Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, April 10, 2012

Astronom Temukan Tata Surya Tertua di Alam Semesta

Ilsutrasi tata surya tertua dengan bintang induk bernama HIP 11952 atau "Sannatana" dan dua planet gas raksasa. Image credit: Timotheos Samartzidis
Johny Setiawan, astronom Indonesia, beserta astronom Eropa berhasil menemukan tata surya tertua. Dunia baru tersebut terdiri atas satu bintang yang dikelilingi oleh dua planet.

Tata surya tersebut dikatakan tertua karena berumur 12,8 miliar tahun, hanya 900 juta tahun lebih muda dari semesta yang tercipta lewat Big Bang pada 13,7 miliar tahun lalu.

Bintang induk pada tata surya tersebut diberi nama HIP 11952 sesuai penamaan obyek dari katalog Hipparcos. Sementara kedua planet yang mengorbit bintang tersebut diberi nama HIP 11952 b dan HIP 11952 c.

HIP 11952 juga dijuluki "Sannatana". Dalam bahasa Sansekerta, kata tersebut berarti abadi atau purba, sesuai dengan keunikan tata surya baru ini.

Sistem keplanetan yang baru saja ditemukan ini diperkirakan terbentuk saat galaksi Bimasakti masih bayi atau bahkan belum terbentuk. Jarak tata surya ini bahkan tak jauh, hanya 375 tahun cahaya dari Bumi.

"Ini sama perumpamaannya dengan menemukan benda arkeologi di pekarangan rumah sendiri," ungkap Johny lewat e-mail yang diterima Kompas.com, Jumat (23/3/2012) lalu.

Dua planet yang mengitari HIP 11952 ditemukan dengan metode kecepatan radial. Teknik ini didasarkan pada observasi gerakan bintang induk akibat planet-planet yang mengelilinginya.

Penelitian dilakukan pada tahun 2009-2011 menggunakan spektrometer FEROS (Fibre-fed Extended Range Optical Range Spectograph) pada teleskop 2,2 meter di Observatorium La Silla, Cile.

Berdasarkan penelitian, diketahui bahwa dua planet di tata surya baru ini ialah planet gas raksasa berukuran 0,8 dan 2,9 kali Jupiter. Masing-masing berevolusi dengan periode 7 dan 290 hari.

Anomali

Tata surya baru ini bisa dikatakan anomali. Pasalnya, bintang induk pada sistem keplanetan ini miskin logam, diperkirakan hanya 1 persen dari kandungan logam Matahari.

Teori saat ini menyatakan bahwa bintang-bintang dengan kandungan logam tinggi cenderung memiliki peluang lebih besar untuk memiliki planet, dan sebaliknya.

Sejauh ini, HIP 11952b dan HIP 11952c adalah temuan planet kedua yang mengelilingi bintang miskin logam. Tahun 2010, ditemukan planet yang mengelilingi HIP 13044 yang juga miskin logam.

Berdasarkan hasil penelitian, Johny mengatakan, "Kedua planet yang mengitari HIP 11952 membuktikan bahwa planet-planet ternyata memang dapat terbentuk di sekitar bintang yang kandungan logamnya sedikit."

Tak cuma itu, Johny yang bertahun-tahun bekerja di Max Planck Institute for Astronomy di Heidelberg, Jerman, mengatakan bahwa planet di sekelilling bintang melarat logam mungkin umum.

Observasi pada bintang-bintang tua masih diperlukan untuk mengonfirmasi hal tersebut. Tim peneliti masih akan terus mencari jawabannya.

Secara lebih luas, secara teoritis diketahui bahwa lingkungan awal semesta hanya terdiri atas hidrogen dan helium. Unsur-unsur logam yang lebih berat terbentuk lewat proses lebih lanjut seperti supernova.

Penelitian ini menunjukkan bahwa manusia bisa berharap adanya planet-planet purba yang terbentuk pada awal semesta, walau kondisinya dipandang kurang memungkinkan.

Hasil penelitian Johny dipublikasikan di jurnal Astronomy and Astrophysics yang terbit minggu ini. Johny kini mengabdi di Kedutaan Besar Republik Indonesia di Berlin. (kompas.com, astronomi.us)

Astronom Temukan Kembaran Tata Surya

Ilustrasi "kembaran" Tata Surya dengan bintang induk HD 10180. Image credit: ESO
Sistem dengan bintang induk HD 10180 menghebohkan dunia astronomi pada tahun 2010. Selain tata surya, sistem keplanetan itu menjadi yang terbesar karena memiliki tujuh planet.

Kini, sistem keplanetan berjarak 127 tahun cahaya itu kembali menjadi perhatian. Jumlah planet yang mengorbit HD 10180 ternyata bukan hanya tujuh, melainkan sembilan.

Miko Tuomi dari University of Hertfordshire adalah astronom di balik penemuan ini. Ia memublikasikan hasil risetnya di jurnal Astronomy and Astrophysics, Jumat (6/4/2012).

Tuomi menganalisis data hasil observasi instrumen High Accuracy Radial Velocity Planet Searcher pada teleskop 3,6 meter di Observatorium La Silla, Cile.

Sebelumnya, pengamatan di European Southern Observatory menemukan enam planet ekstrasurya serta satu planet yang masih perlu dikonfirmasi keberadaannya.

Lima planet merupakan planet serupa Neptunus dengan massa 12-25 kali massa Bumi. Sementara satu lagi adalah planet serupa Saturnus bermassa 65 kali Bumi dengan waktu revolusi 2200 hari.

Selain meyakinkan adanya enam planet, penelitian Tuomi juga membuktikan adanya planet ketujuh yang bermassa 1,4 massa Bumi dan menemukan dua planet tambahan.

Dua planet tambahan diketahui merupakan planet Bumi Super. Ukuran dua planet tersebut masing-masing 1,9 kali massa Bumi dan 5,1 kali massa Bumi.

Planet ketujuh mengorbit HD 10180 dalam waktu hanya 1,2 hari Bumi. Dua planet tambahan yang ditemukan mengorbit dalam waktu 10 dan 68 hari Bumi.

Dengan waktu orbit yang begitu singkat, dua planet tambahan yang ditemukan berjarak sangat dekat dengan bintangnya. Kondisinya sangat panas sehingga air dan kehidupan sulit untuk didapati.

Dengan jumlah sembilan planet, sistem keplanetan dengan bintang induk HD 10180 bisa disebut "kembaran" tata surya. Jumlah planet sama dengan jumlah planet di tata surya ditambah Pluto.

Sistem keplanetan HD 10180 juga memiliki kesamaan lain dengan tata surya. Bintang HD 10180 sendiri merupakan bintang katai kuning, memiliki massa sebanding dengan Matahari. (kompas.com, astronomi.us)

Sunday, April 8, 2012

Ditemukan Piringan Bintang Biru Mengelilingi Lubang Hitam Raksasa

Astronom menggunakan Teleskop Luar Angkasa Hubble NASA/ESA telah mengidentifikasi sumber sinar biru misterius mengelilingi sebuah lubang hitam yang superpadat di Galaksi Andromeda tetangga kita (M31). Walaupun cahaya ini telah membingungkan astronom lebih dari satu dekade, penemuan yang baru bahkan membuat cerita ini lebih misterius. Image credit: erabaru.net
Astronom menggunakan Teleskop Luar Angkasa Hubble NASA/ESA telah mengidentifikasi sumber sinar biru misterius mengelilingi sebuah lubang hitam yang superpadat di Galaxy Andromeda tetangga kita (M31). Walaupun cahaya ini telah membingungkan astronom lebih dari satu dekade, penemuan yang baru bahkan membuat cerita ini lebih misterius. Sinar biru ini datang dari sebuah piringan bintang baru yang panas, yang mengitari lubang hitam dengan cara yang sama seperti planet dalam tata surya kita mengitari Matahari.

Astronom kebingungan bagaimana sebuah bintang berbentuk pancake bisa mengorbit begitu dekat pada sebuah lubang hitam raksasa? Di dalam lingkungan yang berlawanan seperti ini, tenaga pasang dari lubang hitam seharusnya menceraiberaikan materi, membuat gas dan debu sulit hancur dan membentuk bintang. Dari pengamatan, para astronom mengatakan, mungkin dapat memberikan petunjuk-petunjuk terhadap aktivitas di dalam inti dari galaksi yang lebih jauh.

Dengan ditemukannya piringan bintang, para astronom juga telah mengumpulkan apa yang mereka nyatakan sebagai bukti kuat dari keberadaan / eksistensi lubang hitam raksasa. Bukti tersebut membuat para astronom melahirkan teori alternatif mengenai massa hitam di dalam inti Galaksi Andromeda, yang mana sudah lama diduga sebagai lubang hitam oleh para ilmuwan.

“Melihat bintang-bintang ini bagaikan sedang menonton seorang pesulap mengeluarkan seekor kelinci dari topi. Anda tahu kejadiannya tetapi anda tidak tahu bagaimana terjadinya,” menurut Tod Lauer dari Observatorium Astronomi Optikal Nasional di Tucson, Arizona. Ia bersama tim astronom, dipimpin oleh Ralf Bender dari Institut Max Planck divisi Fisika Ekstraterestrial di Garching, Jerman dan John Kormendy dari Universitas Texas di Austin, melakukan pengamatan melalui Hubble. Hasil penelitian tim akan dipublikasikan pada 20 September 2005 pada Astrophysical Journal.

Astronom Ivan King dari Universitas Washington bersama koleganya pertama kali menemukan sinar biru aneh pada 1995 dengan Teleskop Ruang Angkasa Hubble. Ia berpikir bahwa sinar itu mungkin berasal dari bintang biru tunggal yang terang atau mungkin berasal dari sebuah proses energi tertentu. Tiga tahun kemudian, Lauer dan Sandra Faber dari Universitas California di Santa Cruz, menggunakan Hubble lagi untuk mempelajari sinar biru tersebut. Pengamatan mereka menunjukkan bahwa sinar biru itu merupakan sekumpulan bintang-bintang biru.

Sekarang, observasi spektroskopic baru oleh Spektrograp Pencitraan Teleskop Ruang Angkasa Hubble (Hubble’s Space Telescope Imaging Spectrograph – STIS) mengungkapkan bahwa sinar biru tersebut mengandung lebih dari 400 bintang yang membentuk aktivitas ledakan kira-kira 200 juta tahun yang lalu. Bintang-bintang itu memadati didalam sebuah piringan yang hanya melewati satu tahun cahaya. Piringan itu bersarang didalam sebuah cincin berbentuk bulat panjang, lebih tua, lebih dingin, bintang-bintang yang lebih merah, yang terlihat sebelumnya didalam pengamatan Hubble. Para astronom juga menggunakan STIS untuk mengukur kecepatan bintang-bintang itu. Mereka mendapatkan kecepatan bintang dengan menghitung berapa besar gelombang cahaya mereka direntang dan dikompres saat melalui sekitar lubang hitam. Dibawah gaya gravitasi lubang hitam, bintang-bintang bergerak dengan sangat cepat: 3,6 juta kilometer per jam (1.000 kilometer per detik). Mereka bergerak sangat cepat yang membutuhkan 40 detik untuk mengelilingi Bumi dan enam menit mencapai Bulan. Bintang-bintang tercepat menyelesaikan orbitnya dalam 100 tahun. Inti aktif Andromeda mungkin membuat piringan-piringan bintang yang sama pada masa lalu dan mungkin terus membuatnya.

“Bintang-bintang biru di dalam piringan itu hidupnya sangat pendek, tidak seperti sejarah Andromeda yang berusia 12 miliar tahun yang mana piringan berumur pendek seperti ini akan muncul sekarang,” menurut Lauer. “Itulah sebabnya mengapa kami mengira bahwa mekanisme yang membentuk piringan bintang-bintang ini mungkin membentuk piringan bintang lain di masa lalu dan akan memicu lagi hal yang sama di masa yang akan datang. Namun kami masih tidak tahu, bagaimana pada awal mulanya sebuah piringan dapat terbentuk. Ini masih merupakan teka-teki.”

Para astronom memuji supervisi Hubble dalam menemukan piringan itu. “Hanya Hubble yang memiliki resolusi sinar biru untuk mengamati piringan ini,” menurut anggota tim Richard Green dari Observatorium Astronomi Optikal Nasional di Tucson. “Sangat kecil dan sangat jelas dari sekeliling bintang-bintang merah yang dapat kami gunakan untuk menyelidiki ke dalam jantung yang sangat dinamik dari Andromeda. Observasi ini dilakukan oleh anggota dari tim kami yang membuat STIS. Kami merancangnya dengan saluran yang dapat tampak, khususnya untuk menangkap kejadian-kejadian seperti ini – untuk mengukur cahaya bintang yang dekat dengan sebuah lubang hitam daripada semua galaksi lain yang berada di luar galaksi kita.”

Bukti Padat untuk Lubang Hitam Raksasa disamping penemuan piringan dari bintang-bintang, para astronom menggunakan cara penglihatan yang aneh ini pada Andromeda untuk membuktikan yang sudah jelas yakni galaksi sebagai tuan rumah di pusat lubang hitam. Pada 1988, pada studi independen, John Kormendy dan tim dari Alan Dressler dan Douglas Richstone menemukan pusat sebuah benda hitam pada Andromeda yang mereka yakini adalah sebuah lubang hitam super raksasa. Ini adalah kasus pertama bagi apa yang sekarang deteksi 40 lubang hitam, kebanyakan dari mereka diamati dengan Hubble. Observasi-observasi itu, bagaimanapun juga, pasti tidak mengabaikan lainnya, sangat aneh, dan sepertinya tidak jauh, alternatif. “Ini mendorong untuk mempercayai bahwa lubang hitam super raksasa ini, “ kata Kormendy. “Tetapi pernyataan ekstrim membutuhkan bukti yang sangat sangat kuat. Kami yakin bahwa inilah lubang hitam-lubang hitam itu dan bukan kumpulan hitam dari bintang-bintang mati.”

Observasi STIS Andromeda sangat akurat sehingga para astronom menghilangkan semua kemungkinan lain mengenai apa itu yang disebut pusat benda hitam. Mereka juga menilai bahwa massa lubang hitam adalah 140 juta Matahari, dimana tiga kali lebih besar dari yang diperkirakan semula.

Sejauh ini, kelompok hitam pasti telah dikesampingkan didalam hanya dua galaksi, NGC 4258 dan galaksi kita, Bima sakti. “Dua galaksi ini memberi kita bukti yang sangat jelas bahwa lubang hitam benar-benar ada,” Kormendy menambahkan. “Tetapi keduanya merupakan kasus yang khusus – NGC 4258 mengandung sebuah piringan massa air yang kami amati dengan teleskop radio, dan pusat galaktik kita sangat dekat sehingga kami dapat mengikuti orbit bintang individu. Andromeda adalah galaksi pertama yang dapat kami kesampingkan dari semua kemungkinan aneh sampai lubang hitam dengan menggunakan Hubble dan menggunakan teknik yang sama seperti pada waktu kami menemukan sebagian besar lubang hitam super raksasa.”

“Mempelajari lubang hitam selalu merupakan misi utama dari Hubble,” kata Kormendy. “Memaku lubang hitam di Andromeda adalah tanpa keraguan, adalah bagian penting dari legendanya. Ini membuat kami sangat yakin bahwa pusat benda hitam lainnya yang terdeteksi ada di dalam galaksi-galaksi adalah juga lubang hitam.”

“Sekarang kami telah membuktikan bahwa lubang hitam merupakan pusat dari piringan bintang-bintang biru, formasi bintang-bintang ini menjadi sulit dipahami,” Bender menambahkan. “Gas yang berasal dari bintang-bintang mestinya berputar sekeliling lubang hitang dengan sangat cepat – dan yang dekat dengan lubang hitam lebih cepat berputarnya dibandingkan dengan yang terletak jauh – formasi bintang-bintang itu terlihat hampir mustahil. Tetapi bintang-bintang itu nyata ada di sana.”

Lubang hitam inti aktif dari sebuah galaksi dan piringan bintang bukan hanya bagian dari arsitektur dari inti Andromeda. Tim yang dipimpin oleh Lauer dan Faber menggunakan Hubble pada 1993 menemukan bahwa galaksi muncul memiliki dua kumpulan bintang pada pusatnya. Penemuan ini mengejutkan, karena dua kumpulan harus bergabung menjadi satu hanya dalam beberapa ratus ribu tahun saja. Scott Tremaine dari Universtias Princeton memecahkan masalah ini dengan memperkirakan bahwa “nuklir ganda” sebetulnya adalah sebuah cincin lama, bintang merah. Cincin itu terlihat seperti dua kumpulan bintang karena para astronom hanya melihat bintang pada unjung berlawanan dari cincin itu. Cincin ini kira-kira lima tahun cahaya dari lubang hitam dan dikelilingi piringan bintang biru. Piringan dan cincin ini miring pada sudut yang sama jika dilihat dari Bumi, perkiraannya bahwa mereka mempunyai hubungan.

Walaupun astronom terkejut menemukan piringan bintang biru berputar di sekitar lubang hitam super raksasa, mereka juga mengatakan arsitektur yang membingungkan itu mungkin bukan hal yang luar biasa.

“Inti yang dinamis pada galaksi yang bertetangga ini mungkin hal yang biasa daripada yang kita kira,” Lauer menjelaskan. “Bima Sakti kita jelas memiliki bintang-bintang yang lebih muda dekat pada lubang hitamnya sendiri. Kelihatannya tidak seperti dua galaksi besar yang sangat dekat harus mempunyai aktivitas aneh ini. Maka itu, sifat ini bukan merupakan pengecualian tetapi merupakan aturan. Dan kita telah menemukan galaksi-galaksi lain yang memiliki nukleus ganda.”

[catatan redaksi:lubang hitam dikenal dalam dunia astronomi akan menyerap semua materi yang berada di sekitarnya, bahkan cahaya sekalipun tidak dapat meloloskan diri]

Saturday, April 7, 2012

Keajaiban Siklus Matahari

Matahari dalam perjalanan evolusinya sebagai sebuah bintang menunjukkan sifat-sifat dinamis, baik di lapisan luar (fotosfer, kromosfer, korona) maupun lapisan dalam. Salah satu keajaiban perilaku evolusi matahari adalah fenomena siklus aktivitas 11 tahun.

Siklus merupakan perulangan peristiwa yang biasa terjadi di alam. Siang berganti malam, akibat rotasi bumi pada porosnya. Musim silih berganti akibat kemiringan poros rotasi bumi terhadap bidang orbitnya mengitari matahari (ekuator bumi membentuk sudut 23,5 derajat terhadap bidang ekliptika). Dan matahari ternyata juga memiliki siklus aktivitas.

Berbagai perioda siklus matahari telah diidentifikasi, baik dalam jangka puluhan maupun ratusan tahun. Salah satu yang mudah diamati adalah siklus aktivitas 11 tahun. Fenomena ini bahkan sudah diketahui oleh para pengamat matahari sejak abad ke-17, mengingat metoda yang digunakan sangatlah sederhana, yaitu menghitung jumlah bintik secara rutin setiap hari.

Adalah seorang Galileo Galilei yang membuat terobosan besar dalam sejarah pengamatan astronomi. Setelah merampungkan teleskop buatan sendiri tahun 1610, salah satu benda langit yang menjadi sasaran adalah matahari. Ia takjub lantaran permukaan matahari dihiasi bintik-bintik hitam secara acak dan berkelompok. Bila diamati dari hari ke hari ternyata jumlah bintik dalam suatu kelompok berubah, demikian pula jumlah kelompok bintik secara keseluruhan.

Sayangnya, Galileo tidak melakukan observasi setiap hari dalam kurun waktu panjang. Karena itu ia bukanlah penemu salah satu misteri akbar yang menjadi bagian dari evolusi Matahari, yaitu pemunculan bintik mengikuti suatu pola tertentu atau siklus. Entah secara kebetulan, dalam kurun waktu tahun 1645 - 1715, pemunculan bintik sangat sedikit. Rentang waktu matahari dalam kondisi 'tidak aktif' ini disebut sebagai Mauder Minimum. Hal ini pula yang mungkin menyebabkan fenomena siklus aktivitas matahari tidak diketahui sebelum tahun 1715.

Satu hal yang menarik, aktivitas matahari minimum itu ternyata menyebabkan suhu seluruh muka bumi sangat dingin sepanjang tahun. Sungai di kawasan lintang rendah yang biasanya tidak membeku pun jadi beku, dan salju menutupi di berbagai belahan dunia. Tak berlebihan bila masa itu disebut Little Ice Age. Ada bukti-bukti abad es ini pernah terjadi jauh di masa lampau. Akankah bumi mengalami abad es kembali di masa yang akan datang? Pemahaman perilaku siklus matahari diharapkan dapat menjawab teka-teki ini.

Siklus Matahari

Pengamatan matahari secara sistematis mulai dilakukan di Observatorium Zurich tahun 1749, atau lebih dari seabad setelah pengamatan Galileo. Selama berpuluh-puluh tahun observatorium ini menjadi pelopor dalam pengamatan Matahari. Dari ketekunan dan jerih payah selama puluhan tahun ini, akhirnya terungkap pemunculan bintik mengikuti suatu siklus dengan perioda sekira 11 tahun.

Meski fenomena itu sudah diketahui ratusan tahun silam, perilaku atau sifat-sifat siklus aktivitas matahari 11 tahun masih merupakan topik penelitian yang relevan dilakukan oleh para peneliti pada saat ini. Entah dalam upaya untuk memahami fisika matahari maupun mengaji pengaruhnya bagi lingkungan tata surya. Khususnya, pengaruh aktivitas itu terhadap lingkungan bumi, yang lebih pupuler dengan sebutan cuaca antariksa (space weather).

Satu abad kemudian, yaitu tahun 1849, observatorium lainnya (Royal Greenwich Observatory, Inggris) memulai pengamatan Matahari secara rutin. Dengan demikian, data dari kedua observatorium tersebut saling melengkapi. Ada kalanya sebuah observatorium tidak mungkin melakukan pengamatan karena kondisi cuaca ataupun teleskop dalam perawatan.

Siklus 11 tahun aktivitas matahari merupakan suatu keajaiban alam. Bagaimana sebenarnya proses pembangkitan siklus 11 tahun itu, hingga kini masih menjadi topik penelitian menarik bagi para ahli. Dari berbagai studi yang telah dilakukan, terungkap pembangkitan siklus itu berkaitan dengan proses internal matahari. Terjadi pada suatu lapisan di bawah fotosfer yang disebut lapisan konvektif.

Lapisan konvektif mempunyai ketebalan sekira 30 dari jari-jari matahari. Namun, lapisan ini memunyai peranan penting dalam proses penjalaran energi yang dibangkitkan oleh inti matahari sebelum dipancarkan keluar dari fotosfer. Di antara inti dan lapisan konvektif terdapat lapisan radiatif.

Satu-satunya teori yang bisa menjelaskan fenomena siklus 11 tahun secara tepat adalah teori "Dinamo Matahari" (Solar Dynamo). Seorang pakar bidang ini, Prof. Hirokazu Yoshimura dari Departemen Astronomi, Universitas Tokyo, telah melakukan studi intensif proses dinamo matahari melalui simulasi 3D menggunakan komputer. Begitu ketatnya menjaga kerahasiaan penelitian yang tengah dilakukan, laboratorium tempat ia bekerja senantiasa tertutup rapat. Salah seorang staf Matahari Watukosek-LAPAN, Maspul Aini Kambry, boleh jadi satu-satunya orang Indonesia yang sering berdiskusi di dalam laboratoriumnya ketika ia mengambil program doktor.

Melalui kerja sama penelitian, mereka berhasil membuktikan adanya siklus 55 tahun (55 years grand cycle) berdasarkan hasil simulasi dinamo matahari, yang dikonfirmasi melalui analisis observasi bintik menggunakan data dari National Astronomical Observatory of Japan (NAOJ). Penemuan yang dituangkan dalam tesis doktor M.A. Kambry, sempat diekspos salah satu koran terkemuka Jepang, Yomiuri Shimbun, setelah dipresentasikan dalam suatu simposium astronomi (tenmon gakkai) di Jepang, 13 tahun silam. (forumsains.com, astronomi.us)

NASA Tangkap Gambar Angin Tornado Raksasa Mars

Gambar angin tornado Mars yang diambil oleh Mars Reconnaissance Orbiter dengan kamera HiRISE (High Resolution Imaging Science Experiment) pada 14 Maret 2012. Image credit: NASA
Jika pada beberapa waktu lalu, astronomi.us menulis artikel tentang angin puting beliung yang terjadi di Mars, namun kali ini Mars kembali dilanda badai angin tornado yang lebih dahsyat dari sebelumnya. Mars Reconnaissance Orbiter baru-baru ini berhasil menangkap gambar angin tornado yang terjadi di Mars. Angin tornado tersebut sangat besar dengan tinggi mecapai 20 km (12 mil) dan berada di Region Amazonis Plantitia di Utara Mars.  Kamera HiRISE (High Resolution Imaging Science Experiment) mengambil gambar tersebut pada 14 Maret 2012.

Angin tersebut disebabkan oleh suhu udara di permukaan tanah planet Mars yang meningkat dengan cepat, bertemu dengan udara dingin diatasnya kemudian berputar membentuk angin dan menghisap debu yang ada di bawahnya. (universetoday.com, astronomi.us)

Friday, April 6, 2012

Tornado Raksasa di Matahari Terekam Satelit NASA

Tornado dahsyat di Matahari. Image credit: NASA
Satelit NASA secara mengejutkan menangkap gambar adanya tornado raksasa yang bergerak di permukaan matahari. Menyeramkannya, tornado ini melebihi besar Bumi.

Menurut keterangan NASA, tornado ini bisa menjangkau ratusan ribu kilometer ke luar angkasa. Sementara proses pembentukan tornado di permukaan matahari ini tampak stabil, kecepatan gerak tornado ini mencapai 482.800km/jam.

Fenomena langka yang belum bisa dijelaskan secara penuh oleh para ilmuwan ini direkam Solar Dynamics Observatory (SDO) NASA selama periode 30 jam di awal bulan ini. SDO sedang berada dalam misi lima tahun untuk mengawasi aktivitas matahari.

Tornado ini memiliki suhu 8.000C dan pertama diketahui pada 1996. (inilah.com, astronomi.us)

Ilmuwan NASA Analisa Bagian Terang Asteroid Vesta

Bagian terang dari asteroid Vesta. Image credit: straitstimes.com
Para ilmuwan NASA kini sedang menganalisa titik terang pada sebuah asteroid raksasa, yang mungkin mewakili materi termurni dari objek angkasa tersebut. NASA baru saja merilis sejumlah gambar baru dari asteroid Vesta yang diambil melalui pesawat luar angkasa tak awak Dawn.

Di sejumlah gambar yang berhasil diabadikan, terlihat beberapa wilayah di permukaan asteroid terlihat lebih terang ketimbang yang lain. Demikian seperti dikutip dari ST.

Sampai saat ini para ilmuwan masih terus meneliti untuk menjelaskan apa yang membuat permukaan itu lebih terang ketimbang areal lainnya, yang diperkirakan komposisinya sama seperti pertama kali asteroid tersebut terbentuk; sekira empat miliar tahun yang lalu.

Dawn telah mempelajari Vesta sejak pesawat tersebut memasuki orbit sejak tahun lalu. Musim panas tahun ini Dawn juga berencana untuk meninggalkan Vesta untuk menuju asteroid lainnya, yakni Ceres, yang diperkirakan sampai pada tahun 2015. (inilah.com, astronomi.us)

Monday, March 26, 2012

Astronom Temukan Lubang Hitam Super Besar

Ilustrasi bintang yang bergerak di pusat galaksi yang memiliki lubang hitam supermassif.. Image credit: Lynette Cook
Tim peneliti yang dipimpin oleh astronom Universitas California, Berkeley, menemukan dua lubang hitam super besar, mengalahkan ukuran lubang hitam terbesar yang ada sekarang.

"Mereka seperti monster. Kami tidak menyangka menemukannya karena mereka lebih masif dari yang bisa diperkirakan dari karakteristik galaksinya," kata Chung Phei Ma, astrofisikawan Berkeley yang terlibat penelitian, kepada AP, Senin (6/12/2011).

Satu lubang hitam berada di galaksi NGC 3842, di kluster Leo, berjarak 320 juta tahun cahaya dari Bumi. Ukuran lubang hitam itu sekitar 9,7 juta kali massa Matahari.

Lubang hitam kedua yang ditemukan berada di galaksi NGC 4889, di kluster Coma. Berjarak 335 juta tahun cahaya dari Bumi, ukuran lubang hitam ini sekitar 10 juta kali massa Matahari.

Begitu besarnya, dua lubang hitam tersebut mengalahkan lubang hitam di galaksi elips Messier 87 yang memiliki ukuran 6,3 juta kali massa Matahari.

Sementara, menurut Nicholas McDonnel, pemimpin peneliti, dua lubang hitam terbesar yang ditemukan berukuran 2.500 kali lubang hitam di galaksi Bimasakti.

Ma menjelaskan, "Dua lubang hitam supermasif ini memiliki massa yang sama dengan quasar muda, dan mungkin merupakan missing link antara quasar dan lubang hitam supermasif yang kita lihat sekarang."

Lubang hitam adalah obyek yang punya daya tarik kuat sehingga cahaya pun tak bisa lepas darinya. Hampir setiap galaksi memiliki lubang hitam. Kuasar adalah obyek paling jauh dan paling terang di semesta.

Penemuan lubang hitam ini memberikan pertanyaan baru bagi para ilmuwan, bagaimana lubang hitam tumbuh. Ilmuwan mengatakan bahwa pertumbuhan lubang hitam mungkin dipengaruhi oleh ukuran galaksi. "Kita tahu bahwa galaksi yang besar adalah gabungan dari galaksi yang lebih kecil. Lubang hitam di pusat galaksi bisa bergabung menjadi yang lebih besar," kata ma, seperti dikutip Space.

"Tapi, lubang hitam juga bisa tumbuh besar dengan mengisap gas. Ini seperti menyatakan apakah anak tumbuh tinggi karena orangtua yang tinggi atau karena makan banyak bayam," ujar Ma.

Penelitian ini akan dipublikasikan di jurnal Nature, Kamis (8/12/2011). Ma mengatakan, penemuan lubang hitam yang lebih besar lagi masih dimungkinkan.(kompas.com, astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto