Bagi Galileo Galilei, teleskop lensa berdiameter 3,7 centimeter dan panjang 18,5 centimeter sudah cukup sakti untuk mengguncang dunia. Teleskop mini tersebut membantu Galileo menemukan bintik hitam di permukaan Matahari, kawah di permukaan Bulan, hingga cincin Saturnus.
Empat abad kemudian, dunia penelitian langit berkembang pesat. Astronom semakin haus akan teknologi yang semakin canggih. Perhitungan astronomi tidak lagi dilakukan dengan menggurat persamaan matematika di kertas, namun menggunakan komputer super.
Pun kebutuhan akan teleskop kualitas wahid semakin tinggi, termasuk dari sisi ukuran. Semakin besar teleskop semakin banyak cahaya yang bisa dikumpulkan. Akibatnya peneliti langit dapat memperoleh infomasi yang semakin melimpah. Astronom tak lagi berharap pada teleskop Galileo melainkan pada teleskop canggih berukuran belasan meter hingga puluhan meter.
|
Galaksi Bima Sakti |
Untuk membangun teleskop besar, astronom harus mengubah material optik teleskop. Jika dahulu Galileo menggunakan lensa, astronom zaman sekarang harus menggunakan cermin.
Teleskop terbesar saat ini adalah Gran Telescopio Canarias milik bersama Spanyol, Meksiko, dan Amerika Serikat, terletak di Kepulauan Canary, barat laut benua Afrika. Teleskop ini berdiameter 10,8 meter atau 23 ribu kali lebih luas dari teleskop Galileo.
Namun Gran Telescopio Canarias dirasa belum cukup untuk menguak rahasia alam semesta. Kini, para ahli di beberapa negara sepakat membangun tiga teleskop besar yang bakal dinikmati dekade mendatang.
Pertama, teleskop Raksasa Magellan (Giant Magellan Telescope) merupakan teleskop pertama yang menembus ukuran puluhan meter. Teleskop ini disusun oleh tujuh cermin berbentuk lingkaran 8,4 meter membentuk sistem optik tunggal berukuran 24,5 meter.
Dengan optik berukuran besar, teleskop mampu menangkap detail 10 kali lebih baik dibandingkan teleskop luar angkasa Hubble. Tak heran jika teleskop ini akan dipakai untuk memotret planet ekstrasolar yang tersembunyi di dekat bintang induk yang terang. Teleskop ini juga bisa dimanfaatkan untuk mempelajari misteri materi gelap dan energi gelap yang muncul pada alam semesta muda.
Memang ukuran raksasa menjadi kerugian tersendiri. Cahaya yang sampai ke permukaan cermin Teleskop Magellan akan terganggu oleh turbulensi udara di sekitar teleskop.
Untuk mengatasi permasalahan ini, insinyur memasang instrumen optik adaptif yang mampu membentuk permukaan cermin mengikuti turbulensi udara di sekitarnya. Rumah penyimpanan teleskop berbentuk silinder setinggi 50 meter juga dirancang untuk mengurangi turbulensi udara.
Rencananya, Teleskop Magellan didirikan di Observatorium Las Campanas, Cile, dan diharapkan selesai dibangun pada tahun 2016. Dana pembangunan diperkirakan sebesar US$ 625 juta.
Kedua, teleskop Tiga Puluh Meter (Thirty Meter Telescope) akan dibangun dengan pendanaan dari konsorsium berbagai yayasan dan universitas. Sesuai namanya, teleskop ini direncanakan berukuran 30 meter.
Dalam rancangan awal, teleskop ini terdiri dari 492 cermin kecil. Guna membangun teleskop ini dibutuhkan dana US$ 1 miliar dan diperkirakan selesai sebelum akhir dekade.
Pada akhir Februari lalu, Teleskop Tiga Puluh Meter mendapat izin mendirikan bangunan di Mauna Kea, Hawaii. Sebelumnya, situs pengamatan Mauna Kea menjadi tempat berkumpulnya teleskop-teleskop besar dunia. Puncak gunung aktif di tengah Samudera Pasifik ini memang memiliki langit yang cerah sepanjang tahun karena terletak di ketinggian yang bebas gangguan awan.
Rumah teleskop dibuat berupa kubah. Bentuk telah jadi pilihan astronom untuk melindungi teleskop karena mudah mengendalikan gerakannya. Selain itu bentuk kubah membuat sirkulasi udara di dalam teleskop jadi lebih baik.
Dengan kemampuan teleskop menangkap detail 10 kali lebih baik dibandingkan teleskop luar angkasa Hubble, Teleskop Tiga Puluh Meter akan mempelajari proses pembentukan bintang di Galaksi Bima Sakti.
Ketiga, teleskop Ekstrem Besar Eropa (European Extremely Large Telescope). Teleskop cermin seharga US$ 1,2 miliar ini dibangun dengan diameter 42 meter dan bakal menjadi yang terbesar. Artinya, teleskop ini memiliki kemampuan mengumpulkan cahaya hampir 5000 kali lebih banyak dibandingkan teleskop terbesar di Indonesia, Zeiss, yang berada di Lembang, Jawa Barat.
Diperlukan 906 cermin segi enam berukuran 1,45 meter tebal 5 centimeter untuk menyusun teropong optik utama teleskop. Dengan memecah cermin menjadi segmen-segmen kecil, biaya pembangunan bisa dikurangi secara signifikan.
Namun keputusan membagi teleskop ke banyak segmen ini juga mengakibatkan insinyur harus membuat sistem optik kompleks yang bisa beradaptasi dengan turbulensi udara dan dapat dikendalikan oleh komputer berkecepatan tinggi.
Lokasi pembangunan Teleskop Ekstrem belum ditentukan. Namun beberapa negara kandidat sudah disebutkan yaitu Argentina, Cile, Maroko, dan Spanyol.
Negara-negara ini memiliki situs yang mendukung kebutuhan observasi astronomi yaitu hawa yang kering, malam cerah yang panjang, dan gangguan atmosfer yang rendah. Sebagai pelindung, dibuat rumah menyerupai kubah yang bisa dibelah ke samping kanan dan kiri teleskop.
Tujuan ilmiah yang hendak dicapai teleskop ini antara lain menemukan planet ekstrasolar batuan yang berada pada zona layak huni sehingga memungkinkan keberadaan kehidupan.
Teleskop Ekstrem juga mempelajari benda langit yang muncul saat alam semesta masih berusia muda karena mampu melihat cahaya yang sangat redup. Materi gelap dan energi gelap juga akan ditelisik teleskop ini berikut benda langit misterius seperti lubang hitam.
Empat abad setelah Bapak Astronomi Modern, julukan bagi Galilie, tiada, astronom terus membangun teleskop yang semakin besar. Mereka ingin lebih dalam menguak rahasia alam semesta yang tak terhingga.