Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Saturday, March 10, 2012

Badai Matahari Rusak Kamera Satelit Venus Express

Satelit Venus Express. Image credit: ESA
Badai Matahari terbesar yang terjadi pada Rabu (7/3/2012) merupakan yang terkuat dalam lima tahun terakhir. Badai ini membutakan satelit milik European Space Agency (ESA) yang mengorbit Venus, Venus Express.

Space.com pada Kamis (8/3/2012) melaporkan bahwa radiasi dari badai Matahari membuat kamera yang terdapat di wahana antariksa tersebut tak mampu mendeteksi bintang.

"Kami tak mampu mendeteksi bintang apa pun jadi kami ubah ke unit B, tetapi kami menemukan hal yang sama. Kedua kamera dibutakan oleh badai Matahari," kata Octavio Camino, Manager Proyek Venus Express.

Kamera yang rusak sejatinya adalah pelacak bintang atau startracker. Kamera tersebut membuat wahana mampu menentukan posisi dan orientasi di angkasa, persis ketika pelayar membaca rasi bintang.

Informasi yang didapatkan kamera dikalibrasi dengan alat yang disebut giroskop. Dengan cara ini, wahana antariksa mengetahui arah gerak dan sudutnya.

Dalam misi antariksa, kamera ini sangat krusial. Pasalnya, wahana mengarahkan panel surya ke Matahari dan antenanya ke Bumi. Tanpa kamera ini, wahana bisa gagal berfungsi.

Startracker pada Venus Express telah 5-10 kali gagal berfungsi akibat badai Matahari. Namun, kegagalan kali ini adalah yang terlama, mencapai 40 jam.

"Ini tak biasa. Kami pernah mengalami gagal berfungsi selama 32 jam, tetapi kali ini cukup lama. Jadi, ini kasus istimewa," kata Paolo Ferri, ilmuwan ESA.

Kegagalan fungsi startracker pada Venus Express tidak permanen. Jadi, ini tak berarti Venus Express tak bisa dipakai lagi. Penanganan yang tepat bisa "menyembuhkan" Venus Express dari kebutaan.

Saat ini, ESA masih terus memantau aktivitas Matahari yang dianggap belum menunjukkan tanda penurunan. ESA akan melakukan beberapa operasi. Kontrol misi akan menghentikan beberapa fungsi wahana antariksa hingga situasi normal.

"Kami tak berasumsi masalah ini akan menjadi permanen. Normal saja Matahari naik dan turun seperti ini dan kita hanya butuh periode pendek untuk diam dan memulihkan lagi ke kondisi normal, yaitu kondisi saat stratracker mampu membaca bintang lagi dengan sendirinya. Ada banyak aktivitas 'pengasuhan bayi' sekarang, tetapi kami tak berharap ini selamanya," papar Ferri.(kompas.com, astronomi.us)

Friday, March 9, 2012

Tranquillityite Perkuat Teori Bahwa Dahulu Bulan Bagian Dari Bumi

Mineral bulan tranquillityte akhirnya berhasil ditemukan di bumi. Hal ini semakin memicu pandangan bahwa bulan merupakan bagian dari bumi yang terpecah pada miliaran tahun lalu. Image credit: NASA
Baru baru ini di temukan tranquillityite tersebar di Australia Barat, mineral yang selama ini diketahui hanya terdapat di batuan dan meteorit bulan, dan bisa jadi kandungan mineral ini banyak terdapat di bumi.

Tranquillityite memang tidak memiliki nilai ekonomis, namun para ilmuwan mengatakan bahwa mineral ini dapat digunakan untuk untuk mengetahui usia batu di mana ia ditemukan melalui pengukuran proporsi isotop radioaktif dalam mineral.

Mineral ini diberi nama berdasarkan Lautan Ketenangan (Sea of Tranquility) di bulan, tempat di mana astronot Apollo 11 mendarat pada 1969.

Para ilmuwan menemukan tiga mineral yang sebelumnya tidak diketahui dalam sampel yang dikumpulkan dari batuan beku bulan, yaitu: armalcolite, pyroxferroite, dan tranquillityite. Dua mineral yang pertama kemudian ditemukan di bumi dalam satu dekade terakhir, namun tranquillityite tetap tersembunyi selama lebih dari 40 tahun terakhir.

Birger Rasmussen, ahli geologi di Universitas Curtin di Bentley, Australia, bersama timnya melaporkan penemuan mereka pada Isu Geologi bulan ini.

Birger Rasmussen mengatakan bahwa tranquillityite tampaknya tersebar dalam jumlah besar di bumi, walaupun bentuknya sangat kecil. Kristal tranquillityite berukuran panjang sekitar 150 mikrometer dan terlihat seperti jarum kecil.

Tim memeriksa batuan beku di Australia Barat, khususnya daerah yang tidak mengalami perubahan metamorfosa besar di bumi, karena tranquillityite mudah untuk berubah menjadi mineral lain bila terkena panas maupun tekanan yang berlebihan.

Tim peneliti mampu mengonfirmasi penemuan tranquillityite dengan menembakkan elektron berkecepatan tinggi melalui sampel batuan. Tranquillityite menyebarkan elektron dalam pola unik yang mencerminkan pola yang sama dengan sampel mineral yang diambil dari bulan.

Selama ini ilmuwan beranggapan bahwa tranquillityite adalah mineral khas dari bulan, sehingga menimbulkan sebuah pemikiran bahwa proses kimiawi dan geologi di bulan sebenarnya sama dengan di bumi. Sejumlah pendapat pun mulai menyatakan pandangan bahwa bulan sebenarnya merupakan bagian dari planet bumi yang terpecah pada miliaran tahun yang lalu.

Suhu Permukaan Pluto Capai Minus 220C

Ilustrasi permukaan planet Pluto. Image credit: erabaru.net
Kesan artisktik berdasarkan data Observatorium Eropa Selatan menunjukkan bagaimana cerahnya hari di Planet Pluto.

Pluto berada sekitar 40 kali lebih jauh dari matahari dibandingkan dengan Bumi.

Dari Planet Pluto, matahari terlihat 1000 kali lebih redup dibandingkan penampakannya dari Bumi. Permukaan planet kurcaci ini dilapisi kulit metana beku dengan atmosfir berkabut gas metana.

Pluto yang memiliki ukuran seperlima Bumi, komposisinya terdiri dari bebatuan dan es.

Suhu di permukaan Pluto sekitar -220C. Namun menurut pengukuran yang dilakukan oleh Observatorium Eropa Selatan, atmosfir planet ini jauh lebih hangat.

“Dengan banyaknya kandunagn metana di atmosfir, menjadi jelas mengapa atmosfir Pluto begitu hangat,” ujar Emmanuel Lellouch, penulis utama laporan hasil riset ini. Atmosfir Pluto sekitar 50 derajat lebih hangat dibandingkan dengan permukaannya.

"Hal ini menarik untuk dipikirkan karena dengan CRIRES kita dapat secara tepat mengukur jejak gas pada objek yang besarnya lima kali lebih kecil dari planet kita ini," ujar rekan penulis Hans-Ulrich Käufl.

"Kombinasi CRIRES dan VLT hampir mirip dengan satelit penelitian atmosfer yang mengorbit Pluto." (erabaru.net, astronomi.us)

Ilmuwan: Dahulu Ada Kehidupan di Planet Ini

GJ 1214b, planet yang memiliki atmosfir serupa Bumi. Image credit: NASA
Uap air dalam jumlah besar terdeteksi dari sebuah planet super-Earth berjarak 40 tahun cahaya. Planet bernama GJ1214b itu diduga pernah ditutupi air. Pernah ada kehidupan di planet ini?

Ilmuwan menduga, planet ini pernah masuk dalam kategori Goldilocks Zone atau Zona Habitat. Tapi, planet ini kemudian bergerak terlalu dekat dengan bintang dalam tata suryanya sehingga air pun menguap.

Artinya pula, bisa jadi ada kehidupan asing alias alien di planet ini, jutaan tahun lalu.

Para astronom dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics (CfA) Amerika menggunakan Teleskop Hubble untuk menyelidiki planet yang ditemukan tahun 2009 ini. Hasilnya, terbukti planet ini mengandung air dan dilapisi atmosfer beruap.

"GJ1214b tidak seperti planet yang kita kenal selama ini," kata astronom Zachory Berta. Menurut dia, beberapa bagian besar dari massa planet ini terdiri dari air.

Para teoritis menduga GJ1214b terbentuk saat jauh dari bintang di mana planet mengandung es yang banyak. Lalu, planet ini 'bermigrasi'. Dalam proses perpindahan ini, planet diduga pernah masuk dalam zona habitat. Untuk berapa lama planet ini berada di zona pas untuk habitat dan makhluk hidup, para astronom tak bisa menjawab.

Dua tahun lalu, CfA menemukan planet GJ1214b yang berukuran 2,7 kali bumi. Dia mengorbit pada bintang kerdil berwarna merah bernama Ophiuchus setiap 38 jam sekali pada jarak 1,3 juta kilometer (km)--70 kali jarak Bumi dengan Matahari. Suhu di Planet ini diperkirakan mencapai 232 derajat Celcius.

Astronom Heather Couper menilai temuan ini penting dalam mencari tanda-tanda kehidupan di luar Bumi. "Ada bukti bahwa ada air di sana. Ini menunjukkan air bisa jadi material umum di alam semesta," kata dia seperti dikutip dari Dailymail.

Thursday, March 8, 2012

Astronom Temukan 11 Tata Surya Baru

Ilustrasi tata surya dan planet hasil temuan terbaru Kepler. Image credit: NASA
Sejumlah 11 tata surya baru yang memiliki jumlah total 26 planet ditemukan. Penemuan dideskripsikan di empat karya tulis berbeda di Astrophysical Journal dan Monthly Notice of the Royal Astronomical Society bulan ini.

Penemuan bisa dilakukan berkat jasa wahana antariksa Kepler. Dengan penemuan ini, Kepler telah mengonfirmasi 61 planet dan menemukan 2.300 kandidat planet. Penemuan sekaligus menegaskan bahwa Bimasakti dipadati tata surya dan planet.

Tata surya yang berhasil ditemukan disebut Kepler 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, dan 33. Tiap-tiap tata surya punya dua sampai lima planet. Jarak planet dengan bintang di tiap tata surya relatif dekat dengan waktu orbit berkisar dari 6-143 hari.

Lima tata surya (Kepler 25, 27, 30, 31, dan 33) punya dua planet. Satu kali revolusi planet terluar sama dengan dua kali revolusi planet terdalam. Empat tata surya lain (Kepler 23, 24, 28, 32) punya dua planet. Planet terluar mengorbit bintang dengan waktu tiga kali lebih lama dari planet terdalam.

Tata surya yang memiliki planet terbanyak adalah Kepler 33. Bintang pada tata surya ini lebih tua dan masif dibandingkan Matahari serta memiliki planet yang jarak orbitnya relatif dekat.

Ukuran planet yang terdapat di 11 tata surya tersebut bervariasi, antara seukuran Bumi hingga lebih besar dari Jupiter. Namun, masih harus diteliti lagi apakah planet tersebut merupakan planet batuan seperti Bumi dan memiliki atmosfer.

Tata surya dan planet ditemukan dengan metode planet transit, yakni melihat kedipan cahaya bintang akibat adanya planet yang lewat di mukanya. Verifikasi planet dilakukan dengan teknik variasi waktu transit.

Sejumlah peneliti yang terlibat penemuan ini adalah Eric Ford dari Universitas Florida, Dan Fabrycky dari Universitas California, Jason Steffen dari Fermilab Center for Particle Astrophysics, dan Jack Lissauer dari NASA.(kompas.com, astronomi.us)

Video: Fakta Paling Aneh Tentang Alam Semesta

Dalam sebuah wawancara yang digelar oleh majalah TIME pada tahun 2008, astrofisika Neil deGrasse Tyson ditanya tentang "Apakah fakta yang paling mengherankan" tentang alam semesta?. Ternyata ia dan teman-teman ilmuwan lainnya memberikan jawaban yang sama. Untuk mengetahuinya silahkan melihat video berikut:

Tuesday, March 6, 2012

Mengapa Bayangan di Bulan Menjadi Sangat Gelap?

Sisi gelap dan terang pada Bulan. Image credit: NASA/GSFC/Arizona State University
Tampak pada gambar di atas sebuah batu tergradasi antara gelap dan terang akibat bayangan sinar matahari, tapi mengapa bayangan di Bulan tampak begitu gelap?

Di Bumi, udara menyebarkan cahaya dan memungkinkan objek yang tidak terkena sinar matahari langsung menjadi masih cukup terang. Ini adalah efek yang disebut hamburan Rayleigh atau Rayleigh scattering, nama diambil dari pemenang Nobel fisika asal Inggris Lord Rayleigh (John William Strutt.) Hamburan Rayleigh adalah alasan mengapa langit berwarna biru, dan (sebagian besar) mengapa kita masih dapat membaca majalah dengan baik saat berada di bawah payung di tepi pantai.

Di Bulan tidak ada udara, tidak ada hamburan Rayleigh. Jadi bayangan yang ada menjadi sangat gelap dan di sisi lain daerah yang terkena sinar matahari menjadi sangat cerah. Daerah gelap secara dramatis keruh, seperti pada gambar LROC atas, namun masih ada beberapa cahaya memantul sekitarnya, ini adalah karena cahaya tersebut dipantulkan dari permukaan bulan itu sendiri.

Astronot di Bulan pada misi Apollo.
Image credit: NASA/Apollo Image Archive
Bulan terdiri dari materi halus, partikel debu yang sangat reflektif. Hal ini cenderung untuk memantulkan cahaya langsung kembali pada sumbernya, dan akan menerangi obyek dalam bayangan, seperti yang terlihat dalam foto-foto misi Apollo. Astronot dalam bayangan dari modul pendaratan masih terlihat, dan pakaian mereka terlihat dengan baik sebab diterangi oleh cahaya yang dipantulkan dari permukaan bulan. Beberapa orang telah menggunakan ini sebagai "bukti" bahwa pendaratan di Bulan sebenarnya difilmkan di panggung suara di bawah lampu buatan, namun pada kenyataannya itu semua karena cahaya yang dipantulkan.

Jadi meskipun udara tidak menghamburan sinar matahari di Bulan, masih ada refleksi cahaya yang cukup untuk menyelinap ke dalam bayangan, tapi tidak banyak. (Adi Saputro/astronomi.us) 

Monday, March 5, 2012

Bulan Planet Saturnus Juga Memiliki Cincin

Bulan milik Saturnus Anthe (atas) dan Methone (bawah)
yang dikelilingi cincin parsial berbentuk
seperti busur panah. Image Credit: NASA
Cincin ternyata tak hanya menghiasi Planet Saturnus saja. Foto-foto terakhir yang dikirimkan wahana ruang angkasa Cassini menunjukkan bahwa cincin parsial juga mengelilingi bulan-bulannya.

Cassini mendeteksi cincin pertama di salah satu bulan yang bernama Anthe. Cincin kedua juga terekam di bulan lainnya bernama Methone. Kedua objek termasuk bulan Saturnus yang berukuran kecil.

Tidak seperti cinin planet Saturnus yang halus, lebar, dan membentuk lingkaran penuh, cincin parsial kasar, renggang, dan hanya membentuk lengkungan seperti busur panah. Cincin parsial tersusun dari serpihan-serpihan batu meteor yang mungkin menabrak permukaan bulan tersebut.

Nick Cooper, salah satu ilmuwan dari Universitas Queen Mary London yang terlibat dalam tim pengolah citra Cassini yakin cincin parsial terbentuk karena pengaruh gravitasi objek lainnya di sekitar kedua bulan tersebut. Sebab, Anthe dan Methone berada dekat Mimas, bulan lainnya yang ukurannya lebih besar.

Ia mengatakan, foto-foto tersebut mmberikan informasi baru. Informasi tersebut akan membantu mengungkap interaksi antara bulan-bulan Saturnus dan cincinnya.(kompas.com, astronomi.us)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto