengkonfirmasi keberadaan planet tak dikenal tersebut.

[caption id="" align="alignright" width="220" caption="V838 Mon, Objek yang diduga sebagai Planet X atau Nibiru."][/caption]

Lorenzo Iorio dari National Institute of Nuclear Physics di Pisa, Italia, menggunanakan data orbit dari pengamatan selama bertahun-tahun dan mencoba mengkalkulasi  jarak orbit terdekat bagi sebuah planet masif untuk mengorbit jika planet tak dikenal ini memang ada.  Dan jika planet ini ada dan berada cukup dekat, keberadaan gravitasinya pasti akan langsung terdeteksi dan bisa dengan mudah pula mendeteksi gangguan yang diakibatkan pada dinamika planet dalam.

Hasilnya, seluruh planet yang memiliki massa Mars dan lebih besar dari Mars telah ditemukan di Tata Surya. Hasil   komputasi Iorio menunjukkan jarak minimum untuk planet bermassa Mars,  Bumi, Jupiter dan juga bermassa Matahari bisa berada pada jarak 62 SA, 430 SA, 886 SA dan 8995 SA.  Sebagai perspektif, Pluto memiliki jarak rata-rata 39 SA.

Jika kita berandai-andai, katakanlah ada sebuah planet masif yang disebut planet X berpatroli di luar Pluto. Menurut para penggemar teori planet X dan kiamat, si planet X ini akan mengganggu orbit planet-planet di Tata Surya dan kemudian masuk dan menyebabkan kehancuran pada Bumi. Ternyata ada masalah lain yang menggagalkan teori tersebut.

Jika planet tak dikenal atau si planet X ini memang ada dengan ukuran yang cukup, katakanlah seukuran Pluto maka menurut David Jewitt obyek tersebut tentunya sudah bisa diamati saat ini jika ia mengorbit sampai jarak 320 SA dari Matahari. Dan di luar jarak itu tidak ada massa signifikan yang bisa ditemukan, jika massa Pluto dianggap signifikan.

Apakah planet X adalah planet Nibiru ?


Pada tahun 1976, sebuah buku kontroversial berjudul The Twelfth Planet atau Planet Kedua belas ditulis oleh Zecharian Sitchin. Sitchin telah menerjemahkan tulisan-tulisan kuno Sumeria yang berbentuk baji (bentuk tulisan yang diketahui paling kuno). Tulisan berumur 6.000 tahun ini mengungkapkan bahwa ras alien yang dikenal sebagai Anunnaki dari planet yang disebut Nibiru, mendarat di Bumi. Ringkas cerita, Anunnaki memodifikasi gen primata di Bumi untuk menciptakan homo sapiens sebagai budak mereka.

[caption id="" align="alignnone" width="393" caption="Gambaran sosok Anunnaki"][/caption]

Ketika Anunnaki meninggalkan Bumi, mereka membiarkan kita memerintah Bumi ini hingga saatnya mereka kembali nanti. Semua ini mungkin tampak sedikit fantastis, dan mungkin juga sedikit terlalu detail jika mengingat semua ini merupakan terjemahan harfiah dari suatu tulisan kuno berusia 6.000 tahun. Pekerjaan Sitchin ini telah diabaikan oleh komunitas ilmiah sebagaimana metode interpretasinya dianggap imajinatif. Meskipun demikian, banyak juga yang mendengar Sitchin, dan meyakini bahwa Nibiru (dengan orbitnya yang sangat eksentrik dalam mengelilingi Matahari) akan kembali, mungkin pada tahun 2012 untuk menyebabkan semua kehancuran dan terror-teror di Bumi ini. Dari “penemuan” astronomis yang meragukan inilah hipotesis Kiamat 2012 Planet X didasarkan. Lalu, bagaimanakah Planet X dianggap sebagai perwujudan dari Nibiru?

Kemudian terdapat juga “penemuan katai coklat di luar Tata Surya kita” dari IRAS pada tahun 1984 dan “pengumuman NASA akan planet bermassa 4-8 massa Bumi yang sedang menuju Bumi” pada tahun 1933. Para pendukung hipotesis kiamat ini bergantung pada penemuan astronomis tersebut, sebagai bukti bahwa Nibiru sebenarnya adalah Planet X yang telah lama dicari para astronom selama abad ini. Tidak hanya itu, dengan memanipulasi fakta-fakta tentang penelitian-penelitian ilmiah, mereka “membuktikan” bahwa Nibiru sedang menuju kita (Bumi), dan pada tahun 2012, benda masif ini akan memasuki bagian dalam Tata Surya kita, menyebabkan gangguan gravitasi.

Dalam pendefinisian yang paling murni, Planet X adalah planet yang belum diketahui, yang mungkin secara teoretis mengorbit Matahari jauh di balik Sabuk Kuiper. Jika penemuan beberapa hari lalu memang akhirnya mengarah pada pengamatan sebuah planet atau Plutoid, maka hal ini akan menjadi penemuan luar biasa yang membantu kita memahami evolusi dan karakteristik misterius bagian luar Tata Surya kita.









Source: http://langitselatan.com/2008/06/24/planet-x-pada-kiamat-2012-bukan-planet-nibiru/, http://langitselatan.com/2009/10/12/apa-itu-planet-x/, wikipedia

Jarak Bumi dengan Bulan Semakin Menjauh

Pada suatu masa jutaan tahun ke depan, keturunan kita tidak akan bisa melihat bulan seperti sekarang. Tidak ada lagi fenomena gerhana matahari ataupun bulan total, kecuali dalam jejak rekam sejarah sains. Lambat, tetapi pasti bulan semakin bergerak menjauh dari bumi.

Bukan tanpa alasan Neil Armstrong manusia pertama yang menginjakkan kakinya di bulan meninggalkan jejak panel reflektor yang terdiri atas 100 cermin beberapa menit sebelum dia meninggalkan bulan pada 21 Juli 1969. Reflektor inilah yang kemudian menuntun manusia pada penemuan fakta mencengangkan.

Memanfaatkan reflektor yang tertinggal di bulan, Prof Carrol Alley, fisikawan dari University of Maryland, Amerika Serikat, mengamati pergerakan orbit bulan. Caranya adalah dengan menembakkan laser dari observatorium ke reflektor di bulan. Di luar dugaan, dari hasil pengamatan tahunan, jarak bumi-bulan yang terekam dari laju tempuh laser bumi-bulan terus bertambah.

[caption id="" align="alignnone" width="292" caption="Bulan"][/caption]

Diperkuat sejumlah pengamatan di McDonald Observatory, Texas, AS, dengan menggunakan teleskop 0,7 meter diperoleh fakta bahwa jarak orbit bulan bergerak menjauh dengan laju 3,8 sentimeter per tahun.

Para ahli meyakini, 4,6 miliar tahun lalu, saat terbentuk, ukuran bulan yang terlihat dari bumi bisa 15 kali lipat daripada sekarang. Jaraknya saat itu hanya 22,530 kilometer, seperduapuluh jarak sekarang (385.000 km).

Seandainya manusia sudah hidup pada masa itu, hari-hari yang dijalankan terasa lebih cepat. Hitungan kalender pun bakal berbeda. Bagaimana tidak, jika dalam sebulan waktu edar mengelilingi bumi hanya 20 hari, bukan 29-30 hari seperti sekarang. Rotasi bumi ketika itu pun berlangsung lebih cepat, hanya 18 jam sehari.

Jutaan tahun dari sekarang, seiring dengan menjauhnya bulan, hari-hari di bumi pun akan semakin lama, hingga mencapai 40 hari dalam sebulan. Hari pun bisa berlangsung semakin lama, hingga 30 jam. Lantas, mengapa ini bisa terjadi?

Takaho Miura dari Universitas Hirosaki, Jepang, dalam jurnal Astronomy & Astrophysics mengemukakan, jika bumi dan bulan, termasuk matahari, saling mendorong dirinya. Salah satunya, ini dipicu interaksi gaya pasang surut air laut.

Gaya pasang surut yang diakibatkan bulan terhadap lautan di bumi ternyata berangsur-angsur memindahkan gaya rotasi bumi ke gaya pergerakan orbit bulan. Akibatnya, tiap tahun orbit bulan menjauh. Sebaliknya, rotasi bumi melambat 0,000017 detik per tahun.

Stabilitas iklim


Fakta menjauhnya orbit bulan ini menjadi ancaman tidak hanya populasi manusia, tetapi juga kehidupan makhluk hidup di bumi. Pergerakan bulan, seperti diungkapkan Dr Jacques Laskar, astronom dari Paris Observatory, berperan penting menjaga stabilitas iklim dan suhu di bumi.

”Bulan adalah regulator iklim bumi. Gaya gravitasinya menjaga bumi tetap berevolusi mengelilingi matahari dengan sumbu rotasi 23 derajat. Jika gaya ini tidak ada, suhu dan iklim bumi akan kacau balau. Gurun Sahara bisa jadi lautan es, sementara Antartika menjadi gurun pasir,” ucapnya kepada Science Channel.

Sejumlah penelitian menyebutkan, pergerakan bulan juga berpengaruh terhadap aktivitas makhluk hidup. Terumbu karang, misalnya, biasa berkembang biak, mengeluarkan spora, ketika air pasang yang disebabkan bulan purnama tiba.

Bulan penuh juga dipercaya meningkatkan perilaku agresif manusia. Di Los Angeles, AS, kepolisian wilayah setempat biasanya akan lebih waspada terhadap peningkatan aktivitas kriminal saat purnama.

Menjauhnya bulan dari bumi diyakini ahli geologis juga berpengaruh terhadap aktivitas lempeng bumi. Beberapa ahli telah lama menghubungkan kejadian sejumlah gempa dengan aktivitas bulan. ”Kekuatan yang sama yang menyebabkan laut pasang ikut memicu terangkatnya kerak bumi,” ucap Geoff Chester, astronom yang bekerja di Pusat Pengamatan Angkatan Laut AS, seperti dikutip dari National Geographic.

Beberapa kejadian gempa besar di Tanah Air yang pernah tercatat diketahui juga terkait dengan pergerakan bulan. Gempa-tsunami Nanggroe Aceh Darussalam (2004), Nabire (2004), Simeuleu (2005), dan Nias (2005) terjadi saat purnama. Gempa Mentawai (2005) dan Yogyakarta (2005) terjadi pada saat bulan baru dan posisi bulan di selatan.

Misi terbaru NASA


Kini, bulan sebagai tetangga terdekat bumi kembali menjadi perhatian riset astronomi di dunia. Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) pada Jumat (19/6) meluncurkan wahana LCRoS (Lunar Crater Observation and Sensing Satellite) di Cape Canaveral, AS. Wahana ini adalah bagian dari misi Lunar Reconnaissance Orbiter (LRO), yaitu persiapan program mengembalikan astronot ke bulan tahun 2020 setelah terakhir dilakukan pada 1969-1972 (Reuters, 18/6).

Sasaran utama misi LCRoS untuk memastikan ada tidaknya air beku yang dipercaya berada di kawasan kawah gelap dekat kutub bulan. Dibantu dengan LRO yang memetakan permukaan di bulan secara detail, kedua misi baru ini mengisyaratkan hal besar: menancapkan tonggak baru soal kemungkinan membangun koloni di luar bumi!

Namun, dengan penuh kerendahan hati, Craig Tooley, LRO Project Manager, mengatakan, ”Pengetahuan kita tentang bulan secara keseluruhan saat ini masih minim. Kita punya peta lebih baik tentang Mars, tetapi tidak untuk bulan kita sendiri.”

Source: http://sains.kompas.com/read/2009/06/22/05384639/bulan.ternyata.makin.menjauh...

Tuesday, December 28, 2010

Alasan Mengapa Peluncuran Pesawat Luar Angkasa Selalu Dilakukan di Florida

Enam puluh tahun yang lalu, Florida's "Space Coast" memulai peluncuran roket yang disebut Bumper 8 pada tanggal 24 Juli 1960, dari apa yang kemudian disebut Long Range Proving Ground Base di Cape Canaveral.

Cape Canaveral adalah pintu Amerika untuk menuju ke alam semesta, tapi itu bukan tempat pertama dari roket yang diluncurkan di Amerika Serikat.

Setelah Perang Dunia II, ketika teknologi roket militer dalam masa perkembangan, roket diluncurkan dari fasilitas test White Sands di New Mexico.

http://www.aerospaceguide.net/worldspace/space_shuttle_launch.jpg

"Panjang total jangkauan di White Sands sekitar 100 mil," kata Stan Starr, Kepala Cabang Fisika Terapan di Kennedy Space Center. "Segala sesuatu yang mereka diluncurkan harus pergi lurus ke atas, dan sedikit ke utara sehingga radar dan stasiun telemetri akan bisa melihat roket untuk melacak mereka."

[caption id="" align="alignnone" width="685" caption="Fasilitas peluncuran pesawat Ruang Angkasa milik NASA"][/caption]

Tetapi untuk mencapai jarak yang jauh dan ada beberapa program militer yang pada saat itu sama persis, tujuan jangka panjang dan kemampuan untuk melacak roket di seluruh rentang, kata Starr. Haruskah sesuatu yang salah , insinyur roket juga ingin memastikan bahwa roket akan mendarat dengan baik, terutama di lautan.

"Di Cape Canaveral kita memiliki keuntungan besar," kata Starr atas lokasi lain. Itu dipilih karena dua alasan: fakta bahwa secara relatif dekat dengan garis katulistiwa dibandingkan dengan lokasi lain di AS, dan fakta bahwa berada di Pantai Timur.

Lokasi di Pantai Timur dipilih karena setiap roket yang meninggalkan permukaan Bumi dan perjalanan ke timur mendapat dorongan dari putaran bumi. Sebuah lokasi di Pantai Barat akan mengirim roket ke wilayah penduduk atau harus berhadapan dengan peluncuran melawan arah putaran.

"Setiap objek di permukaan Bumi akan bergerak ke timur dengan sangat cepat," kata Starr.
Dan, tingkat perputaran berada pada tingkat tertinggi di khatulistiwa dan paling lambat di kutub, jadi lokasi yang di selatan Cape Canaveral juga memberinya dorongan, kata Starr. Cape Canaveral adalah sekitar 28 derajat lintang di atas khatulistiwa.

The Bumper roket yang diuji pada tahun 1950 adalah tahap pertama dua-roket untuk dikembangkan, kata Starr. Dua tahap roket melibatkan satu roket yang meluncurkan dari tanah, dan kedua yang meluncurkan roket dari yang pertama dalam penerbangan, selama perpisahan.

Ada total delapan Bumper roket, dan enam pertama diluncurkan dari White Sands. Tapi Bumper ke 5 melambung ke ketinggian 244 mil, yang lebih tinggi dari Stasiun Luar Angkasa Internasional diorbit bumi hari ini, dan meningkatnya kebutuhan untuk melakukan berbagai peluncuran yang lebih besar, kata Starr.

Fasilitas Angkatan Udara di Cape Canaveral dinamakan Patrick Air Force Base pada Aug.1 1950.

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Kennedy Space Center"][/caption]

Saat ini, Base berdekatan dengan Kennedy Space Center, dan pada tahun-tahun sejak roket Bumper, Cape Canaveral adalah tempat meluncurkan lebih dari 3.000 roket.

Planet Venus Ternyata Lebih Panas Dari yang Diperkirakan

Venus, planet yang punya banyak kemiripan dengan bumi, di mana temperatur permukaannya berada di sekitar 480 derajat celsius,  tampaknya lebih mengerikan dibanding yang diketahui sebelumnya.

Dari pengamatan terbaru yang dilakukan satelit ruang angkasa European, terhadap planet itu, terungkap bahwa Venus dipenuhi oleh gunung berapi aktif.

Ketika penyelidikan Magellan yang dilakukan NASA terhadap permukaan Venus dilakukan pada awal 1990 lalu, ilmuwan memetakan Venus secara detail dan mengetahui bahwa permukaan planet itu rata, namun kaya akan apa yang terlihat seperti gunung berapi yang sedang tidur.

[caption id="" align="alignright" width="300" caption="Rekonstruksi permukaan Venus berdasarkan data dari Magellan (nasa.gov)"][/caption]

Mengetahui hal itu, peneliti membuat dua teori untuk menjelaskan mengapa planet itu memiliki permukaan yang rata. Pertama, Venus pernah mengalami banjir aliran lava di seluruh kawasan planet sekitar 500 juta tahun lalu dan kemudian mengalami koma secara geologi. Teori kedua, planet itu tetap terjaga dan lava terus disemburkan secara terus menerus.

Seperti dikutip dari Space, 27 Desember 2010, dari data inframerah yang dikumpulkan Venus Express, satelit pemantau yang mengorbit di planet itu, hasil pemantauan cenderung mendukung teori kedua.

“Aliran lava pada bagian tertentu planet Venus yang berasal dari sejumlah gunung berapi tampak tidak terpengaruh cuaca. Artinya, aliran lava itu tidak lebih dari 2,5 juta tahun usianya,” kata Suzanne Smrekar, peneliti dari Jet Propulsion Laboratory.

Beberapa dari gunung-gunung berapi itu, kata Smrekar, kemungkinan saat ini masih tetap meletus. “Jadi, secara geologis, planet itu sama sekali tidak mati. Ia aktif dan siap untuk berdentum,” ucapnya.

Source: http://teknologi.vivanews.com/news/read/196035-venus--lebih-berapi-dibanding-perkiraan


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto