Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, September 2, 2014

Seperti Apa Bau Tanah di Bulan ?

Buzz Aldrin saat turun dari modul Eagle. Image credit: NASA
Pertanyaan:
Seperti apa sih bau debu / tanah di Bulan itu?

Jawaban:
Saat Neil Armstrong dan Buzz Aldrin selesai berjalan di Bulan, mereka kembali masuk ke dalam modul Eagle. Saat mereka melepaskan spacesuite (pakaian khusus luar angkasa untuk berjalan di bulan) mereka menemui banyak debu yang melekat di pakaian dan helm. Karena di dalam modul Eagle tersedia oksigen, mereka menghirup oksigen untuk bernafas dan bersamaan dengan itu mereka merasakan adanya bau tajam yang menyengat. Ternyata bau tajam itu berasal dari debu Bulan yang melekat di baju dan helm yang tadi mereka pakai. Kedua astronot yang juga merupakan anggota militer, merasa tidak asing dengan bau seperti itu. Menurut mereka bau debu Bulan itu mirip seperti bau bubuk mesiu. Setelah dibandingkan, debu bulan dan bubuk mesiu ternyata memiliki senyawa yang sama sekali berbeda. Tapi penyebab mengapa bau keduanya sangat mirip hingga kini belum diketahui. (AMP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Sunday, August 31, 2014

Wahana New Horizon Memasuki Fase Hibernasi Tahap Akhir Menuju Pluto

Ruang kontrol wahana New Horizons di Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory. Tampak Alice Bowman (inset) selaku mission operations manager sedang mengamati telemetri komunikasi antara wahana New Horizon dengan DSN (Deep Space Network). Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: jhuapl
Wahana New Horizons dalam waktu sekira 10 bulan lagi akan tiba di orbit Pluto. Saat ini tim pengontrol wahana New Horizons yang berada di Johns Hopkins University Applied Physics Laboratory, di Maryland sedang memprogram wahana New Horizons untuk memasuki masa hibernasi untuk menghemat daya. Penghematan daya khususnya listrik diperlukan oleh New Horizons agar nantinya cukup ketika digunakan untuk penelitian Pluto beserta bulannya sesampainya di orbit planet kerdil itu. Saat ini wahana tersebut berada pada jarak 2,75 miliar kilometer dari Bumi sehingga untuk mengirim sinyal perintah dari Bumi ke New Horizons butuh waktu 4 jam untuk diterima.

"Ini adalah masa hibernasi akhir dalam perjalanan menuju Pluto," ucap Alan Stern selaku Principal Investigator dari Southwest Research Institute. Nantinya New Horizons akan dibangunkan kembali pada bulan Desember untuk mulai mengaktifkan beberapa instrumennya untuk proses kalibrasi.

Menurut Chris Hersman, proses kalibrasi diperlukan untuk memastikan semua instrumen dan peralatan pada New Horizons berada dalam keadaan baik dan normal sehingga kelak dapat menjalankan misi dengan lancar. Sejauh ini wahana New Horizons dalam keadaan baik dan normal untuk memulai misi pertama pada awal tahun 2015.

Sebelum memasuki fase hibernasi, antena utama New Horizons di arahkan menuju posisi Bumi yang nantinya menjadi titik temu saat wahana tersebut bangun dari tidurnya. Hal ini memungkinkan tim untuk mengetahui kondisi New Horizons sesaat setelah fase hibernasi berakhir tanpa harus menyalakan roket pendorong (thruster) untuk penyesuaian posisi, sehingga bisa menghemat bahan bakar. Setelah bangun, tim akan me-refresh processor pada sistem komputer New Horizons, menguji sensor Matahari yang digunakan New Horizons untuk mengetahui posisinya di luar angkasa, meng-upload software versi terbaru yang lebih handal dan mampu melindungi data yang didapat New Horizons selama menjalankan misinya. Tim juga memeriksa kondisi sistem cadangan beserta dengan 7 (tujuh) instrumen ilmiah untuk dikalibrasi. Salah satu instrumen bernama LORRI (Long Range Reconnaissance Imager) pada bulan Juli lalu digunakan untuk mengambil foto Pluto bersama bulannya Charon. Hasil foto masih tampak buram karena jaraknya yang masih sangat jauh dari kedua obyek tersebut.

Rencananya tanggal 7 Desember nanti, fase hibernasi New Horizons akan berakhir untuk kemudian akan terus aktif selama 2 (dua) tahun untuk melakukan serangkaian misi yang sudah dijadwalkan oleh tim. Tidak sabar rasanya untuk melihat wujud Pluto dari dekat :-). (JHP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, August 30, 2014

Robot Curiosity Temukan Obyek Mirip Tulang Kaki Manusia di Mars

Obyek mirip tulang paha kaki manusia (dilingkari kuning) yang sebenarnya adalah batu biasa yang terkikis oleh proses erosi. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA, JPL
Belum lama ini ramai diperbincangkan di dunia maya bahwa robot penjelajah Mars, Curiosity, menemukan tulang paha (femur) di salah satu lokasi di Mars. Banyak yang berspekulasi bahwa apa yang ditemukan Curiosity itu memang tulang paha asli sisa penghuni Mars dulu.

Tak berselang lama, pihak NASA mengkonfirmasi bahwa apa yang ditemukan Curiosity itu bukanlah tulang seperti yang banyak diberitakan. Obyek mirip tulang itu sebenarnya adalah sebuah batu yang berbentuk unik mirip tulang paha kaki manusia yang terbentuk sebagai hasil dari erosi. Erosi yang terjadi bisa disebabkan oleh air atau pun angin. Lebih lanjut NASA mengatakan bahwa fenomena yang terjadi saat ini adalah pareidolia yakni sebuah fenomena pada otak manusia yang seolah-olah melihat sesuatu seperti hewan, wajah, atau bentuk lain yang pada kenyataannya tidak seperti itu. (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wednesday, August 13, 2014

Planet Mirip Bumi Banyak Ditemukan di Sekitar Bintang Katai Merah

Ilustrasi planet mirip Bumi mengorbit bintang katai merah. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: D. Aguilar/Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics
Bintang Red dwarf atau katai / kerdil merah merupakan bintang yang paling umum yang dijumpai di alam semesta (sekira 70 % dari jumlah bintang di alam semesta) dan hampir setiap bintang jenis ini mempunyai planet yang terletak pada zona goldilock yakni zona atau wilayah dimana suatu kehidupan dapat tercipta. Oleh sebab itu banyak sekali kemungkinan di alam semesta ini dimana kehidupan lain bisa ditemukan.

Bintang katai merah biasanya 50 kali lebih redup dari Matahari kita tapi ukurannya 10-20 persen lebih besar. Dan berdasarkan banyak penemuan yang didapat oleh teleksop pemburu planet, teleskop Kepler, diperoleh fakta bahwa setengah dari bintang katai merah memiliki planet berbatu yang massanya sampai empat kali massa Bumi dan diantaranya berada pada zona layak huni.

Simulasi komputer yang dilakukan oleh astrofisikawan Brad Hansen dari University of California di Los Angeles mengungkapkan bahwa bintang katai merah dengan massa setengah dari Matahari kita dengan piringan proto planet yang membentang dari 0,5 AU sampai 1 AU (1 AU adalah jarak Matahari dengan Bumi= 150 juta KM) dan berisi debu dan gas yang jumlahnya enam kali massa Bumi. Setelah disimulasikan 10 juta tahun, Hansen mendapati bahwa ternyata zona layak huninya berada lebih dekat dari jarak Matahari ke Merkurius yakni sekira 0,1-0,2 AU saja. Zona layak huni ini cukup hangat untuk sebuah planet mampu mempertahankan air dalam wujud cair serta mendukung kehidupan di permukaannya. Kebanyakan planet layak huni yang mengorbit bintang katai merah berada pada jarak 0,23-0,44 AU

Oleh sebab itu menurut Hansen sangat mungkin bagi kita untuk menemukan setidaknya satu planet yang benar-benar layak untuk dihuni. Bahkan lebih lanjut ia mengatakan bahwa planet layak huni yang mengorbit bintang katai merah bisa mengandung air 25 kali lebih banyak daripada Bumi. (PHS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Roda Robot Curiosity Rusak Parah di Mars

Tampak robekan besar pada roda Curiosity. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA, JPL
Sebaik apa pun barang buatan manusia, sulit untuk menghadapi kekuatan medan dan alam. Setidaknya itu yang dialami oleh robot penjelajah Mars NASA, Curiosity. Curiosity dikabarkan mengalami kerusakan di beberapa rodanya yang cukup parah sehingga dirasakan bisa cukup mengganggu kelancaran pergerakannya. kerusakan terjadi akibat medan berbatu Mars yang sangat ekstrem. Batu-batu di sana begitu tajam dan keras sehingga merusak kulit dari roda Curiosity.

Kulit roda Curiosity tampak robek akibat tertusuk batu yang mana robekan itu juga semakin melebar dan bukan tidak mungkin kulit roda itu akan terlepas. Ilmuwan NASA memperkirakan bahwa efek dari batu-batu tajam itu tidak seekstrem itu. Tapi ternyata dugaan itu salah dan saat ini tampaknya keadaaan roda begitu mengkhawatirkan.

Hal ini tentunya menjadi masukkan berharga bagi ilmuwan NASA untuk bagaimana mendesain roda rover yang lebih baik pada robot Mars generasi berikutnya yang direncanakan akan diluncurkan pada tahun 2020.

Jika di Mars ada bengkel, mungkin Curiosity sudah harus ganti roda :-). (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, August 9, 2014

RTG, Baterai yang Mampu Hidupkan Wahana NASA Hingga Puluhan Tahun

Perakitan wahana New Horizon di clean room. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Tulisan ini dibuat karena banyak pembaca yang penasaran seperti apa baterai / power supply (sumber daya) yang digunakan oleh pesawat, satelit, dan wahana NASA sehingga bisa terus beroperasi di luar angkasa dalam waktu hingga puluhan tahun lamanya tanpa harus isi ulang. Apakah baterai yang digunakan oleh NASA pada wahana-wahana tersebut?

Umumnya NASA menggunakan dua sumber energi untuk mendukung misi dari wahana yang diluncurkannya. Sumber energi diperlukan untuk menghidupkan berbagai instrumen dan sistem elektronik dari wahana itu sendiri. Pertama adalah Solar Array (Panel Surya) dan RTG (Radioisotope Thermoelectric Generators). Seperti yang diketahui bersama bahwa panel surya mendapatkan sumber energi dari sinar Matahari untuk kemudian dirubah menjadi listrik dan disimpan ke dalam baterai. Dan khusus kali ini yang akan kita bahas secara lebih detail adalah RTG.

RTG dirancang, dibuat, dan dikembangkan oleh Departemen Energi Amerika untuk digunakan sebagai sumber energi jangka panjang pada wahana-wahana luar angkasa. RTG yang disebut juga sebagai baterai luar angkasa (space batteries) atau baterai Nuklir (nuclear batteries) bisa membuat instrumen dan perangkat elektronik wahana luar angkasa beroperasi selama belasan bahkan puluhan tahun tanpa harus diisi ulang.

RTG secara umum terdiri dari dua unsur utama yaitu sumber panas (bahan bakar) yang terdiri dari Plutonium-238 dioksida dan Termoelektrik / termokopel yang berfungsi untuk merubah panas yang dihasilkan oleh Plutonium-238 dioksida menjadi energi listrik. Konversi panas menjadi listrik bukanlah hal yang baru melainkan sudah ditemukan 150 tahun lalu oleh ilmuwan Jerman Thomas Johann Seebeck.

Biasanya sebuah RTG terdiri dari 72 pelet bahan seperti keramik yang terdapat Plutonium-238 dioksida di dalamnya. Berat total pelet tersebut bisa mencapai 11 kg.
Bagian-bagian RTG yang digunakan pada wahana Cassini. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Pelet Plutonium-238 dioksida. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: wikipedia
Selain karena bisa menghasilkan listrik dalam jangka waktu sangat lama, RTG juga aman untuk digunakan. Pelet dilindungi oleh beberapa lapisan luar dengan tujuan untuk meminimalkan efek dari hal-hal yang bisa membahayakan seperti kondisi lingkungan, musibah, dan sebagainya. Plutoniumnya juga dikemas dalam bahan keramik dalam bentuk dioksida sehingga aman karena tidak larut dalam air dan kimia reaktif. Jika keluar dari kemasan, Plutonium akan sangat lambat untuk masuk ke dalam rantai makanan manusia. Biasanya pelet hancur dalam bentuk bongkahan dan bukan debu sehingga lebih aman. Selain itu pelet Plutonium dlindungi oleh lapisan Iridium sehingga mampu menahan suhu yang sangat tinggi.

RTG dengan 11 kg pelet Plutonium-238 dioksida akan mampu menghasilkan listrik sebesar 250 Watt pada saat awal beroperasi. Setiap 4 tahun performanya turun sekitar 5 persen sehingga dalam waktu 10 tahun akan menghasilkan listrik sebesar 200 Watt.

Penggunaan RTG sudah sejak lama diterapkan oleh NASA beberapa diantaranya digunakan pada misi dan wahana yang fenomenal seperti Apollo, Viking, Cassini, Galileo, New Horizon, Curiosity, Voyager, dan sebagainya. Berikut ini foto beberapa RTG yang digunakan oleh NASA pada beberapa wahananya:
RTG pada wahana Pioneer 10. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
RTG pada wahana Ulysses. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
RTG pada wahana Voyager. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
RTG pada wahana Curiosity. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
RTG pada wahana Viking. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
RTG pada wahana Apollo. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
RTG pada wahana New Horizon. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
RTG PAda wahana Cassini. Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
(NS, WKP, OST, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, August 8, 2014

Seberapa Besar Gaya Gravitasi di Pluto ?

Ilustrasi permukaan Pluto. Image credit: gordon88
Pertanyaan:Seberapa besar gaya gravitasi yang dimiliki Pluto?

Jawaban:
Gaya gravitasi Pluto sekitar 1/12 dari gaya gravitasi Bumi. Jadi misalnya ada benda berukuran 45 kg di Bumi, maka di Pluto hanya jadi 3,6 kg saja.

(Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Berapa Jam Satu Hari di Pluto ?

Ilustrasi permukaan Pluto. Image credit: sott
Pertanyaan:
Berapa jam sih lama satu hari satu malam di Pluto itu ?

Jawaban:
Pluto berotasi lebih lambat dari Bumi sehingga berpengaruh pada jumlah jam dalam satu hari. Satu hari satu malam di Pluto lebih lama 6,4 kali dari Bumi yakni sekitar 153,3 jam.
(Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto