Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Monday, April 29, 2013

Bintang Betelguese, Bintang Raksasa Merah Terdekat dengan Bumi

Bintang Betelguese. Image credit:ESA/Herschel/PACS/L
Bintang Betelgeuse (Alpha Orionis) merupakan sebuah bintang raksasa merah yang berada di konstelasi Orion. Bintang tersebut merupakan bintang raksasa yang jaraknya paling dekat dengan Bumi yakni sekitar 640 tahun cahaya. Bintang ini berukuran 1000 kali lebih besar dan 100.000 kali lebih terang dari Matahari kita. Jika diibaratkan Matahari kita adalah Betelguese, maka permukaannya akan mencapai orbit di sabuk asteroid antara Mars dan Jupiter. Saking besarnya, kita bisa melihatnya di langit pada malam hari dengan mata telanjang. Bintang ini diklasifikasikan sebagai red supergiant dengan tipe M2lab yang merupakan klasifikasi bintang terbesar dan tingkat kecerahan cahaya yang tinggi.

Bintang ini sudah dikenal sejak jaman Ptolemy dan konon kabarnya tiga abad sebelum Ptolemy, bintang ini sudah dikenal oleh astronom China dan mereka melihat bintang tersebut berwarna kuning.

Bintang Betelgeuse termasuk bintang tua yang sudah mendekati masa akhir dari hidupnya. Tubuh yang semakin membesar dan suhu yang semakin menurun merupakan sebuah tanda sebuah bintang akan menuju kematian, termasuk Betelgeuse.

Tingkat kecerahan dan temperatur bintang. Image credit: ESO
Dalam foto bintang Betelguese terbaru yang didapat dari teleskop Herschel diperoleh gambar bahwa angin debu dari bintang tersebut bergerak menghantam ruang bintang lain di dekatnya sehingga membuatnya tampak seperti busur gelombang kejut yang bergerak dengan kecepatan 30 km per detik. Angin yang juga terdiri dari debu tersebut merupakan bukti bahwa massa dari bintang Betelguese yang semakin berkurang. Debu tersebut awalnya berasal dari tubuh bintang itu sendiri.

Lapisan dalam dari bintang Betelguese memperlihatkan struktur menonjol yang tidak simetris yang secara teknis mengeluarkan/ memancarkan serpihan debu bintang. Selain itu juga terdapat struktur lain yang linier yang letaknya lebih jauh di luar busur angin debu bintang yang menurut para astronom struktur tersebut merupakan hasil dari materi bintang Betelgeuse yang keluar saat bintang tersebut mengalami evolusi. Namun berdasarkan analisis terbaru menunjukkan bahwa struktur itu berhubungan dengan medan magnet galaksi atau juga tepi dari awan antarbintang yang ada di sekitar bintang Betelguese yang tersinari oleh cahaya bintang tersebut.

Jika ternyata struktur linier yang simetris itu merupakan obyek yang terpisah dari busur angin debu Betelgeuse, maka diperkirakan kedua struktur/ filamen tersebut akan bertabrakan sekitar 5000 tahun mendatang disusul oleh bintang Betelguese itu sendiri pada 12.500 tahun kemudian.

Kelak jika bintang Betelguese harus mengakhiri hidupnya dengan supernova, maka akan menjadi sesuatu yang indah jika dilihat dari Bumi. Bintang tersebut akan dapat dilihat pada siang bolong di langit selama berbulan-bulan. Namun diperkirakan hal itu baru akan terjadi jutaan tahun ke depan.(PS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Sunday, April 28, 2013

Tragedi Tunguska, Alien Pernah Selamatkan Bumi dari Kehancuran ?

Sampel kayu pohon yang tumbang akibat ledakan meteorit di Tunguska, Rusia. Image credit: gehkados
Seorang ilmuwan Rusia mengatakan bahwa Alien berusaha melindungi Bumi pada peristiwa jatuhnya meteorit raksasa di Tunguska, Rusia 101 tahun yang lalu. Ilmuwan bernama Yuri Lavbin tersebut mengungkapkan bahwa ia berhasil menemukan kristal kuarsa di lokasi ledakan meteorit. Ia menemukan 10 buah kristal yang berlubang dan diyakini bahwa lubang tersebut merupakan lubang yang berfungsi untuk menyatukan kristal-kristal tersebut ke dalam rantai. Uniknya beberapa kristal diantaranya memiliki gambar dengan corak yang aneh. "Kami tidak memiliki teknologi yang dapat mencetak gambar semacam ini pada kristal," ungkap Lavbin. Selain kristal kuarsa, kami juga menemukan zat besi silikat yang tidak ada di Bumi. Besi silikat tersebut hanya ada di luar angkasa.
Kristal Kuarsa yang ditemukan oleh Yuri Lavbin. Image credit: Mina
Ledakan besar di Tunguska terjadi pada 30 Juni 1908 dan sumber ledakannya sebenarnya masih menjadi bahan perdebatan hingga saat ini. Ledakan yang konon hampir setara dengan ledakan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki Jepang tersebut meluluh lantakkan daerah seluas 2.150 kilometer persegi dan merubuhkan lebih kurang 60 juta pohon. Argumen yang paling kuat menyebutkan bahwa ledakan tersebut disebabkan oleh jatuhnya meteorit raksasa berukuran beberapa puluh meter besarnya. Anehnya tidak ada kawah maupun serpihan meteorit yang ditemukan. Ilmuwan mengatakan bahwa meteorit tersebut meledak sebelum menyentuh tanah sekitar 5-10 km dan gelombang kejutnya menghancurkan daerah di sekitarnya.
Ledakan tersebut mengakibatkan puluhan ribu pohon hancur dan bertumbangan. Image credit: xquastdaily
Penemuan kristal kuarsa dalam sebuah ekspedisi pada tahun 2004 tersebut menurut Lavbin merupakan hal yang sangat luar biasa. Dan kabarnya batu kristal seberat 50 kg tersebut kini dibawa ke kota Krasnoyarsk untuk dipelajari dan dianalisis. Namun hingga saat ini belum ada publikasi tentang hasil dari analisis tersebut.

Berita lain mengatakan bahwa ledakan besar tersebut disebabkan oleh ledakan pesawat luar angkasa alien untuk melindungi Bumi dari ancaman. Hal itu diungkapkan oleh Insinyur asal Uni Soviet, Alexander Kazantsev pada tahun 1946. Lebih jelas ia mengatakan bahwa sebuah pesawat alien bertenaga nuklir sedang mencari air tawar di danau Tunguska namun kemudian meledak. Kemungkinan Kazantsev terinspirasi dari kunjungannya ke Hiroshima pda akhir tahun 1945.

Kembali ke kristal kuarsa tadi. Menurut Lavbin bila 10 batu kristal tadi disatukan maka akan membentuk sebuah peta yang menurutnya peta tersebut merupakan sistem navigasi dari sebuah pesawat luar angkasa. Hal yang mendukung teori Lavbin adalah ada gambar sosok alien pada batu tersebut. Adalah aneh jika ada foto seseorang pada batu tersebut, ungkap Lavbin

Satu hal yang masih menjadi misteri yaitu hasil analisi dari batu kristal tersebut yang hingga saat ini belum dipublikasikan...hemm kita tunggu saja. (UT, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Saturday, April 27, 2013

Galaksi Ini Mampu Membentuk Bintang Ratusan Kali Lebih Cepat dari Bima Sakti

Galaksi SDSS J1506 +54. Image credit: NASA
Astronom baru-baru ini berhasil menemukan sebuah galaksi yang mengubah gas yang ada disekitarnya menjadi bintang-bintang. Uniknya galaksi ini membakar gas tersebut dengan tingkat efisiensi pembakaran mencapai 100 persen. Astronom menemukan galaksi tersebut setelah melakukan pengamatan melalui IRAM Plateau de Bure interferometer di pegunungan Alpen Prancis, NASA's Wide-field Infrared Survey Explorer (WISE) dan teleskop Hubble NASA.

"Galaksi tersebut membakar gas mirip seperti mesin mobil bertenaga gas dan galaksi itu memiliki "mesin" gas yang sangat efisien" ungkap Jim Geach dari McGill University sebagai penulis utama dari penelitian ini di jurnal astrofisika. "Galaksi ini mirip sebuah mobil sport, bedanya galaksi ini merubah gas menjadi bintang pada tingkatan perubahan yang paling efisien," tambahnya lagi.

Galaksi yang bernama SDSS J1506 +54 itu ditemukan ketika astronom sedang melihat data survei infrared yang dihasilkan oleh WISE dan galaksi tersebut memiliki sinar inframerah yang begitu jelas yang setara dengan seribu miliar kali Matahari kita. "Karena WISE mampu mengamati seluruh bagian langit, maka galaksi ini terlihat sangat jelas dari objek yang lain," ucap Ned Wright dari UCLA selaku peneliti utama dari WISE.

"Galaksi ini membentuk bintang-bintangnya ratusan kali lebih cepat dari galaksi Bima Sakti kita dan ini merupakan proses pembentukan bintang yang paling ekstrim," ungkap Jim Geach. Astronom dengan menggunakan instrumen Iram Plateau de ure interferometer mengukur jumlah gas yang ada pada galaksi tersebut. Hasilnya dideteksi adanya sinar gelombang dari karbon monoksida sebagai indikator dari adanya gas hidrogen yang merupakan bahan bakar bintang.

Dari data tersebut kemudian astronom menggabungkannnya dengan data WISE dan Iram (untuk mengukur massa gas) dan para astronom berhasil mendapatkan ukuran efisiensi pembentukan bintang. Hasilnya menunjukkan bahwa afisiensinya mencapai batas maksimum teoritis yang dikenal dengan sebutan batas Eddington. Tepat didaerah pembentukan bintang baru, awan gas di dekatnya kemudian runtuh karena gravitasinya.

Saat gas memadat dan memiliki kekuatan untuk menekan atom  untuk memicu reaksi fusi nuklir, maka bintang baru akan lahir dan pada saat yang sama angin dan radiasi dari bintang-bintang baru tersebut dapat mencegah pembentukan bintang baru lainnya dengan menekan gas yang ada di sekitarnya untuk mencegah keruntuhan awan dan gas yang lebih besar.

Batas Eddington merupakan batas titik dimana gaya gravitasi menarik gas secara bersamaan yang besarnya seimbang dengan tekanan yang keluar dari bintang. Apabila melebihi batas Eddington tersebut maka wan gas akan meledak dan proses pembentukan bintang akan terhenti. "Kami melihat gas mengalir keluar dari galaksi ini jutaan mil perjam dan kemungkinan gas ini terdorong oleh radiasi yang kuat dari bintang-bintang yang ada di sana," ungkap Ryan Hickox, astrofisikawan dari Dortmouth College, Hanover.

Hal yang menyebabkan galaksi SDSS J1506 +54 menjadi sangat luar biasa adalah kemampuannya menghasilkan bintang yang sangat cepat dan periode evolusi galaksi yang juga sangat singkat yag kemungkinan galaksi tersbuet merupakan penggabungan dari dua galaksi yang berbeda. Diperkirakan beberapa puluh juta tahun lagi galaksi tersbeut akan kehabisan gas dan akan berubah menjadi galaksi elips yang besar. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Friday, April 26, 2013

Foto Gerhana Bulan Sebagian 26 April 2013 dari Berbagai Negara

Gerhana Bulan sebagian yang terjadi pada 26 April 2013 berhasil diabadikan beberapa astrofotografer dari berbagai negara. Gerhana Bulan yang terjadi kali ini hanya sedikit saja bayangan yang terjadi (sekitar 1,47 % dari bayangan Bumi). Namun gerhana Bulan tersebut tetap dapat disaksikan di daerah Eropa Timur, Afrika, Timur Tengah, Timur Asia Tenggara, dan Australia bagian barat. Berikut ini foto-foto gerhana Bulan sebagian tersebut:

Gerhana Bulan sebagian terlihat di Inggris. Image credit: Sculptor Lil
Gerhana Bulan sebagian terlihat di Israel. Image credit: Gadi Eidelheit
Foto gerhana Bulan terlihat di Inggris: Image credit: Andrei Juravle
Foto gerhana Bulan sebagian yang terlihat di Jerman. Dalam Foto tersebut terlihat juga planet Saturnus berupa titik kecil pada bagian kiri atas foto. Image credit: Daniel Fischer

Jejak Air Misterius di Atmosfer Jupiter Berasal dari Tumbukan Komet

Jejak air di atmosfer Jupiter pada tahun 1994. Image credit: ESA
Adanya jejak air misterius di atmosfer Jupiter yang tertangkap kamera satelit pada tahun 1994 dyakini disebabkan oleh tabrakan komet. Sebelumnya selama lebih kurang 15 tahun para astronom memperdebatkan fenomena apakah sebenarnya yang terjadi di atmosfer Jupiter tersebut??

Awalnya mereka berpendapat bahwa kemungkinan jejak air berupa titik hitam tersebut merupakan jejak air yang menguap naik dari tempat bertekanan rendah di Jupiter. Namun ilmuwan lain berpendapat bahwa tidak mungkin hal itu terjadi sebab mereka yakin bahwa uap air tidak bisa melewati lapisan dingin yang memisahkan stratosfer dengan lapisan awan paling bawah. Penemuan terbaru dengan menggunakan teleskop Herschel mendapatkan petunjuk bahwa sebagian air di Jupiter terkonsentrasi di bagian selatan planet tersebut.

Titik hitam yang berada di atas atmosfer tersebut diperkirakan terjadi sebagai akibat dari tabrakan komet Shoemaker-Levy 9 yang menabrak permukaan planet tersebut pada Juli 1994. Peristiwa tersebut merupakan salah satu peristiwa paling spektakuler yang dicatat dalam sejarah astronomi. Jejak hitam yang ditinggalkan komet tersebut mampu bertahan selama berminggu-minggu di atas atmosfer. "Menurut kami sebanyak 95 persen air di lapisan stratosfer disebabkan oleh dampak komet", ucap Thibault Cavalie dari Bordeaux Astrophysics Laboratory, Prancis. Selain itu 5 persennya lagi bisa disebabkan oleh uap air yang berasal dari es di salah satu bulan / satelit Jupiter, namun hal tersebut dapat dikesampingkan, tambahnya seperti dalam siaran pers yang dikeluarkan oleh ESA. Hal tersebutlah yang juga menimpa Bumi yaitu ditabrak oleh komet dan Bumi menjadi memiliki air yang melimpah. Studi tentang hal ini diterbitkan dalam jurnal Astronomi dan Astrofisika Eropa. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Satelit Pluto P4 dan P5 Diberi Nama Vulcan dan Kerberos

Image credit: NASA, ESA, and M. Showalter (SETI Institute)
Bulan atau satelit kerdil yang sebelumnya telah ditemukan yaitu P4 dan P5 kini secara resmi berganti nama menjadi Vulcan dan Cerberus/ Kerberos. Hal ini secara resmi disampaikan oleh pemimpin tim yang melakukan penelitian terhadap Pluto, Mark Showalter dari SETI kepada kantor berita NBC News.

Nama Vulcan sendiri merupakan nama yang dulu sebenarnya pernah diusulkan untuk disematkan pada planet mini yang terletak diantara Matahari dan Merkurius yang kemungkinan asalnya diambil dari nama planet dalam film Star Trek dan kabarnya aktor senior Star Trek, William Shatner setuju dengan penggunaan nama itu. Sedangkan Cerberus sendiri merupakan nama dari sebuah asteroid oleh karena itu agar tidak terjadi penyalah artian, ejaan untuk Bulan Pluto P5 menjadi Kerberos dan P4 tetap bernama Vulcan.

Vulcan ditemukan pada tahun 2011 dan memiliki keliling 8-21 mil (13-34 km) sedangkan Kerberos ditemukan pada tahun 2012 kemarin dan memiliki ukuran sedikit lebih kecil dari Vulcan yaitu 6-15 mil (10-25 km). (SP, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Wednesday, April 24, 2013

Perbedaan Foto RAW, Natural dan White Balanced yang Dikeluarkan NASA

Klik gambar untuk memperbesar. Image credit: NASA
Foto di atas merupakan foto yang sama namun dengan 3 versi yang berbeda dari pemandangan di sekitar gunung Aeolis Mons/ Mount Sharp di Mars. Foto tersebut diambil dengan menggunakan kamera Mast Cam yang berada pada Curiosity. Foto paling kiri merupakan foto Raw yakni foto mentah yang diterima NASA dari Curiosity secara langsung dan belum mengalami proses editing dan kalibrasi. Foto di tengah merupakan foto Natural yakni foto Curiosity yang sudah diproses dengan komputer untuk menggambarkan warna natural yaitu warna yang diprediksi akan sama jika kita melihatnya dengan mata kepala secara langsung di Mars. Foto sebelah kanan merupakan foto hasil proses white balancing untuk menunjukkan bagaiamana Mars jika menerima jumlah cahaya yang sama dengan Bumi. Foto di atas diambil Curiosity pada 23 Agustus 2012. (NS, Adi Saputro/ www.astronomi.us)

Peneliti Universitas Washington Temukan Planet Mirip Bumi Terkecil di Sistem Kepler

Perbandingan ukuran planet-planet di sistem Kepler 62 dengan bintangnya. Image credit: Eric Agol, University of Washington. 
Penelitian yang dilakukan oleh universitas Washington yang didanai oleh National Science Foundation (NSF) berhasil menemukan planet kerdil mirip Bumi yang mengorbit sebuah bintang yang berada pada zona layak huni. Eric Agol selaku profesor di universitas Washington telah mengidentifikasi planet Kepler 62F, planet kecil berbatu yang kemungkinan besar mengorbit bintang mirip Matahari kita di konstelasi Lyra. Besar planet ini sekitar 1,4 kali ukuran Bumi dan menerima panas Matahari selama 267 hari (hari di Bumi). Atas penemuannya tersebut Profesor Agol mendapatkan penghargaan dari NSF.

Planet yang ditemukan tadi merupakan satu dari dua Super Earth yang ditemukan di zona layak huni Kepler 62 dan hal ini menunjukkan bahwa pada jarak yang tepat dari bintang, memungkinkan adanya air berwujud cair dipermukaan planet tersebut.

Walaupun berada pada zona layak huni, tampaknya planet Kepler 62 tersebut masih terlalu panas untuk dapat dihuni makhluk hidup di Bumi. Berada di dekat planet Kepler 62 adalah planet Kepler 62E yang besarnya 1,6 kali ukuran Bumi yang mengorbit bintangnya dalam waktu 122,4 hari. (SD, Adi Saputro/ www.astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto