Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Tuesday, August 23, 2011

VIDEO: Perang UFO Terekam Kamera?

Ilustrasi perang luar angkasa. Credit: reshade.com
Dalam video yang ditampilkan, UFO tidak berbentuk seperti piring terbang. UFO tampak seperti titik cahaya di langit malam. Titik itu memang bergerak cepat dengan arah yang berubah-ubah sebelum menghilang. Tetapi, Robert Sheaffer, penyelidik UFO dari Committee for Skeptical Inquiry, mengatakan titik itu bukan hal luar biasa. "Objek itu hanyalah artefak yang muncul akibat alat yang digunakan Grimsley untuk mencari UFO," katanya.



Grimsley menggunakan binokular dengan fitur penglihatan malam hari (night vision). "Fitur itu beresolusi rendah agar memiliki sensitivitas tinggi. Objek yang sangat terang berubah menjadi titik cahaya tak pedulu ukuran asli objek tersebut," Sheaffer menjelaskan. Penyidik UFO itu kemudian menambahkan, objek yang direkam bisa jadi burung atau kelelawar, atau satelit. Sheaffer juga menuduh, "Mereka tidak mengerti cara kerja alat tersebut. Mereka juga tidak mengerti apa yang mereka lihat."

Hal lain yang meragukan adalah tidak ada orang lain--entah astronom, entah staf maskapai penerbangan--yang melaporkan hal serupa. Selain itu, entah kebetulan, entah tidak, Grimsley memperoleh uang dari penjualan binokular berfitur penglihatan malam hari yang disebut bisa dipakai untuk melihat perang UFO ala Star Wars itu. Ia menjual berbagai model dengan harga antara US$1,800 hingga US$3,200. Grimsley juga menawarkan DVD UFO dengan harga US$24.95. Uang yang diperolehnya digunakan untuk beberapa proyek, termasuk pengembangan mesin kendaraan yang dapat menempuh 160 kilommeter dengan segalon air. (Sumber: LiveScience, Life's Little Mysteries)

Sumber: nationalgeographic.co.id

VIDEO: Pemandangan Galaksi Bima Sakti Saat Badai Pasir di Canary ISlands

Galaksi Bima Sakti. Credit: howstuffworks.com
Bagaimana langit terlihat saat badai pasir? Hasil rekaman fotografer Terje Sorgjerd menunjukkan bahwa langit sangat mengagumkan saat badai pasir. Ini videonya.



Sorgjerd merekam video pada saat berada di El Teide, Canary Islands. Awalnya ia berencana membuat foto galaksi Bima Sakti dari gunun tertinggi di Spanyol. Di tengah malam, badai pasir yang datang dari gurun Sahara melanda daerah tersebut.

"Saya nyaris tak dapat melihat langit," Sorjerd bercerita. "Saya yakin gambar yang terekam kamera berantakan." Akan tetapi, prediksinya salah. Badai membuat efek yang sangat mengagumkan, seperti awan berwarna emas di latar belakang. (Sumber: NewsScientist)

Sumber: nationalgeographic.co.id

Peneliti Temukan Cara Baru Ukur Usia Planet

Wikimedia Commons
Peneliti punya teknik baru untuk memperkirakan umur sebuah planet. Upaya ini merupakan bagian mencari planet yang dapat dihuni manusia.

Astronom Soren Meibom dari Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics memimpin sebuah tim yang menentukan kecepatan rotasi sebuah bintang. Dari kecepatan rotasi tersebut, mereka bisa mengukur usia bintang. Dari usia bintang, ilmuwan bisa menerka usia planet yang mengelilinginya.

"Bintang dan planetnya memiliki usia yang sama. Dengan menentukan usia bintang, kita bisa tahu usia planet-planetnya," demikian jelas Meibom kepada American Astronomical Society pada saat sebuah pertemuan di Boston hari Minggu lalu.

Bintang yang muda, menurut pengamatan Meibom dan timnya, berputar lebih cepat. Bintang-bintang muda juga lebih berbintik yang menyebabkan variasi tingkat keterangan saat berputar. Sementara itu, bintang yang lebih tua berputar lebih lambat dan memiliki bintik yang lebih kecil.

Peneliti menggunakan teleskop Kepler Space milik NASA untuk mengetahui kecepatan rotasi beberapa bintang, termasuk bintang berumur 1 miliar tahun, 2,5 miliar tahun, bahkan 9 miliar tahun.

Salah satu faktor yang diperhatikan dalam menemukan planet yang dapat dihuni adalah usia planet, di samping ukuran dan lokasi. Dari hasil studi, "Jika sebuah bintang dan planetnya berumur sekitar 1 miliar tahun, maka planet hanya dapat menampung kehidupan mikroba primitif," kata Meibom. (Sumber: Discovery News)

Sumber: nationalgeographic.co.id

Inilah yang Dilihat Astronot di Luar Angkasa

inthegreencircle.blogspot.com
Ilmuwan NASA Dr. Justin Wilkinson membuat video yang menampilkan foto-foto terbaik yang diambil oleh para penjelajah angkasa selama bertahun-tahun. Ini videonya yang berjudul "What Astronaut's Camera Sees."

Dalam narasinya, Dr. Wilkinson menegaskan bahwa bukit pasir di Gurun Namib merupakan pemandangan paling indah yang terlihat dari orbit para astronot. Video juga menampilkan bukit pasir yang dikenal dengan nama Laut Pasir Oriental sebelum menampilkan kota Sisilia di Italia.



Salah satu gambar paling menarik adalah gambar "mata" hurikan. "Astronot mengambil banyak foto seperti ini. Kami punya foto dengan detail," kata Dr. Wilkinson yang bekerja dengan kru di Johnson Space Center milik NASA di Houston. (Sumber: Mail Online)

Sumber: nationalgeographic.co.id

FOTO: Rhea dan Titan, Bulan Planet Saturnus

Dua bulan milik Saturnus, Rhea (depan), Titan (belakang). Credit: NASA/JPL/Space Science Institute
Pemandangan yang indah ini menampilkan dua bulan milik Saturnus, Titan (belakang) dan Rhea. Gambar diambil pada 16 Juni oleh pengorbit Cassini milik NASA.

Rhea, yang tampak seperti batu berwarna abu-abu, memiliki kawah dan es. Bulan itu memiliki diameter 1.529 kilometer. Sementara di latar belakang dan berwarna kuning adalah Titan, satelit alami terbesar kedua, dengan diameter 5.150 kilometer.

Meskipun ukuran dan komposisinya berbeda, keduanya berpotensi mengandung bahan kimia yang rumit dan memiliki tanda-tanda kehidupan. Rhea memiliki atmosfer yang kaya oksigen yang tercipta akibat pemisahan molekul air oleh partikel yang dilontarkan medan magnet Saturnus.

Sementara itu Titan memiliki danau dan sungai yang mengandugn cairan metana dan etana. Titan juga memiliki atmosfer hidrokarbon dan diperkirakan memiliki lautan di bawah permukaannya. Titan adalah salah satu benda angkasa yang dianggap paling mungkin untuk mendukung kehidupan. (Sumber: Wired)

Sumber: nationalgeographic.co.id

Suara Badai di Planet Saturnus

Badai di planet Saturnus. Credit: NASA/JPL-Caltech/Space Science Institute
Pesawat antariksa Cassini merekam badai yang terjadi di Saturnus pada 15 Maret 2011 dalam bentuk gelombang radio dan mengirimkan audio dari kejadian tersebut.

Klik di sini untuk mendengarkan suara badai di Saturnus.

Peralatan pada Cassini merekam petir dengan jumlah 10 petir per detik, terlalu banyak bagi peralatan pada pesawat untuk memisahkan sinyalnya secara individu. Tim kemudian membuat audio berdasarkan gelombang radio yang diambil pada 15 Maret--saat itu badai agak tenang.

Badai cukup besar untuk dapat disaksikan dari Bumi menggunakan teleskop. Badai ini pertama kali didapati oleh astronom pada awal Desember. Badai berkembang hingga 2.500 kilometer pada hari pertama dan melebar hingga 17.000 kilometer pada tiga minggu kemudian. Ekor badai terbesar yang pernah terekam dengan detail ini meluas menutupi seluruh planet.

Badai seperti ini muncul sekali setiap 30 tahun dan dikenal dengan nama "Great White Spots." (Sumber: Wired)

Sumber: nationalgeographic.co.id

VIDEO: Uji Pendaratan Pesawat Antariksa

NASA/Sean Smith
NASA telah selesai membuat kolam berisi jutaan galon air untuk menguji "pendaratan" generasi terbaru pesawat antariksa berawak. Pesawat generasi baru tidak mendarat di tanah, tapi akan jatuh di laut, seperti Apollo, Mercury, dan Gemini.



Pesawat bernama Orion yang memiliki berat lebih dari 10 ribu kilogram tersebut diletakkan di sebuah kerangka peluncuran dan dijatuhkan ke dalam kolam. Dalam video, pesawat masuk ke air dengan kecepatan 38,6 kilometer per jam. Uji ini bertujuan untuk memaksimalkan ketahanan kapsul Orion terhadap benturan dengan air. NASA berencana melakukan pengujian dengan kecepatan yang lebih tinggi. (Sumber: Popsci)

Sumber: nationalgeographic.co.id

Benarkah Kehidupan Hanya Ada di Bumi ?

Jakarta – Ilmuwan mulai mencari intelijensia alien (SETI), dengan asumsi adanya kehidupan di luar sana. Namun, analisa terbaru nampaknya akan membuyarkan optimisme ini.

Guna menghitung kemungkinan terjadinya kontak radio dengan makhluk luar angkasa, para ilmuwan SETI menggunakan apa yang dikenal sebagai Persamaan Drake.Teori ini diformulasikan pada 1960 oleh Frank Drake dari SETI Institute di California.

Persamaan ini memperkirakan jumlah transmisi radio peradaban di galaksi kita pada satu waktu dengan mengalikan senar faktor yang ada. Termasuk fraksi jumlah bintang, fraksi yang memiliki planet, faksi layak huni, kemungkinan munculnya kehidupan di planet itu, kemungkinan munculnya entitas cerdas dan sebagainya. Nilai-nilai dari hampir semua faktor ini sangat spekulatif.

Namun, Drake dan lainnya menghasilkan tebakan terbaik, dengan memperkirakan adanya sekitar 10 ribu peradaban canggih di galaksi yang saat ini sedang mengirim sinyal menggunakan cara manusia. Jumlah itulah yang membuat beberapa ilmuwan memprediksi manusia akan mendeteksi sinyal asing dalam dua dekade mendatang.

Optimisme mereka bergantung pada satu faktor tertentu. Dalam persamaan, kemungkinan munculnya kehidupan di planet layak huni (ada air, permukaan berbatu dan atmosfer), hampir selalu dianggap 100%. Sebagai penalaran, hukum-hukum dasar yang sama berlaku untuk seluruh alam semesta.

Karena hukum-hukum ini membahayakan asal-usul kehidupan di Bumi, kehidupan ini siap muncul di tempat lain. Ketika astrobiologis Rusia Andrei Finkelstein melakukan konferensi pers SETI baru-baru ini ia mengatakan, “Asal-usul kehidupan sama tak terelakkannya dengan pembentukan atom”.

Namun dalam makalah baru yang diterbitkan di arXiv.org, astrofisikawan David Spiegel di Princeton University dan fisikawan Edwin Turner di University of Tokyo berpendapat, pemikiran tersebut keliru. Menggunakan metode statistik yang disebut penalaran Bayesian, ilmuwan ini berpendapat, kehidupan di Bumi bisa menjadi sangat umum atau sangat jarang dan tak ada alasan memilih salah satu kesimpulan dari lainnya.

Melalui analisis baru ini, Spiegel dan Turner mengaku berhasil menghapus satu teori Persamaan Drake yang sangat diyakini ilmuwan dan menggantinya dengan tanda tanya besar. Disebutkan, meski benar kehidupan muncul dengan cepat di Bumi (dalam beberapa ratus juta tahun pertama planet), para peneliti menunjukkan, jika hal itu tak segera terjadi, tak akan ada cukup waktu bagi kehidupan cerdas (manusia) untuk berevolusi.

Pada dasarnya, teori di atas sangat bias. Butuh setidaknya 3,5 miliar tahun bagi kehidupan cerdas untuk berkembang di Bumi, dan satu-satunya alasan adanya kehidupan saat ini adalah adanya evolusi sejak awal. Keberuntungan ini sepenuhnya independen dari kemungkinan adanya kehidupan di planet layak huni lain.

“Meski kehidupan di planet ini dimulai, segera setelah Bumi bisa dihuni, fakta ini konsisten dengan kehidupan yang jarang terjadi di alam semesta,” ujar penulis. Dalam makalahnya, Spiegel dan Turner membuktikan pernyataan tersebut secara matematis. Hasilnya bukan berarti manusia sendirian. Namun, tak ada alasan sebaliknya.

“Penggila Bayesian yang terobsesi kehidupan di luar Bumi harus secara signifikan didorong pemunculan cepat kehidupan di awal Bumi, namun tak bisa sangat yakin atas dasar itu,” para penulis menyimpulkan. Keberadaan manusia sendiri menyiratkan mengenai seberapa banyak kehidupan lain muncul. Jika kehidupan muncul secara independen di Mars, maka ilmuwan akan berada dalam posisi yang lebih baik untuk menyatakan, bahwa asal-usul kehidupan tak bisa dihindarkan.


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto