Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Thursday, April 12, 2012

Ilmuwan: Ada 100 Miliar Kemungkinan Planet Berpenghuni di Alam Semesta

Galaksi Bima Sakti. Image credit: thetechherald.com
Peneliti menemukan bahwa 10 dari 100 miliar bintang di Bima Sakti setidaknya memiliki planet yang dapat dihuni layaknya Bumi. Kemungkinan ini ditemukan, setelah selama enam tahun para peneliti menjelajah jutaan bintang.

Peneliti Jerman dari St Andrews University, Martin Dominik mengatakan, "Walaupun dalam galaksi ini hanya ada satu planet yang berpenghuni, tetapi masih ada 100 miliar kemungkinan lagi di alam semesta ini." Dirinya menambahkan, "Kami masih belum memiliki bukti kehidupan di planet lain, namun dengan angka sekian banyak, kita tidak mungkin hanya satu-satunya yang hidup. Ada sejumlah planet yang kita pikir ada kehidupan, sedikit yang kita percaya kondisinya tepat."

Sudah ada 1.000 planet yang terdeteksi di dalam galaksi kita, tapi penemuan ini menggunakan dua metode yang berbeda. Peneliti melakukan 500 pengamatan antara tahun 2002 dan 2007 menggunakan pengamatan bintang beresolusi tinggi. Sisanya, mereka menggunakan analisis statistik untuk memperkirakan berapa banyak planet yang ada di tiap tata surya.

Metode ketiga yang dikenal gravitational microlensing, para astronom mampu mengenali planet yang memiliki jarak sama dengan bintangnya, seperti Bumi, tanpa melihatnya secara langsung. Peneliti dari University of Copenhagen, Uffe Grae Jorgensen mengatakan bahwa penemuan mereka menunjukkan bahwa rata-rata ada empat planet yang mengorbit sekitar bintang dengan jarak yang sesuai. (nationalgeographic.co.id, astronomi.us)

Beginilah Perkiraan Suara di Planet Venus dan Mars

Planet Mars. Image credit: corbis
Para astronot yang pernah menjelajahi luar angkasa biasanya hanya fokus dengan data yang diambil dengan kamera, radar, dan hanya beberapa yang membawa mikropon. Akan tetapi belum ada yang berhasil mendengar suara-suara di dunia lain tersebut.

Tim ilmuwan dari Southampton University mencoba mereplikasi suara-suara alami di planet luar mulai dari suara petir di Venus, hembusan angin di Mars dan gunung es di Titan, bulan terbesar milik Saturnus.

Mereka juga membuat model dari efek-efek atmosfir yang berbeda-beda, tekanan dan suhu pada suara manusia di Mars, Venus dan Titan.

Profesor Tim Leighton dari Institute for Sound and Vibration Research, Southampton University mengungkapkan keyakinannya pada perhitungan yang mereka lakukan.

"Kami menerapkan perhitungan fisika dengan sangat ketat terhadap atmosfir, tekanan dan dinamika cairan. Di Venus nada suara kita terdengar lebih dalam. Itu karena kepadatan atmosfir di planet tersebut menyebabkan pita suara kita bergetar lebih lambat," kata Leighton.

"Akan tetapi kecepatan suara di atmosfir di Venus jauh lebih cepat dibanding di Bumi, sehingga mempengaruhi otak dalam menginterpretasikan ukuran asal suara (kira-kira seperti cara pikir nenek moyang kita yang menebak ukuran binatang dari suaranya, apakah cukup kecil sehingga aman untuk dimakan atau terlalu besar dan berbahaya)."

Menurut Leighton, saat kita mendengar suara di Venus kita akan mengira bahwa asal suara berukuran kecil, tapi dengan suara bas yang dalam. "Di Venus, suara manusia terdengar seperti bas Smurfs," ujarnya.

Profesor Leighton yang dalam sepuluh tahun belakangan sudah berkutat dengan suara-suara luar angkasa dan pernah membuat tiruan suara air terjun metana di luar angkasa, mengungkap bahwa dirinya sangat tertarik dengan suara-suara di luar angkasa.

"Jika astronot tinggal di Mars selama beberapa bulan, lalu mereka memutar instrumen musik, atau bahkan menciptakannya di sana, kira-kira seperti apa ya suaranya?"

"Sebagai ilmuwan, saya memperhitungkan hal paling menarik untuk dikerjakan adalah sesuatu yang sama sekali baru, sesuatu yang belum pernah dibuat sebelumnya," papar Leighton.

Suara-suara luar angkasa tersebut akan disertakan di pertunjukan Flight Through The Universe pada perayaan Paskah di Astrium Planetarium di INTECH dekat Winchester, Hampshire, Inggris. (nationalgeographic.co.id, astronomi.us)

Astronom: Penyebab Matinya Bintang Adalah Superwind

Image credit: ESA/NASA/P. Anders/CNP/Corbis
Astronom di The University of Manchester telah menemukan teori dari superwind yang menyebabkan bintang mati. Dengan menggunakan Very Large Telescope (VLT) di Chile, penelitian yang dipimpin oleh Barnaby Norris dari University of Sydney dapat melihat ke dalam atmosfer bintang yang tengah sekarat.

Bintang seperti Matahari mengakhiri hidup mereka dengan superwind yang berkekuatan 100 juta kali dibandingkan dengan angin Matahari. Angin ini terjadi selama 10.000 tahun dan memusnahkan setengah dari total massa sebuah bintang. Setelah 10.000 tahun, superwind akan meninggalkan bintang yang sekarat tersebut.

Penyebab terjadinya superwind ini masihlah misteri, namun peneliti sekarang menyebutkan bahwa peristiwa ini tercipta karena debu yang terbentuk di atmosfer bintang. Cahaya bintang mendorong debu untuk menjauh dan akhirnya keluar dari atmosfer. Akan tetapi, teori ini dipentalkan oleh mekanisme yang bertolak belakang.

Mekanisme sebelumnya menyebutkan bahwa debu tidak akan keluar dari bintang, namun menguap di atmosfer VLT telah menunjukkan hasil yang berbeda. Ternyata, debu yang ada di bintang memiliki karakter seperti cermin yang merefleksikan cahaya, bukan menyerapnya. Hal inilah yang membuat debu-debu tersebut terdorong keluar bintang dan menyebabkan superwind.

Terbuangnya debu ke luar atmosfer memberikan efek seperti badai pasir. Profesor Albert Zijlstra dari University of Manchester mengatakan bahwa inilah pertama kalinya kami mengerti bagaimana superwind terbentuk. "Debu dan pasir dari superwind akan selamat dan membentuk bintang yang baru," jelasnya. (nationalgeographic.co.id, astronomi.us)

Video: Meteor Jatuh atau Komponen Pesawat?

Bola api yang melintas di langit kota San Antonio, Texas. Image credit: WOAI-4 NBC
Pada tanggal 2 April 2012 sekitar pukul 11:50 waktu setempat, penduduk disekitar San Antonio, Texas, melihat sebuah bola api melintas di langit pada siang hari. Bola api itu sangat besar dan banyak orang yang menduga bahwa bola api itu adalah batu meteor yang jatuh ke Bumi.

Namun ada juga beberapa kalangan yang meragukan bahwa itu adalah meteor karena bentuk dari percikan api yang dihasilkan menggambarkan bahwa objek bola api itu sebenarnya adalah sebuah benda yang memiliki sudut yang untuk lebih jauh bisa dijelaskan sebagai bagian dari komponen pesawat. Namun mengapa komponen pesawat tersebut bisa terbakar sedemikian hebat dan terangnya di siang hari, hal itu perlu penjelasan lebih lanjut. Berikut ini videonya:

Pakar ITB: Gempa Aceh Disebabkan Gerak Oblique

Gempa Aceh. Image credit: dailymail.co.uk
Gempa baru saja terjadi di Aceh dengan magnitud 8,7 pada Rabu (11/4/2012) sore diperkirakan tak menimbulkan gelombang tsunami seperti pada musibah serupa pada 26 Desember 2004.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan, pusat gempa ada di 2,31 Lintang Utara (LU) dan 92,67 Bujur Timur (BT) atau sekitar 146 barat daya Simeulue, Aceh, dengan kedalaman 10 kilometer. BMKG mengeluarkan peringatan tsunami akibat gempa kali ini.

Seberapa besar tsunami yang mungkin terjadi? Pakar geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Eko Yulianto, mengatakan, "Update terbaru, focal mechanism-nya adalah ada sesar geser dan sesar naik, tetapi sebagian besar geser."

Pakar kegempaan Institut Teknologi Bandung (ITB), Irwan Meilano, mengatakan bahwa focal mechanism yang terjadi pada gempa kali ini dalam ilmu Geologi disebut oblique. "Jadi sebenarnya ada gerakan miring. Dengan gerakan ini, ada bagian yang bergeser, tetapi ada juga yang naik. Akan tetapi, yang dominan adalah geser," tutur Irwan saat dihubungi Kompas.com, Rabu petang.

Eko mengatakan, dengan focal mechanism seperti ini, maka gelombang tsunami yang mungkin ditimbulkan kali ini tak akan sebesar tsunami tahun 2004. Menurut Eko, potensi tsunami besar akan terjadi bila terjadi sesar naik. Sesar yang bergeser tidak akan menimbulkan tsunami. Jika oblique, ada potensi tsunami, tetapi lebih kecil.

"Akan tetapi, sampai sekarang belum bisa diperkirakan dengan pasti berapa besar tsunami yang mungkin terjadi," kata Eko. Ia mengimbau kepada masyarakat Aceh untuk waspada tanpa perlu panik. Warga diharapkan pergi ke tempat yang lebih tinggi. (kompas.com, astronomi.us)

Daftar 10 Gempa Terbesar di Dunia

Gempa Bumi. Image credit: inilah.com
Gempa bumi memang bencana alam mengerikan. Sampai sekarang ilmuwan belum bisa memprediksi kapan sebuah gempa bisa terjadi.

Berikut adalah 10 peristiwa gempa terbesar di seluruh dunia yang Inilah.com rangkum dari berbagai sumber. Uniknya, Indonesia dan Alaska, merupakan sejumlah wilayah yang paling banyak masuk daftar tersebut. Simak:
1. Gempa 9,5 SR di Chile 22 Mei 1960. 1.655 orang terbunuh. Tsunami akibat gempa ini juga membunuh 68 orang di Hawaii, 138 orang di Jepang, dan 32 orang di Filipina.
2. Gempa 9,2 SR di Alaska pada 28 Maret 1964. 15 orang tewas akibat gempa, sedangkan 113 orang tewas akibat tsunami susulan.
3. Gempa 9,1 SR di Aceh pada 26 Desember 2004. Gempa itu mengakibatkan tsunami dahsyat yang menewaskan 230.000 orang di beberapa belahan dunia. Gempa paling mematikan yang pernah tercatat dalam sejarah.
4. Hawaii, 4 November 1952, gempa berkekuatan 9,0 SR. Namun untungnya tidak ada korban jiwa yang jatuh.
5. Gempa 8,8 SR di Ekuador pada 31 Januari 1906. Gempa tersebut menimbulkan tsunami yang membunuh 1.500 orang di Ekuador dan Kolombia.
6. Gempa lagi di Alaska pada 4 Februari 1965. Berkekuatan 8,7 SR. Tak dilaporkan adanya korban jiwa.
7. Gempa berkekuatan 8,6 SR di Indonesia pada 28 Maret 2005. Lebih dari 1.300 orang tewas.
8. Gempa 8,6 SR mengguncang Tibet pada 15 Agustus 1950. 780 orang tewas.
9. Alaska, 9 Maret 1957, terjadi gempa berkekuatan 8,6 SR. Tak ada korban tewas.
10. Indonesia, 12 September 2007, terjadi gempa dengan kekuatan 8,8 SR. Sedikitnya 25 orang tewas.

(inilah.com, astronomi.us)

Wednesday, April 11, 2012

Terungkap Penyebab Bentuk Lapetus Menyerupai Kenari Raksasa

Bulan Saturnus, Lapetus, yang menyerupai Kenari raksasa. Image credit: upi.com
Bulan Saturnus, Lapetus, memiliki fitur yang sangat menonjol. Bulan ini memiliki bentuk menyerupai kenari raksasa. Kini, para ilmuwan mengaku berhasil memecahkan misteri itu. Ingin tahu?

Para astronom Amerika Serikat (AS) mengatakan, bentuk aneh ini merupakan sisa-sisa dari bulan kuno. Rangkaian pegunungan mengelilingi Lapetus. Hal ini tak ada yang menyerupai di tata surya.

Pegunungan setinggi 19 km dan lebar 194 km ini membentuk Lapetus hingga menyerupai kenari.

“Dinding es setebal 20km ini menjadi dalang yang membuatnya berbentuk seperti ini,” kata ilmuwan planet Andrew Dombard dari University of Illinois seperti dikutip UPI.

Saat masih ada sub-satelit, gravitasi Lapteus menariknya dan membuat punggung bulan ini hancur dan berbentuk kenari. Pembentukan ini nampaknya butuh waktu singkat, tentunya dalam ‘singkat’ kosmik atau dalam skala abad dalam ukuran manusia, tutupnya. (inilah.com, astronomi.us)

Ilmuwan: Mars Bisa Ditempati Manusia

Mars. Image credit: Corbis
Hipotesa bahwa Planet Mars bisa jadi tempat tinggal manusia, makin mendekati kebenaran. Badan Antariksa Eropa atau European Space Agency (ESA) menyatakan kondisi planet merah itu cocok untuk mendukung kehidupan terutama fakta bahwa Mars memiliki kandungan air.

Mineral silikat terhidrasi ditemukan oleh dua satelit, Mars Express milik ESA dan Mars Reconnaissance milik badan antariksa AS, NASA yang mengorbit di dataran rendah sebelah utara Mars.

Ditemukan indikasi, bahwa air pernah mengalir di sana. Menurut peneliti utama Mars dari Universitas Paris, Jean-Pierre Bibring, permukaan Mars dialiri air sekitar empat miliar tahun lalu dan hanya berlangsung beberapa ratus tahun.

"Penelitian menunjukkan pernah ada air di Mars, tapi bukan dalam bentuk laut besar," kata Bibring, seperti dimuat laman News.com.au.

Bukti menunjukkan, kerak Mars, tambah dia, terhidrasi dengan cara yang sama, baik di utara dan selatan.

Temuan terbaru ini bertentangan dengan hasil penelitian tim Amerika yang diterbitkan 13 Juni lalu di Jurnal Nature Geoscience yang mengatakan, samudera meliputi sepertiga permukaan Mars, sekitar 3,5 miliar tahun lalu.

"Saat itu, Mars sudah kehilangan atmosfernya. Oleh karenanya, air tidak lagi stabil dalam keadaan cair di permukaan," kata Bibring.

"Aliran air yang besar masih dapat mengalir, namun, kurangnya air di permukaan berarti tidak ada potensi pembentukan permukaan laut."

Ditambahkan Bibring, tekanan dan temperatur saat itu tidak memberi peluang air dalam kondisi stabil keadaan cair di permukaan. "Sebagian air menguap, sementara lainnya masuk ke dalam tanah."

Air, kata Bibring bisa tetap di permukaan selama beberapa hari, atau minggu. Tapi tidak jutaan tahun kemudian.

Seperti dimuat laman Space.com, para peneliti menemukan air mengalir di permukaan Mars beberapa ratus juta tahun yang lalu saat cahaya matahari mencairkan lapisan es di sana.

Bukti soal itu berada di belasan saluran lelehan gletser di Mars para ilmuwan mengaku terkejut, karena keberadaan air di Mars bisa dibilang 'baru saja' daripada yang diperkirakan sebelumnya.

"Kami berpikir Mars adalah planet yang dingin dan benar-benar kering. Fakta ini akan mengubah cara kita melihat Mars," kata ahli geologi planet Universitas Brown, Caleb Fassett. (vivanews.com, astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto