Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Monday, September 5, 2011

Indonesia Raih Medali di Olimpiade Astronomi

Tim Indonesia berhasil meraih medali dalam ajang International Olympiad on Astronomy and Astrophysics (IOAA) ke 5 yang berlangsung 25 Agustus hingga 4 September di Polandia. Sebanyak 134 siswa dari 26 negara yang ikut serta dalam ajang ini berhasil disisihkan.

 Adapun, sesuai siaran pers yang diterima Kompas.com, medali yang berhasil diraih adalah 2 medali perak dan 1 medali perunggu. Peraih medali perak adalah Raymond Djajalaksana, pelajar SMA Ipeka Sunter dan Ko Matias Adrian Kosasih, pelajar SMA Negeri 5 Bekasi. Sementara periah medali perunggu adalah Muhamad Wildan Ghifari dari SMA Semesta Semarang.

 Dengan kemenangan ini, maka 3 dari 5 peserta yang dikirim oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) berhasil membawa oleh-oleh membanggakan bagi bangsa. Dua peserta lain yang ikut serta adalah Miftahul Hilmi dari SMA Negeri 1 Gresik dan James Lim dari SMAK Petra Surabaya.

 IOAA adalah ajang kompetisi dalam bidang astronomi dan astrofisika bagi pelajar sekolah menengah. Ajang yang berhasil digelar tahun ini adalah prakarsa pemerintah Provinsi Silesia Polandia dan didukung oleh Kementerian Pendidikan Polandia.

 Seluruh ronde perlombaan tahun ini dijalani di Planetarium Silesia. Selama mengikuti kompetisi ini, peserta Indonesia didampingi oleh Team Leader yang terdiri dari Dr Hakim L Malasan dan Mohammad Ikbal Arifyanto dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan Rizal Alfian S.Kom M.Si dari Direktorat Pembinaan SMA Kemdiknas.

 Peserta menginap di kota Katowice dan Team Leader di kota Krakow. Keduanya memiliki agenda masing-masing selama lomba. Selain kebanggaan karena meraih medali, Indonesia juga bisa berbangga sebab Dr Chatief Kunjaya terpilih sebagai Presiden IOAA untuk periode 2012 - 2016.

 Dr Chatief terpilih secara mutlak, 47 suara, dalam acara Agenda Pemilihan Presiden dan Sekertaris Jenderal IOAA. Dengan terpilihnya Dr Chatief Kunjaya, Indonesia bisa semakin berharap agar astronomi lebih maju. Peserta dan Team Leader akan kembali ke tanah air Senin (5/9/2011) malam besok.

 Kemenangan kali ini bisa menjadi motivasi untuk kembali berjaya di IOAA 6 yang akan berlangsung di Rio de Janeiro, Agustus, tahun depan. (Sumber: kompas.com)

Astronom Eropa Temukan Bintang Terlarang SDSS J102915+172927

Tim astronom Eropa berhasil menemukan sebuah bintang terlarang dengan Very Large Telescope (VLT) European Southern Observatory. Credit: physorg.com
Tim astronom Eropa berhasil menemukan sebuah bintang terlarang dengan Very Large Telescope (VLT) European Southern Observatory. Bintang itu bernama SDSS J102915+172927, terletak di Konstelasi Leo, bermassa lebih rendah namun lebih tua 13 tahun dibandingkan dengan Matahari.

 Penemuan ini dipublikasikan di jurnal Nature, Kamis (1/9/2011) lalu. Astronom mengatakan bahwa SDSS J102915+172927 adalah bintang terlarang karena berdasarkan komposisinya, hampir seluruhnya terdiri dari elemen hidrogen dan helium, minim unsur logam lain yang lebih berat.

 "Teori yang diterima secara luas memprediksikan bahwa bintang semacam ini, dengan massa rendah dan minim logam, tidak seharusnya ada karena awan materi yang membentuknya tidak bisa terkondensasi," kata Elisabetta Caffau dari Zentrum fur Astronomie der Universitat Heidelberg, Jerman.

 "Bintang ini sangat redup, sangat miskin logam, kita hanya bisa melihat tanda adanya satu unsur yang lebih berat dari helium, yakni kalsium, pada observasi pertama," tambah Piercarlo Bonifacio dari Observatoire de Paris, seperti dikutip Physorg, Rabu (31/8/2011) lalu.

 Komposisi bintang diukur dengan X-shooter dan instrumen UVES pada VLT. Teknik ini memungkinkan ilmuwan untuk melihat kelimpahan beragam unsur kimia pada bintang.

 Berdasarkan analisis, kandungan logam pada bintang terlarang ini 20.000 kali lebih kecil dari Matahari. Ilmuwan lain yang terlibat studi, Lorenzo Monaco, mengatakan, "bintang yang kita pelajari sangat miskin logam, artinya ini sangat primitif. Bintang ini mungkin menjadi salah satu bintang tertua yang pernah ditemukan."

 Para kosmolog mempercayai, hidrogen dan helium terbentuk sesaat setelah big bang. Pada saat yang hampir bersamaan, unsur Lithium juga terbentuk. Sementara, unsur logam lain terbentuk dalam waktu jauh lebih lama setelah big bang. Ledakan supernova menyebarkan material pembentuk bintang ke interstellar medium, membuatnya kaya akan logam.

 Bintang baru terbentuk dari medium ini dan memiliki kandungan logam lebih banyak dari bintang sebelumnya. Jadi, proporsi logam di suatu bintang bisa memberi petunjuk usianya. Satu lagi keunikan SDSS J102915+172927 adalah kandungan lithiumnya.

 Berdasarkan teori, seharusnya jumlah lithium banyak sebab unsur ini terbentuk segera setelah big bang. Namun, ternyata jumlah lithium yang ada pada bintang ini 50 kali lebih rendah dari yang seharusnya. "Masih merupakan misteri mengapa lithium yang terbentuk segera setelah big bang seperti dihancurkan pada bintang ini," tambah Bonifacio.

 Caffau yang juga dari Observatoire de Paris, Perancis mengatakan, "Sangat mengejutkan bisa menemukan, untuk pertama kalinya, bintang pada "zona terlarang". Ini berarti bahwa kita mungkin harus melihat lagi beberapa model pembentukan bintang." (Sumber: kompas.com)

Astronom Ungkap Masa Lalu Planet Mars


Planet Mars, 2 miliar tahun yang lalu kemungkinan
punya samudera dingin membeku. Credit: universetoday.com
Banyak ilmuwan memperkirakan bahwa Mars, planet yang saat ini dingin dan sangat kering, dulunya memiliki samudera yang penuh air di permukaannya. Namun demikian, bukan berarti planet tersebut sebelumnya merupakan kawasan tropik.

Dari laporan yang dipublikasikan di jurnal Nature Geoscience, astrobiolog Alberto Fairyn dan rekan-rekannya dari SETI Institute and NASA Ames Research Center menyebutkan bahwa Mars lebih buruk dari perkiraan.

Absennya phyllosilicate di kawasan dataran rendah di bagian utara planet Mars mengindikasikan bahwa samudera yang pernah ada di sana merupakan samudera dingin, dan kemungkinan berbatasan dengan gletser yang membeku.

Dikutip dari Universe Today, 4 September 2011, phyllosilicate atau lapisan silicate merupakan kelompok mineral yang penting, termasuk mica, chlorite, serpentine, talc, dan mineral lumpur. Di planet Bumi, zat tersebut umumnya ditemukan di sedimen bebatuan yang terbentuk akibat adanya laut.

Meski di kawasan utara tidak dijumpai, lewat spectrometer yang dipasang di pesawat ruang angkasa, mineral itu sendiri ditemukan di kawasan khatulistiwa planet Mars.

Tertarik dengan jauhnya perbedaan mineral yang ditemukan di Mars, Fairyn dan timnya melakukan studi lebih lanjut. Menggunakan model geokimia dan klimatik baru, disimpulkan bahwa samudera di kawasan utara planet itu kemungkinan nyaris beku, dengan sebagian besar di antaranya diselimuti es.

Studi yang dilakukan oleh Fairyn dan rekan-rekannya berbeda, namun lebih tepatnya, menggabungkan dua teori sebelumnya seputar masa lalu planet Mars. Teori pertama, planet itu dingin namun kering dan hadirnya air di planet Mars hanya sesaat, tepatnya di kawasan khatulistiwa.

Teori kedua, planet itu pernah memiliki iklim hangat dan basah serta memiliki sungai, danau, dan laut selama periode yang cukup panjang. Namun, temuan baru ini menunjukkan bahwa Mars dahulu kala dingin, namun memiliki samudera yang serupa dengan kutub utara Bumi.

Fairyn menyebutkan, penelitian lebih lanjut sedang dipersiapkan, termasuk menjalankan tes menggunakan model temperatur yang lebih rendah serta mencari kawasan pesisir yang kemungkinan terkena dampak adanya gunung es.

Langkah ini memang akan sangat sulit karena sebagian besar bukti dipastikan terkubur oleh sedimen baru dan muntahan volkanik. Namun demikian, Fairyn yakin bahwa model yang ia buat akan mampu menuntaskan perdebatan panjang seputar sejarah planet merah itu. (Sumber: vivanews.com)

Sunday, September 4, 2011

Restoran Pizza Akan Dibangun di Bulan


Pizza. Credit: q-bonk.com


Restoran pizza terkemuka, Domino Pizza, berencana membangun restoran pizza pertama di Bulan. Ini adalah upaya Domino Pizza Jepang untuk meningkatkan publikasi tentang restorannya, mengalahkan restoran pizza rivalnya.

Sebelumnya, Pizza Hut, salah satu saingan berat Domino, berhasil mengirim pizza ke International Space Station (ISS) pada tahun 2001.

Untuk mewujudkan mimpi membangun restoran pizza di Bulan, Domino Pizza didukung oleh Maeda Corporation. Nantinya, restoran pizza di Bulan akan dibangun dengan bentuk kubah dan berbahan baja. Untuk menekan biaya, baja akan direkayasa dari mineral yang ada di Bulan.

Pihak Domino Pizza memperkirakan, pembangunan restoran pizza di Bulan itu akan menelan dana kurang lebih Rp 185 triliun. Dari jumlah dana tersebut, Rp 62 triliun di antaranya akan dihabiskan untuk 70 ton material dan peralatan pembuat pizza dengan 15 roket.

Restoran yang berbentuk kubah itu akan memiliki dua lantai dan berdiameter 26 meter. Bagian basement akan dibangun sebagai dapur untuk mempersiapkan pizza bagi konsumen. Para staf diharuskan tinggal di dalam restoran kubah tersebut.

Tomohide Matsunaga, juru bicara Domino mengatakan pada Daily Telegraph, Kamis (1/9/2011), "Kami telah memikirkan ide ini sejak tahun lalu, walau kami belum bisa memastikan kapan restoran akan dibuka."

Ketika dibuka nanti, Domino juga akan melayani layanan antar. Matsunaga juga mengatakan, rencana pembuatan pizza ini juga upaya antisipasi masa depan, di mana astronot maupun kalangan umum bisa tinggal di Bulan. Rencana indah ini mungkin belum bisa terwujud dalam waktu dekat sebab penerbangan ke Bulan untuk umum dan kemungkinan manusia hidup di Bulan dalam waktu lama saja masih diteliti. (Sumber: kompas.com)

Saturday, September 3, 2011

Sampah Angkasa Makin Berbahaya

Sampah luar angkasa. Credit: smh.com.au
ISS beberapa kali harus bermanuver untuk menghindari tabrakan dengan sampah angkasa.

Para ahli di Amerika Serikat memperingatkan NASA bahwa jumlah sampah angkasa di orbit Bumi telah mencapai tahap membahayakan.

Laporan yang disiapkan Dewan Riset Nasional menyebutkan sampah itu bisa menyebabkan kebocoran di wahana antariksa atau menghancurkan satelit.

"Jumlah sampah yang mengorbit Bumi dinilai bisa saling bertabrakan, yang pada gilirannya akan menambah jumlah pecahan sampah. Ini semua menambah risiko kerusakan pada pesawat-pesawat antariksa," demikian kata laporan tersebut.

Upaya mengurangi jumlah sampah angkasa dalam beberapa tahun terakhir mengalami kemunduran akibat beberapa faktor.

Pada 2007, Cina melakukan uji coba senjata antisatelit dengan menghancurkan satelit yang tidak lama terpakai di angkasa.

Uji ini menghasilkan tak kurang dari 150.000 pecahan satelit dengan ukuran sekitar 1 cm.

Dua tahun kemudian, dua satelit, salah satunya masih aktif, bertabrakan di orbit dan menambah jumlah pecahan sampah di angkasa.

"Dua kejadian ini langsung menggandakan pecahan-pecahan kecil di orbit Bumi. Upaya pembersihan yang kami lakukan dalam 25 tahun terakhir menjadi sia-sia," kata Donald Kessler, salah satu ahli di Dewan Riset Nasional.

Stasiun ruang angkasa internasional (ISS), yang mengorbit Bumi dengan kecepatan 28.164 km/jam, kadang juga harus melakukan manuver untuk menghindari tabrakan dengan sampah-sampah angkasa.

Juni lalu, beberapa pecahan nyaris menabrak ISS, bahkan sempat membuat enam awaknya memasuki kapsul penyelamat dan menyiapkan evakuasi ke Bumi.

"Situasinya sungguh kritis," kata Kessler yang juga mantan ilmuwan NASA tersebut.

Dewan Riset Nasional menyerukan penyusunan peraturan internasional untuk membatasi sampah angkasa.

Lembaga ini juga meminta lebih banyak penelitian untuk mencari cara yang efektif membersihkan angkasa dari sampah. [BBC, inilah.com]

Alien, Kawan atau Musuh Manusia?

Ilustrasi ALien. Credit: bloggers.com
Semua orang berharap alien yang mendarat di Bumi akan seperti ET yang ramah. Dalam pertaruhan terbaru, para ilmuwan yakin alien akan membersihkan gas rumah kaca di Bumi.

Para ilmuwan beranggapan, alien yang sadar pada lingkungan merasa terganggu oleh emisi umat manusia yang dapat menghancurkan planet huniannya sendiri. Saat dipelajari dari jauh, perubahan pada atmosfer Bumi bisa membuat manusia mendapat label sebagai peradaban yang tumbuh di luar kendali.

Alien sampai pada kesimpulannya dan bisa jadi meluncurkan serangan gerilya guna melindungi ancaman yang mengancam cara mereka hidup. Namun, hal ini hanya sekadar satu dari banyak kemungkinan.

Selain itu, para ilmuwan juga mempertimbangkan hasil lain yang tak diundang, seperti alien yang lebih agresif yang bisa memakan atau memperbudak manusia atau mungkin alien merupakan jenis industrial yang ingin meningkatkan infrastruktur teknologi mereka sendiri dan menjarah manusia.

Kepala peneliti Shawn Domagal-Goldman beserta timnya mengumpulkan satu daftar situasi hipotetik guna membantu manusia jika manusia akan melakukan kontak dengan bentuk kehidupan lain.

Laporan yang merupakan upaya gabungan antara NASA dan Pennsylvania State University ini menjawab pertanyaan “Apakah kontak dengan alien itu menguntungkan atau malah membahayakan umat manusia?”.

Memberi hasil yang menguntungkan, netral dan membahayakan, laporan tersebut dirancang guna menyiapkan umat manusia atas kemungkinan alien yang mendekati planet hunian manusia ini.

Dalam skenario kasus terbaik yang diajukan, para ilmuwan mengklaim, manusia bisa bertukar informasi guna mengatasi kelaparan, kemiskinan serta penyakit. Skenario alternatif bisa melihat kemenangan manusia atas kekuatan asing dan mempelajari teknologi mereka.

Laporan tersebut mengatakan, “Dalam skenario ini, keuntungan manusia tak hanya dari kemenangan moral utama setelah mengalahkan saingan menakutkan namun juga dari kesempatan untuk ‘menangkap’ teknisi teknologi cerdas luar angkasa (ETI)”.

Dalam kategori netral, hal ini menunjukkan manusia bisa merasa acuh tak acuh pada tiap alien penjajah karena komunikasi yang berguna tak mungkin dilakukan. Bahkan ada kemungkinan, alien terlalu birokratis dan membosankan bagi manusia untuk bergabung dengan ‘Klub Galaksi’.

Misalnya seperti pada situasi di film ‘District 9’ di mana alien dimasukkan ke dalam sebuah kamp pengungsi di Afrika Selatan. Bahkan, saat di kamp pengungsi, alien bisa menjadi gangguan bagi penghuni bumi.

Hasil yang paling berbahaya juga ditunjukkan dalam naskah film Hollywood apokaliptik, yakni pada film bergaya serangan ‘Independence Day,’ penghancuran Bumi tak disengaja atau penyakit yang memusnahkan seluruh populasi manusia.

Saran yang ada pada film itu guna membantu kelangsungan hidup manusia melawan kejadian tersebut meliputi, pengeluaran peringatan pada siaran yang mungkin bisa membantu alien mempelajari materi pembangun biologis kita.

Bagian pertama kontak manusia seharusnya dibatasi untuk memperhitungkan ‘hingga manusia memiliki ide yang lebih baik dari jenis ETI yang sedang dihadapi’. Laporan tersebut menambahkan, “Sebuah serangan gerilya (alien) akan sangat mungkin terjadi dalam fase awal ekspansi manusia karena peradaban bisa menjadi makin sulit dihancurkan karena terus berkembang”.

Umat manusia mungkin akan memasuki periode di mana ekspansi perabadan cepatnya dapat dideteksi ETI karena ekspansi manusia mengubah komposisi atmoster Bumi melalui emisi gas rumah kaca.

“Skenario ini memberi manusia alasan untuk membatasi pertumbuhan dan mengurangi dampak pada ekosistem global. Hal ini akan sangat penting bagi manusia guna membatasi emisi gas rumah kaca karena komposisi atmosfer bisa diteliri dari planet lain”. (Sumber: inilah.com)

Tuesday, August 30, 2011

Kisah Penemuan Xena, "Planet" Kontroversial

Xena dan objek lainnya di Sabuk Kuiper. Credit: basistik.blogspot.com
SUDAH lebih dari 24 kali purnama, Michael E. Brown menyimpan rahasia. Selama dua tahun, pemburu planet itu tutup mulut. Tiba-tiba sebuah pesan masuk ke komputernya. Pengirimnya adalah seorang hacker yang membobol situs yang memuat database penting temuannya. Isinya ultimatum pendek: umumkan temuan itu atau sang hacker bakal berbuat onar.

Ancaman yang masuk tadi menyengat Brown. Profesor astronomi di Institut Teknologi California, Amerika Serikat, itu pun tergopoh-gopoh mengontak koleganya, David Rabinowitz dari Universitas Yale dan Chad Trujillo dari Observatorium Gemini. Dengan terburu-buru Brown berkata, "Kita harus segera mengumumkannya ke publik, sebelum mereka melakukannya lebih dulu."

Jadilah Jumat petang akhir bulan lalu, Brown dengan persiapan seadanya menggelar telekonferensi di hadapan para wartawan. "Kami menemukan planet kesepuluh dalam sistem tata surya," ujarnya dengan penuh keyakinan. Sang planet itu letaknya ada pinggiran tata surya kita. Ukurannya lebih kecil daripada bulan, tapi lebih besar daripada Pluto.

Brown dan Trujilo pertama kali memotret planet baru itu menggunakan Teleskop Samuel Oschin 1,2 m milik Observatorium Palomar, di luar Kota San Diego, California, pada 31 Oktober 2003. Sebagai pemburu planet sejati, Brown dan timnya sebenarnya tidak mau tergesa-gesa mengumumkan hasil temuan planet itu, sebelum benar-benar memahami sifat-sifatnya. Apalagi letak planet ini sangat jauh-yakni 97 kali jarak matahari dengan bumi-sehingga sulit dideteksi.

Baru pada 8 Januari lalu obyek yang sama ditemukan melintas lagi. Sejak itu, berbekal dana dari lembaga antariksa negaranya, NASA, Brown dan kawan-kawannya mencoba memastikan ukuran dan gerak orbitnya. Hingga datang sebuah ancaman dari seorang hacker tadi, agar segera mengumumkan data temuannya.

Ukuran sang planet diperkirakan satu sampai dua kali lipat dari Pluto. Ukuran itu membuat planet ini menjadi obyek terbesar yang pernah ditemukan dalam sistem tata surya sejak penemuan Neptunus pada 1846.

Untuk sementara planet baru ini diberi nama 2003 UB313, sesuai dengan aturan baku astronomi. Brown berharap, planet ini kelak akan bernama Xena, putri yang jago pedang dan pintar berkelahi dalam mitos Yunani.

Xena ditemukan mengelilingi matahari dengan kemiringan 45 derajat terhadap bidang orbit planet-planet lainnya. Itulah sebabnya obyek ini seakan-akan tersembunyi. "Selama ini tidak ada yang mencarinya ke arah sana," kata Brown. Dia berada di Sabuk Kuiper. Ini adalah sabuk yang tersusun dari ribuan obyek mirip batuan asteroid. Konon, ribuan batuan itu adalah sisa dari proses pembentukan tata surya beribu-ribu tahun yang lalu. Di sabuk yang biasanya ditemukan komet inilah Planet Xena dan Pluto berada.

Temuan planet kesepuluh ini membuat geger dunia astronomi. Sebagian mendukung Brown, yang lainnya terang-terangan menolak. Penolakan para astronom itu persis sama dengan dulu ketika para ilmuwan menggugat Planet Pluto yang ditemukan Clyde Tombaugh pada 1930.

Xena digugat karena dia dianggap terlalu mini untuk disebut planet. "Dia tak pantas disebut planet," kata Alan Boss, pakar teori pembentukan planet di Carnegie Institution of Washington. Dibandingkan dengan delapan planet lainnya-Merkurius, Venus, Bumi, sampai Neptunus, Xena memang tak ada apa-apanya. Ukurannya cuma segede rembulan. "Temuan Brown memang temuan besar," kata Boss, tapi Xena lebih tepat dikenal sebagai planet Sabuk Kuiper."

Brian Marsden dari Minor Planet Center sependapat dengan Boss. Menurut dia, benda-benda angkasa seukuran Pluto di Sabuk Kuiper teramat banyak. Bahkan saat ini para astronom sudah hampir menemukan seribu obyek di sabuk ini. Sebagian besar ukuran obyek itu separuh dari ukuran Pluto. Tahun lalu, misalnya, Brown dan timnya juga menemukan Sedna, yang berukuran sekitar tiga perempat Pluto.

Dalam pandangan Boss, bila Xena dan Pluto dianggap planet, konsekuensinya ribuan benda lain yang ada di Sabuk Kuiper juga harus disebut planet. Jadi, "Saya tidak akan menyebut Xena sebagai planet kesepuluh," kata Marsden.

Tapi Brown berkukuh pada argumennya. "Ini jelas-jelas lebih besar daripada Pluto, karena itu saya akan tetap mengatakannya sebagai planet kesepuluh," katanya.

Sohib Brown, Trujilo, juga menegaskan bahwa permukaan Xena yang kaya metana membedakan dia dengan obyek batuan umumnya di Sabuk Kuiper. "Selama ini belum ada yang mendeteksi metana pada obyek Sabuk Kuiper selain pada Pluto dan Triton (bulan Neptunus)," tutur dia.

Definisi planet saat ini memang masih banyak diperdebatkan. Para pakar astronom hingga kini tidak memiliki sebuah definisi yang pasti tentang planet. International Astronomical Union (IAU), yang bertanggung jawab untuk pemberian nama (nomenklatur) segala sesuatu yang terdapat di luar angkasa, telah berupaya merumuskan definisi itu sejak 1999. Tapi nihil. Sebuah komite kerja yang dibentuk khusus untuk memberikan rekomendasi itu malah sempat macet selama enam bulan terakhir.

Temuan Brown memaksa mereka kembali ke meja tugasnya. "Sepanjang akhir pekan ini, para anggota komite jadi rajin bertukar surat elektronik," ujar Alan Stern dari Southwest Research Institute, anggota komite. Dia menambahkan, kelak bila sudah ada kesepakatan, rekomendasi definisi itu masih harus divoting di Sidang Majelis Umum IAU untuk membuatnya resmi. Jadwal sidang terdekat baru akan diselenggarakan di Praha, Republik Chek, pada Agustus 2006.

Wuragil (Space, Guardian, BBC, Gemini)

Mirip Pluto

Michael Brown dan timnya menyebut Xena atau 2003 UB313 sangat mirip dengan Pluto. Mereka sama-sama ditemukan di Sabuk Kuiper. Permukaan keduanya juga sama-sama kaya es metana. Xena adalah planet terjauh. Jaraknya 97 AU (satuan jarak matahari-bumi). Karena jauhnya, satu tahun di Xena itu setara dengan 560 tahun di bumi. Ini karena tahun dihitung dari lamanya sebuah planet mengelilingi matahari. (Sumber: tempointeraktif.com)

Studi: Bulan Bantu Stabilkan Planet

Ilustrasi. Credit: NASA
WASHINGTON - Simulasi komputer menunjukkan bahwa sekira 10 persen dari planet-planet memiliki bulan berukuran besar, yang membantu untuk menstabilkan kemiringan planet, demikian ungkap sebuah laporan terbaru.

Seperti yang dikutip dari Scientific American, Senin (27/6/2011), Bulan berfungsi sebagai penyeimbang Bumi. Apabila bulan tidak ada, mungkin posisi Bumi akan goyah. Selain itu, bulan juga berfungsi sebagai alat untuk menstabilkan iklim di Bumi.

Menurut para peneliti, bulan terbentuk dari puing-puing reruntuhan Mars yang mengitari Bumi ketika masih berusia muda. Planet-planet lain di Tata Surya yang tidak memiliki bulan adalah Venue juga Merkurius.

Sekelompok tim peneliti mensimulasikan formasi dari ratusan planet, dan mereka menemukan bahwa hampir separuh darinya memiliki latar belakang yang sama dalam memiliki bulan. Hampir sekira 10 persen dari planet-planet tersebut memiliki bulan besar, jika dibandingkan dengan bulan milik Bumi.

Hasil penelitian ini menyatakan bahwa jika planet seperti Bumi ada cukup banyak jumlahnya, maka mereka akan mendapat keuntungan yang sama, seperti sebagai penyeimbang iklim dan posisi planet.

Penelitian berjudul 'How Common Are Earth-Moon Planetary Systems?' ini dipublikasikan dalam jurnal sains Icarus. (Sumber: okezone.com)


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto