Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Wednesday, April 11, 2012

Terungkap Penyebab Bentuk Lapetus Menyerupai Kenari Raksasa

Bulan Saturnus, Lapetus, yang menyerupai Kenari raksasa. Image credit: upi.com
Bulan Saturnus, Lapetus, memiliki fitur yang sangat menonjol. Bulan ini memiliki bentuk menyerupai kenari raksasa. Kini, para ilmuwan mengaku berhasil memecahkan misteri itu. Ingin tahu?

Para astronom Amerika Serikat (AS) mengatakan, bentuk aneh ini merupakan sisa-sisa dari bulan kuno. Rangkaian pegunungan mengelilingi Lapetus. Hal ini tak ada yang menyerupai di tata surya.

Pegunungan setinggi 19 km dan lebar 194 km ini membentuk Lapetus hingga menyerupai kenari.

“Dinding es setebal 20km ini menjadi dalang yang membuatnya berbentuk seperti ini,” kata ilmuwan planet Andrew Dombard dari University of Illinois seperti dikutip UPI.

Saat masih ada sub-satelit, gravitasi Lapteus menariknya dan membuat punggung bulan ini hancur dan berbentuk kenari. Pembentukan ini nampaknya butuh waktu singkat, tentunya dalam ‘singkat’ kosmik atau dalam skala abad dalam ukuran manusia, tutupnya. (inilah.com, astronomi.us)

Ilmuwan: Mars Bisa Ditempati Manusia

Mars. Image credit: Corbis
Hipotesa bahwa Planet Mars bisa jadi tempat tinggal manusia, makin mendekati kebenaran. Badan Antariksa Eropa atau European Space Agency (ESA) menyatakan kondisi planet merah itu cocok untuk mendukung kehidupan terutama fakta bahwa Mars memiliki kandungan air.

Mineral silikat terhidrasi ditemukan oleh dua satelit, Mars Express milik ESA dan Mars Reconnaissance milik badan antariksa AS, NASA yang mengorbit di dataran rendah sebelah utara Mars.

Ditemukan indikasi, bahwa air pernah mengalir di sana. Menurut peneliti utama Mars dari Universitas Paris, Jean-Pierre Bibring, permukaan Mars dialiri air sekitar empat miliar tahun lalu dan hanya berlangsung beberapa ratus tahun.

"Penelitian menunjukkan pernah ada air di Mars, tapi bukan dalam bentuk laut besar," kata Bibring, seperti dimuat laman News.com.au.

Bukti menunjukkan, kerak Mars, tambah dia, terhidrasi dengan cara yang sama, baik di utara dan selatan.

Temuan terbaru ini bertentangan dengan hasil penelitian tim Amerika yang diterbitkan 13 Juni lalu di Jurnal Nature Geoscience yang mengatakan, samudera meliputi sepertiga permukaan Mars, sekitar 3,5 miliar tahun lalu.

"Saat itu, Mars sudah kehilangan atmosfernya. Oleh karenanya, air tidak lagi stabil dalam keadaan cair di permukaan," kata Bibring.

"Aliran air yang besar masih dapat mengalir, namun, kurangnya air di permukaan berarti tidak ada potensi pembentukan permukaan laut."

Ditambahkan Bibring, tekanan dan temperatur saat itu tidak memberi peluang air dalam kondisi stabil keadaan cair di permukaan. "Sebagian air menguap, sementara lainnya masuk ke dalam tanah."

Air, kata Bibring bisa tetap di permukaan selama beberapa hari, atau minggu. Tapi tidak jutaan tahun kemudian.

Seperti dimuat laman Space.com, para peneliti menemukan air mengalir di permukaan Mars beberapa ratus juta tahun yang lalu saat cahaya matahari mencairkan lapisan es di sana.

Bukti soal itu berada di belasan saluran lelehan gletser di Mars para ilmuwan mengaku terkejut, karena keberadaan air di Mars bisa dibilang 'baru saja' daripada yang diperkirakan sebelumnya.

"Kami berpikir Mars adalah planet yang dingin dan benar-benar kering. Fakta ini akan mengubah cara kita melihat Mars," kata ahli geologi planet Universitas Brown, Caleb Fassett. (vivanews.com, astronomi.us)

Terungkap, Beberapa Ilusi Penampakan Objek di Planet Mars

Penampakan gajah di permukaan Mars.
Image credit: NASA/JPL/University of Arizona
Planet Mars kembali menawarkan ilusi yang memikat mata manusia. Instrumen High Resolution Imaging Science Experiment (HiRISE) yang ada di pesawat luar angkasa Mars Reconnaissance Orbiter milik Badan Antariksa Ameriksa Serikat (NASA) menangkap penampakan gajah di permukaan "planet merah".

Terlihat jelas dahi, mata, juga belalai gajah. Tapi, tentu saja tak ada hewan yang hidup di sana. Seperti dimuat situs sains, SPACE.com, penampakan tersebut terjadi akibat banjir lava yang mengering di permukaan Mars.

"Ini adalah contoh terbaik dari fenomena 'pareidolia', di mana kita melihat sesuatu penampakan, misalnya binatang, yang sesungguhnya tak ada," kata ahli geologi planet dari University of Arizona, Alfred McEwen dalam situs HiRISE.

Seperti nampak di foto, ilusi "gajah Mars" terjadi di kawasan yang disebut Elysium Planitia, di mana banjir lava termuda terjadi di planet tetangga Bumi itu. Namun, para ilmuwan belum bisa memastikan, apakah aliran lava di Mars mengendap dengan cepat atau membutuhkan waktu lebih lama, seperti halnya di Bumi, di mana lava membutuhkan waktu tahunan, bahkan sampai puluhan tahun untuk mengendap.

"Itu mungkin yang terjadi pada lava di Mars," kata McEwen. Aliran lava bisa bergerak perlahan, tetapi sebaliknya, ada bukti yang menyatakan lava ini dapat mengalir dengan cepat.

Pesawat Mars Reconnaissance Orbiter yang bertugas mengelilingi Planet Merah sejak 2006, diluncurkan dari Bumi pada 2005.

Seperti disebutkan sebelumnya, gajah bukan fenomena 'pareidolia' pertama. Juni 2011 lalu, Google Mars, menemukan "wajah Mahatma Gandhi" di Mars.

Penampakan itu ditemukan pengguna Google Mars asal Italia, Matteo Ianneo. Dalam beberapa hari setelah penemuan, para penikmat astronomi ramai berspekulasi bahwa struktur tersebut merupakan struktur yang dibuat dengan tangan dan dibangun oleh makhluk purba planet itu. Namun, spekulasi itu terbukti salah. Mengenai hal itu bisa dilihat di sini.

Wajah di Permukaan Mars

Penampakan wajah di permukaan Mars. Image credit: space.com
Sebuah foto Planet Mars yang diambil satelit Viking 1 milik Amerika Serikat pada 25 Juli 1976, memicu ribuan teori konspirasi.

Foto itu mengejutkan, karena menampakkan sebuah tonjolan mirip wajah manusia di permukaan planet merah lengkap dengan bentuk mata, hidung, dan mulut.

Pasca penemuan itu, spekulasi berkembang. Banyak yang menganggap struktur wajah manusia itu adalah buatan mahluk cerdas penghuni Mars di masa lalu bukti keberadaan 'alien Mars'.

Padahal, Badan Antariksa AS, NASA telah menjelaskan fenomena tersebut, pada 31 Juli 1976.

Dijelaskan NASA dalam rilisnya, 'wajah Mars' itu adalah mesa -- formasi batu curam dengan puncak yang relatif rata.

Mesa 'Wajah Mars' berada di wilayah Cydonia. "Ini adalah salah satu foto yang diambil di lintang utara Mars oleh Viking."

"Gambar ini menunjukkan mesa yang tererosi yang bentuknya menyerupai kepala manusia -- menunjukkan ilusi seperti mata, hidung dan mulut," demikian isi rilis NASA ke media saat itu.

Dijelaskan Mars, foto tersebut diambil pada 25 Juli 1976 dalam kisaran jarak 1.873 kilometer.

Namun, penjelasan itu tak mempan. Para penganut teori konspirasi berkeras, 'wajah' itu adalah artefak peradaban manusia kuno di Planet Mars.

Mereka bahkan menuduh NASA sengaja menutup-nutupi adanya kehidupan lain di luar Bumi.

Bahkan ketika satelit NASA kembali mengambil foto obyek yang sama pada 1990-an dan 2001 yang menunjukkan bahwa 'wajah itu hanya sebuah bukit terjal.

Foto terbaru yang dirilis Jumat 30 Juli 2010, makin memperkuat bantahan spekulasi tersebut.

Foto hasil bidikan kamera canggih milik Badan Antariksa AS, NASA, HiRISE menunjukkan wajah manusia di Mars adalah bukit batu besar di tengah gurun pasir.

Gambar yang dihasilkan HiRISE adalah foto terdekat dari obyek fenomenal itu. HiRISE mengambil gambar tersebut dari satelit Reconnaissance yang mengorbit 300 kilometer di atas Mars jauh lebih dekat dari posisi tahun 1976, 1.873 kilometer.

Mata Banteng

Penampakan mata Banteng di planet Mars, yang sebenarnya adalah kawah. Image credit: NASA/JPL/University of Arizona
Sebuah penampakan 'mata banteng' di Planet Mars dikirim ke Bumi dari kamera berteknologi tinggi milik Badan Antariksa AS, NASA yang mengorbit di planet merah itu.

Foto kawah yang tak biasa ini diambil oleh kamera High Resolution Imaging Science Experiment (HiRISE) yang dipasang pada satelit Mars Reconnaissance Orbiter.

Foto ini dirilis NASA baru-baru ini. Meski sebenarnya Mars Reconnaissance Orbiter memotret kawah unik itu pada 9 Juli 2010 lalu. Lokasinya di 46,6 derajat lintang dan 194,9 derajat Bujur Timur pada permukaan Mars.

Kini tugas para ilmuwan untuk mengungkap apa sebenarnya yang menyebabkan adanya tonjolan di pusat kawah Mars.

Apakah itu merupakan produk lapisan bawah permukaan Mars atau tercipta akibat dampak tubrukan.

"Tubrukan di lapisan Mars bisa diakibatkan material kuat atau lemah, misalnya kaya es dengan tidak non-kaya-es, menghasilkan terasering seperti yang terlihat antara lubang bagian dalam dan bagian luar," tulis Sarah Milkovich, anggota tim sains HiRISE di University of Arizona, seperti dimuat Space.

Sebelumnya, para ilmuwan telah memeriksa kawah bertingkat untuk memperkirakan ketebalan lava yang mengalir di Bulan dan di beberapa tempat lain.

"Sublimasi yang merata dan erosi periglacial bahan es yang kaya terbuka di bagian dalam kawah dapat menjelaskan mengapa tonjolan itu relatif sedikit melenceng, tidak tepat di tengah, dari teras dan tepi kawah yang lebih besar," tulis Milkovich.

Tonjolan di tengah kawah 'mata banteng' juga bisa dijelaskan dengan teori bahwa itu adalah dampak tubrukan. (vivanews.com, astronomi.us)

Tuesday, April 10, 2012

Astronom Temukan Objek dengan Cincin Seperti Saturnus

Ilustrasi struktur cincin yang ditemukan di sekeliling sebuah objek yang berjarak 420 juta tahun cahaya dari Bumi. Image credit: University of Rochester
Benda angkasa menakjubkan ditemukan lima tahun lalu. Benda itu memiliki cincin sehingga menyerupai planet Saturnus. Ini adalah benda serupa Saturnus pertama di luar Tata Surya.

Penemuan dipresentasikan di ajang American Astronomical Society ke 219 yang berlangsung Rabu (11/1/2012). Ilmuwan menemukannya lewat pengamatan kedipan cahaya bintang yang diakibatkan oleh adanya benda di sekitarnya.

Pengamatan dilakukan dalam proyek SuperWASP (Wide Angle Search for Planets) and All Sky Automated Survey (ASAS). Peneliti mengamati bintang-bintang serupa Matahari di wilayah antara rasi Scorpius-Centaurus.

Penemuan bermula ketika astronom mengetahui adanya bintang bernama 1SWASP J140747.93-394542.6. Bintang itu berusia 1/300 usia Matahari dan berada di jarak 420 tahun cahaya dari Bumi.

Bintang itu terlihat aneh. Ilmuwan menemukan bahwa pada awal tahun 2007, bintang itu mengalami gerhana selama periode 54 hari. Menurut para astronom, ini menunjukkan adanya benda yang mengelilingi bintang itu.

Biasanya, jika ada sebuah objek bulat sederhana seperti planet tanpa cincin, cahaya bintang akan meredup dan terang lagi dalam satu periode singkat. Tapi, ilmuwan menemukan bahwa cahaya bintang meredup dan terang lagi beberapa kali.

Berdasarkan hasil penemuan itu, ilmuwan mengungkapkan bahwa objek yang mengelilingi 1SWASP J140747.93-394542.6 adalah objek yang memiliki struktur cincin.

Eric Mamajek, astronom yang terlibat penelitian, mengatakan bahwa sampai saat ini ada satu struktur cincin tebal dan tiga struktur cincin tipis yang ditemukan. Secara berurutan, masing - masing bernama Rochester, Sutherland, Campanas and Tololo.

Pertanyaannya sekarang, apa benda langit bercincin serupa Saturnus yang ditemukan? Apakah bintang juga, planet atau benda langit lainnya? Belum ada jawaban pasti hingga kini.

Jika benda itu bermassa kurang dari 13 kali Jupiter, maka mungkin benda itu adalah planet serupa Saturnus. Sementara jika massanya 13-75 kali Jupiter, maka benda itu mungkin adalah bintang katai coklat. Dan, jika massanya jauh lebih besar, maka mungkin akan terjadi reaksi inti membentuk bintang.

Ada dugaan pula bahwa ada benda langit di antara struktur cincin. Jika benda inti yang dikelilingi cincin adalah planet, mungkin saja benda yang ada di antara struktur cincin adalah Bulan. Jika benda inti adalah bintang, maka bisa jadi benda yang ada di antara struktur cincin adalah bayi-bayi planet.

"Kita bisa mengimajinasikan struktur cincin di sekeliling bintang seperti yang dilihat di Saturnus. Bagian dalam tata Surya kita mungkin pernah memiliki struktur cincin ini di masa lalu, dalam usia sepuluh miliar tahun pertama," papar Mamajek.

Hasil penemuan Mamajek dan rekannya akan dipublikasikan di Astronomical Journal. Penemuan ini bisa memicu penelitian selanjutnya tentang pembentukan bulan-bulan planet gas raksasa.(kompas.com, astronomi.us)

Astronom Temukan Tata Surya Tertua di Alam Semesta

Ilsutrasi tata surya tertua dengan bintang induk bernama HIP 11952 atau "Sannatana" dan dua planet gas raksasa. Image credit: Timotheos Samartzidis
Johny Setiawan, astronom Indonesia, beserta astronom Eropa berhasil menemukan tata surya tertua. Dunia baru tersebut terdiri atas satu bintang yang dikelilingi oleh dua planet.

Tata surya tersebut dikatakan tertua karena berumur 12,8 miliar tahun, hanya 900 juta tahun lebih muda dari semesta yang tercipta lewat Big Bang pada 13,7 miliar tahun lalu.

Bintang induk pada tata surya tersebut diberi nama HIP 11952 sesuai penamaan obyek dari katalog Hipparcos. Sementara kedua planet yang mengorbit bintang tersebut diberi nama HIP 11952 b dan HIP 11952 c.

HIP 11952 juga dijuluki "Sannatana". Dalam bahasa Sansekerta, kata tersebut berarti abadi atau purba, sesuai dengan keunikan tata surya baru ini.

Sistem keplanetan yang baru saja ditemukan ini diperkirakan terbentuk saat galaksi Bimasakti masih bayi atau bahkan belum terbentuk. Jarak tata surya ini bahkan tak jauh, hanya 375 tahun cahaya dari Bumi.

"Ini sama perumpamaannya dengan menemukan benda arkeologi di pekarangan rumah sendiri," ungkap Johny lewat e-mail yang diterima Kompas.com, Jumat (23/3/2012) lalu.

Dua planet yang mengitari HIP 11952 ditemukan dengan metode kecepatan radial. Teknik ini didasarkan pada observasi gerakan bintang induk akibat planet-planet yang mengelilinginya.

Penelitian dilakukan pada tahun 2009-2011 menggunakan spektrometer FEROS (Fibre-fed Extended Range Optical Range Spectograph) pada teleskop 2,2 meter di Observatorium La Silla, Cile.

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa dua planet di tata surya baru ini ialah planet gas raksasa berukuran 0,8 dan 2,9 kali Jupiter. Masing-masing berevolusi dengan periode 7 dan 290 hari.

Anomali

Tata surya baru ini bisa dikatakan anomali. Pasalnya, bintang induk pada sistem keplanetan ini miskin logam, diperkirakan hanya 1 persen dari kandungan logam Matahari.

Teori saat ini menyatakan bahwa bintang-bintang dengan kandungan logam tinggi cenderung memiliki peluang lebih besar untuk memiliki planet, dan sebaliknya.

Sejauh ini, HIP 11952b dan HIP 11952c adalah temuan planet kedua yang mengelilingi bintang miskin logam. Tahun 2010, ditemukan planet yang mengelilingi HIP 13044 yang juga miskin logam.

Berdasarkan hasil penelitian, Johny mengatakan, "Kedua planet yang mengitari HIP 11952 membuktikan bahwa planet-planet ternyata memang dapat terbentuk di sekitar bintang yang kandungan logamnya sedikit."

Tak cuma itu, Johny yang bertahun-tahun bekerja di Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman, mengatakan bahwa planet di sekelilling bintang melarat logam mungkin umum.

Observasi pada bintang-bintang tua masih diperlukan untuk mengonfirmasi hal tersebut. Tim peneliti masih akan terus mencari jawabannya.

Secara lebih luas, secara teoritis diketahui bahwa lingkungan awal semesta hanya terdiri atas hidrogen dan helium. Unsur-unsur logam yang lebih berat terbentuk lewat proses lebih lanjut seperti supernova.

Penelitian ini menunjukkan bahwa manusia bisa berharap adanya planet-planet purba yang terbentuk pada awal semesta, walau kondisinya dipandang kurang memungkinkan.

Hasil penelitian Johny dipublikasikan di jurnal Astronomy and Astrophysics yang terbit minggu ini. Johny kini mengabdi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin. (kompas.com, astronomi.us)

Astronom Temukan Kembaran Tata Surya

Ilustrasi "kembaran" Tata Surya dengan bintang induk HD 10180. Image credit: ESO
Sistem dengan bintang induk HD 10180 menghebohkan dunia astronomi pada tahun 2010. Selain tata surya, sistem keplanetan itu menjadi yang terbesar karena memiliki tujuh planet.

Kini, sistem keplanetan berjarak 127 tahun cahaya itu kembali menjadi perhatian. Jumlah planet yang mengorbit HD 10180 ternyata bukan hanya tujuh, melainkan sembilan.

Miko Tuomi dari University of Hertfordshire adalah astronom di balik penemuan ini. Ia memublikasikan hasil risetnya di jurnal Astronomy and Astrophysics, Jumat (6/4/2012).

Tuomi menganalisis data hasil observasi instrumen High Accuracy Radial Velocity Planet Searcher pada teleskop 3,6 meter di Observatorium La Silla, Cile.

Sebelumnya, pengamatan di European Southern Observatory menemukan enam planet ekstrasurya serta satu planet yang masih perlu dikonfirmasi keberadaannya.

Lima planet merupakan planet serupa Neptunus dengan massa 12-25 kali massa Bumi. Sementara satu lagi adalah planet serupa Saturnus bermassa 65 kali Bumi dengan waktu revolusi 2200 hari.

Selain meyakinkan adanya enam planet, penelitian Tuomi juga membuktikan adanya planet ketujuh yang bermassa 1,4 massa Bumi dan menemukan dua planet tambahan.

Dua planet tambahan diketahui merupakan planet Bumi Super. Ukuran dua planet tersebut masing-masing 1,9 kali massa Bumi dan 5,1 kali massa Bumi.

Planet ketujuh mengorbit HD 10180 dalam waktu hanya 1,2 hari Bumi. Dua planet tambahan yang ditemukan mengorbit dalam waktu 10 dan 68 hari Bumi.

Dengan waktu orbit yang begitu singkat, dua planet tambahan yang ditemukan berjarak sangat dekat dengan bintangnya. Kondisinya sangat panas sehingga air dan kehidupan sulit untuk didapati.

Dengan jumlah sembilan planet, sistem keplanetan dengan bintang induk HD 10180 bisa disebut "kembaran" tata surya. Jumlah planet sama dengan jumlah planet di tata surya ditambah Pluto.

Sistem keplanetan HD 10180 juga memiliki kesamaan lain dengan tata surya. Bintang HD 10180 sendiri merupakan bintang katai kuning, memiliki massa sebanding dengan Matahari. (kompas.com, astronomi.us)

Sunday, April 8, 2012

Ditemukan Piringan Bintang Biru Mengelilingi Lubang Hitam Raksasa

Astronom menggunakan Teleskop Luar Angkasa Hubble NASA/ESA telah mengidentifikasi sumber sinar biru misterius mengelilingi sebuah lubang hitam yang superpadat di Galaksi Andromeda tetangga kita (M31). Walaupun cahaya ini telah membingungkan astronom lebih dari satu dekade, penemuan yang baru bahkan membuat cerita ini lebih misterius. Image credit: erabaru.net
Astronom menggunakan Teleskop Luar Angkasa Hubble NASA/ESA telah mengidentifikasi sumber sinar biru misterius mengelilingi sebuah lubang hitam yang superpadat di Galaxy Andromeda tetangga kita (M31). Walaupun cahaya ini telah membingungkan astronom lebih dari satu dekade, penemuan yang baru bahkan membuat cerita ini lebih misterius. Sinar biru ini datang dari sebuah piringan bintang baru yang panas, yang mengitari lubang hitam dengan cara yang sama seperti planet dalam tata surya kita mengitari Matahari.

Astronom kebingungan bagaimana sebuah bintang berbentuk pancake bisa mengorbit begitu dekat pada sebuah lubang hitam raksasa? Di dalam lingkungan yang berlawanan seperti ini, tenaga pasang dari lubang hitam seharusnya menceraiberaikan materi, membuat gas dan debu sulit hancur dan membentuk bintang. Dari pengamatan, para astronom mengatakan, mungkin dapat memberikan petunjuk-petunjuk terhadap aktivitas di dalam inti dari galaksi yang lebih jauh.

Dengan ditemukannya piringan bintang, para astronom juga telah mengumpulkan apa yang mereka nyatakan sebagai bukti kuat dari keberadaan / eksistensi lubang hitam raksasa. Bukti tersebut membuat para astronom melahirkan teori alternatif mengenai massa hitam di dalam inti Galaksi Andromeda, yang mana sudah lama diduga sebagai lubang hitam oleh para ilmuwan.

“Melihat bintang-bintang ini bagaikan sedang menonton seorang pesulap mengeluarkan seekor kelinci dari topi. Anda tahu kejadiannya tetapi anda tidak tahu bagaimana terjadinya,” menurut Tod Lauer dari Observatorium Astronomi Optikal Nasional di Tucson, Arizona. Ia bersama tim astronom, dipimpin oleh Ralf Bender dari Institut Max Planck divisi Fisika Ekstraterestrial di Garching, Jerman dan John Kormendy dari Universitas Texas di Austin, melakukan pengamatan melalui Hubble. Hasil penelitian tim akan dipublikasikan pada 20 September 2005 pada Astrophysical Journal.

Astronom Ivan King dari Universitas Washington bersama koleganya pertama kali menemukan sinar biru aneh pada 1995 dengan Teleskop Ruang Angkasa Hubble. Ia berpikir bahwa sinar itu mungkin berasal dari bintang biru tunggal yang terang atau mungkin berasal dari sebuah proses energi tertentu. Tiga tahun kemudian, Lauer dan Sandra Faber dari Universitas California di Santa Cruz, menggunakan Hubble lagi untuk mempelajari sinar biru tersebut. Pengamatan mereka menunjukkan bahwa sinar biru itu merupakan sekumpulan bintang-bintang biru.

Sekarang, observasi spektroskopic baru oleh Spektrograp Pencitraan Teleskop Ruang Angkasa Hubble (Hubble’s Space Telescope Imaging Spectrograph – STIS) mengungkapkan bahwa sinar biru tersebut mengandung lebih dari 400 bintang yang membentuk aktivitas ledakan kira-kira 200 juta tahun yang lalu. Bintang-bintang itu memadati didalam sebuah piringan yang hanya melewati satu tahun cahaya. Piringan itu bersarang didalam sebuah cincin berbentuk bulat panjang, lebih tua, lebih dingin, bintang-bintang yang lebih merah, yang terlihat sebelumnya didalam pengamatan Hubble. Para astronom juga menggunakan STIS untuk mengukur kecepatan bintang-bintang itu. Mereka mendapatkan kecepatan bintang dengan menghitung berapa besar gelombang cahaya mereka direntang dan dikompres saat melalui sekitar lubang hitam. Dibawah gaya gravitasi lubang hitam, bintang-bintang bergerak dengan sangat cepat: 3,6 juta kilometer per jam (1.000 kilometer per detik). Mereka bergerak sangat cepat yang membutuhkan 40 detik untuk mengelilingi Bumi dan enam menit mencapai Bulan. Bintang-bintang tercepat menyelesaikan orbitnya dalam 100 tahun. Inti aktif Andromeda mungkin membuat piringan-piringan bintang yang sama pada masa lalu dan mungkin terus membuatnya.

“Bintang-bintang biru di dalam piringan itu hidupnya sangat pendek, tidak seperti sejarah Andromeda yang berusia 12 miliar tahun yang mana piringan berumur pendek seperti ini akan muncul sekarang,” menurut Lauer. “Itulah sebabnya mengapa kami mengira bahwa mekanisme yang membentuk piringan bintang-bintang ini mungkin membentuk piringan bintang lain di masa lalu dan akan memicu lagi hal yang sama di masa yang akan datang. Namun kami masih tidak tahu, bagaimana pada awal mulanya sebuah piringan dapat terbentuk. Ini masih merupakan teka-teki.”

Para astronom memuji supervisi Hubble dalam menemukan piringan itu. “Hanya Hubble yang memiliki resolusi sinar biru untuk mengamati piringan ini,” menurut anggota tim Richard Green dari Observatorium Astronomi Optikal Nasional di Tucson. “Sangat kecil dan sangat jelas dari sekeliling bintang-bintang merah yang dapat kami gunakan untuk menyelidiki ke dalam jantung yang sangat dinamik dari Andromeda. Observasi ini dilakukan oleh anggota dari tim kami yang membuat STIS. Kami merancangnya dengan saluran yang dapat tampak, khususnya untuk menangkap kejadian-kejadian seperti ini – untuk mengukur cahaya bintang yang dekat dengan sebuah lubang hitam daripada semua galaksi lain yang berada di luar galaksi kita.”

Bukti Padat untuk Lubang Hitam Raksasa disamping penemuan piringan dari bintang-bintang, para astronom menggunakan cara penglihatan yang aneh ini pada Andromeda untuk membuktikan yang sudah jelas yakni galaksi sebagai tuan rumah di pusat lubang hitam. Pada 1988, pada studi independen, John Kormendy dan tim dari Alan Dressler dan Douglas Richstone menemukan pusat sebuah benda hitam pada Andromeda yang mereka yakini adalah sebuah lubang hitam super raksasa. Ini adalah kasus pertama bagi apa yang sekarang deteksi 40 lubang hitam, kebanyakan dari mereka diamati dengan Hubble. Observasi-observasi itu, bagaimanapun juga, pasti tidak mengabaikan lainnya, sangat aneh, dan sepertinya tidak jauh, alternatif. “Ini mendorong untuk mempercayai bahwa lubang hitam super raksasa ini, “ kata Kormendy. “Tetapi pernyataan ekstrim membutuhkan bukti yang sangat sangat kuat. Kami yakin bahwa inilah lubang hitam-lubang hitam itu dan bukan kumpulan hitam dari bintang-bintang mati.”

Observasi STIS Andromeda sangat akurat sehingga para astronom menghilangkan semua kemungkinan lain mengenai apa itu yang disebut pusat benda hitam. Mereka juga menilai bahwa massa lubang hitam adalah 140 juta Matahari, dimana tiga kali lebih besar dari yang diperkirakan semula.

Sejauh ini, kelompok hitam pasti telah dikesampingkan didalam hanya dua galaksi, NGC 4258 dan galaksi kita, Bima sakti. “Dua galaksi ini memberi kita bukti yang sangat jelas bahwa lubang hitam benar-benar ada,” Kormendy menambahkan. “Tetapi keduanya merupakan kasus yang khusus – NGC 4258 mengandung sebuah piringan massa air yang kami amati dengan teleskop radio, dan pusat galaktik kita sangat dekat sehingga kami dapat mengikuti orbit bintang individu. Andromeda adalah galaksi pertama yang dapat kami kesampingkan dari semua kemungkinan aneh sampai lubang hitam dengan menggunakan Hubble dan menggunakan teknik yang sama seperti pada waktu kami menemukan sebagian besar lubang hitam super raksasa.”

“Mempelajari lubang hitam selalu merupakan misi utama dari Hubble,” kata Kormendy. “Memaku lubang hitam di Andromeda adalah tanpa keraguan, adalah bagian penting dari legendanya. Ini membuat kami sangat yakin bahwa pusat benda hitam lainnya yang terdeteksi ada di dalam galaksi-galaksi adalah juga lubang hitam.”

“Sekarang kami telah membuktikan bahwa lubang hitam merupakan pusat dari piringan bintang-bintang biru, formasi bintang-bintang ini menjadi sulit dipahami,” Bender menambahkan. “Gas yang berasal dari bintang-bintang mestinya berputar sekeliling lubang hitang dengan sangat cepat – dan yang dekat dengan lubang hitam lebih cepat berputarnya dibandingkan dengan yang terletak jauh – formasi bintang-bintang itu terlihat hampir mustahil. Tetapi bintang-bintang itu nyata ada di sana.”

Lubang hitam inti aktif dari sebuah galaksi dan piringan bintang bukan hanya bagian dari arsitektur dari inti Andromeda. Tim yang dipimpin oleh Lauer dan Faber menggunakan Hubble pada 1993 menemukan bahwa galaksi muncul memiliki dua kumpulan bintang pada pusatnya. Penemuan ini mengejutkan, karena dua kumpulan harus bergabung menjadi satu hanya dalam beberapa ratus ribu tahun saja. Scott Tremaine dari Universtias Princeton memecahkan masalah ini dengan memperkirakan bahwa “nuklir ganda” sebetulnya adalah sebuah cincin lama, bintang merah. Cincin itu terlihat seperti dua kumpulan bintang karena para astronom hanya melihat bintang pada unjung berlawanan dari cincin itu. Cincin ini kira-kira lima tahun cahaya dari lubang hitam dan dikelilingi piringan bintang biru. Piringan dan cincin ini miring pada sudut yang sama jika dilihat dari Bumi, perkiraannya bahwa mereka mempunyai hubungan.

Walaupun astronom terkejut menemukan piringan bintang biru berputar di sekitar lubang hitam super raksasa, mereka juga mengatakan arsitektur yang membingungkan itu mungkin bukan hal yang luar biasa.

“Inti yang dinamis pada galaksi yang bertetangga ini mungkin hal yang biasa daripada yang kita kira,” Lauer menjelaskan. “Bima Sakti kita jelas memiliki bintang-bintang yang lebih muda dekat pada lubang hitamnya sendiri. Kelihatannya tidak seperti dua galaksi besar yang sangat dekat harus mempunyai aktivitas aneh ini. Maka itu, sifat ini bukan merupakan pengecualian tetapi merupakan aturan. Dan kita telah menemukan galaksi-galaksi lain yang memiliki nukleus ganda.”

[catatan redaksi:lubang hitam dikenal dalam dunia astronomi akan menyerap semua materi yang berada di sekitarnya, bahkan cahaya sekalipun tidak dapat meloloskan diri]

Saturday, April 7, 2012

Keajaiban Siklus Matahari

Matahari dalam perjalanan evolusinya sebagai sebuah bintang menunjukkan sifat-sifat dinamis, baik di lapisan luar (fotosfer, kromosfer, korona) maupun lapisan dalam. Salah satu keajaiban perilaku evolusi matahari adalah fenomena siklus aktivitas 11 tahun.

Siklus merupakan perulangan peristiwa yang biasa terjadi di alam. Siang berganti malam, akibat rotasi bumi pada porosnya. Musim silih berganti akibat kemiringan poros rotasi bumi terhadap bidang orbitnya mengitari matahari (ekuator bumi membentuk sudut 23,5 derajat terhadap bidang ekliptika). Dan matahari ternyata juga memiliki siklus aktivitas.

Berbagai perioda siklus matahari telah diidentifikasi, baik dalam jangka puluhan maupun ratusan tahun. Salah satu yang mudah diamati adalah siklus aktivitas 11 tahun. Fenomena ini bahkan sudah diketahui oleh para pengamat matahari sejak abad ke-17, mengingat metoda yang digunakan sangatlah sederhana, yaitu menghitung jumlah bintik secara rutin setiap hari.

Adalah seorang Galileo Galilei yang membuat terobosan besar dalam sejarah pengamatan astronomi. Setelah merampungkan teleskop buatan sendiri tahun 1610, salah satu benda langit yang menjadi sasaran adalah matahari. Ia takjub lantaran permukaan matahari dihiasi bintik-bintik hitam secara acak dan berkelompok. Bila diamati dari hari ke hari ternyata jumlah bintik dalam suatu kelompok berubah, demikian pula jumlah kelompok bintik secara keseluruhan.

Sayangnya, Galileo tidak melakukan observasi setiap hari dalam kurun waktu panjang. Karena itu ia bukanlah penemu salah satu misteri akbar yang menjadi bagian dari evolusi Matahari, yaitu pemunculan bintik mengikuti suatu pola tertentu atau siklus. Entah secara kebetulan, dalam kurun waktu tahun 1645 - 1715, pemunculan bintik sangat sedikit. Rentang waktu matahari dalam kondisi 'tidak aktif' ini disebut sebagai Mauder Minimum. Hal ini pula yang mungkin menyebabkan fenomena siklus aktivitas matahari tidak diketahui sebelum tahun 1715.

Satu hal yang menarik, aktivitas matahari minimum itu ternyata menyebabkan suhu seluruh muka bumi sangat dingin sepanjang tahun. Sungai di kawasan lintang rendah yang biasanya tidak membeku pun jadi beku, dan salju menutupi di berbagai belahan dunia. Tak berlebihan bila masa itu disebut Little Ice Age. Ada bukti-bukti abad es ini pernah terjadi jauh di masa lampau. Akankah bumi mengalami abad es kembali di masa yang akan datang? Pemahaman perilaku siklus matahari diharapkan dapat menjawab teka-teki ini.

Siklus Matahari

Pengamatan matahari secara sistematis mulai dilakukan di Observatorium Zurich tahun 1749, atau lebih dari seabad setelah pengamatan Galileo. Selama berpuluh-puluh tahun observatorium ini menjadi pelopor dalam pengamatan Matahari. Dari ketekunan dan jerih payah selama puluhan tahun ini, akhirnya terungkap pemunculan bintik mengikuti suatu siklus dengan perioda sekira 11 tahun.

Meski fenomena itu sudah diketahui ratusan tahun silam, perilaku atau sifat-sifat siklus aktivitas matahari 11 tahun masih merupakan topik penelitian yang relevan dilakukan oleh para peneliti pada saat ini. Entah dalam upaya untuk memahami fisika matahari maupun mengaji pengaruhnya bagi lingkungan tata surya. Khususnya, pengaruh aktivitas itu terhadap lingkungan bumi, yang lebih pupuler dengan sebutan cuaca antariksa (space weather).

Satu abad kemudian, yaitu tahun 1849, observatorium lainnya (Royal Greenwich Observatory, Inggris) memulai pengamatan Matahari secara rutin. Dengan demikian, data dari kedua observatorium tersebut saling melengkapi. Ada kalanya sebuah observatorium tidak mungkin melakukan pengamatan karena kondisi cuaca ataupun teleskop dalam perawatan.

Siklus 11 tahun aktivitas matahari merupakan suatu keajaiban alam. Bagaimana sebenarnya proses pembangkitan siklus 11 tahun itu, hingga kini masih menjadi topik penelitian menarik bagi para ahli. Dari berbagai studi yang telah dilakukan, terungkap pembangkitan siklus itu berkaitan dengan proses internal matahari. Terjadi pada suatu lapisan di bawah fotosfer yang disebut lapisan konvektif.

Lapisan konvektif mempunyai ketebalan sekira 30 dari jari-jari matahari. Namun, lapisan ini memunyai peranan penting dalam proses penjalaran energi yang dibangkitkan oleh inti matahari sebelum dipancarkan keluar dari fotosfer. Di antara inti dan lapisan konvektif terdapat lapisan radiatif.

Satu-satunya teori yang bisa menjelaskan fenomena siklus 11 tahun secara tepat adalah teori "Dinamo Matahari" (Solar Dynamo). Seorang pakar bidang ini, Prof. Hirokazu Yoshimura dari Departemen Astronomi, Universitas Tokyo, telah melakukan studi intensif proses dinamo matahari melalui simulasi 3D menggunakan komputer. Begitu ketatnya menjaga kerahasiaan penelitian yang tengah dilakukan, laboratorium tempat ia bekerja senantiasa tertutup rapat. Salah seorang staf Matahari Watukosek-LAPAN, Maspul Aini Kambry, boleh jadi satu-satunya orang Indonesia yang sering berdiskusi di dalam laboratoriumnya ketika ia mengambil program doktor.

Melalui kerja sama penelitian, mereka berhasil membuktikan adanya siklus 55 tahun (55 years grand cycle) berdasarkan hasil simulasi dinamo matahari, yang dikonfirmasi melalui analisis observasi bintik menggunakan data dari National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ). Penemuan yang dituangkan dalam tesis doktor M.A. Kambry, sempat diekspos salah satu koran terkemuka Jepang, Yomiuri Shimbun, setelah dipresentasikan dalam suatu simposium astronomi (tenmon gakkai) di Jepang, 13 tahun silam. (forumsains.com, astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto