Formulir Kontak

Name

Email *

Message *

Thursday, August 18, 2011

Observatorium Herschel Berhasil Menemukan Angin Perusak Galaksi

http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/05/11/110729_hembusan-angin-penyebab-rusaknya-galaksi_300_225.jpg

Observatorium infra merah luar angkasa Herschel milik European Space Agency (ESA) telah mendeteksi pergerakan angin yang terdiri dari molekul gas yang mengalir pergi dari galaksi.
Observatorium infra merah luar angkasa Herschel milik European Space Agency (ESA) telah mendeteksi pergerakan angin yang terdiri dari molekul gas yang mengalir pergi dari galaksi.

Angin yang sudah dipantau selama bertahun-tahun ini diduga memiliki kekuatan yang cukup untuk memusnahkan galaksi yang terdiri dari gas dan menghentikan pembentukan bintang sejak dini.

http://media.vivanews.com/thumbs2/2011/05/11/110729_hembusan-angin-penyebab-rusaknya-galaksi_300_225.jpg

Angin yang dideteksi Herschel tersebut sangat luar biasa. Sebagian bertiup sangat kencang, dengan kecepatan lebih dari 1.000 kilometer per detik. Angin ini 10 ribu kali lebih cepat dibandingkan dengan badai yang berhembus di Bumi.

�Ini kali pertama aliran gas molekular seperti itu bisa diamati dengan jelas dalam sebuah galaksi,� kata Echard Sturm, peneliti dari Max-Planck Institut, yang mengetuai penelitian, seperti dikutip dari Daily Galaxy.

Temuan ini, kata Sturm, merupakan hal yang penting karena bintang terbentuk dari gas molekular. Sementara aliran angin ini mencuri bahan-bahan milik galaksi yang dibutuhkan untuk membuat bintang baru. �Jika hembusannya cukup kuat, mereka bahkan bisa menghentikan total pembentukan bintang,� ucapnya.

�Dengan Herschel, kini kita bisa mempelajari apa pengaruh hembusan angin ini terhadap evolusi galaksi,� sebut Sturm.

Dari penelitian, disimpulkan bahwa hingga 1.200 kali lipat massa Matahari kita hilang setiap tahunnya akibat hembusan angin dahsyat tersebut.

Jumlah itu sama dengan terkurasnya persediaan gas milik galaksi untuk membentuk bintang antara satu sampai 100 juta tahun ke depan. Padahal, gangguan terhadap pembentukan bintang memiliki efek buruk pada galaksi tersebut.

Angin ini sendiri bisa jadi disebabkan oleh pengeluaran partikel dan cahaya yang sangat intens dari sebuah bintang baru atau bisa juga oleh gelombang kejut yang berasal dari ledakan bintang tua.

Alternatif lain, angin bisa dipicu oleh radiasi yang diakibatkan oleh zat-zat yang berputar kencang di sekitar lubang hitam, di tengah-tengah galaksi.

Sumber :
teknologi.vivanews.com

Komet Hartley 2, Komet yang Berbentuk Seperti Kacang

Setelah melalui 4,6 miliar kilometer perjalanan pengejaran, wahana luar angkasa EPOXI milik NASA berhasil bergerak mendekati Komet Hartley 2 dan mengirimkan citra close up komet tersebut ke Bumi yang direkam dari jarak 700 kilometer.

Sekilas, penampilannya menunjukkan bahwa komet Hartley 2 memiliki bentuk yang belum pernah ditemui sebelumnya. Komet itu memiliki bentuk seperti kacang, bagian tengah yang lebih tipis dan halus memisahkan dua bagian ujung atau kutub komet yang lebih tebal dan kasar. Ukurannya diperkirakan dengan panjang 2 kilometer dan tebah di bagian tengah 0,4 kilometer.

Komet Hartley 2

Sementara itu, bagian belakang komet tersebut tampak bagai bagian pembuangan hasil pembakaran pada pesawat jet. Seperti komet umumnya, terdapat ekor gas yang terjadi akibat penguapan material komet (gas dan debu) akibat pergerakan komet yang mendekati Matahari.

“Kami berpikir, bentuk kacang bisa didapatkan karena bagian ujung inti nukleus itu banyak menguap. Hasil penguapan itu yang mungkin terakumulasi dan menggumpal di bagian ujung,” ujar Jessica Sunshine, salah satu peneliti yang terlibat dalam misi menganalisa komet ini, seperti dilansir situs National Geographic, pekan lalu.

Lebih lanjut, Sunshine mengatakan, “Pada bagian tengah tidak terlihat aktivitas penguapan sama sekali.” Sunshine berspekulasi, bagian tengah yang halus adalah bagian yang diisi oleh penguapan material komet yang dihasilkan di kutub komet. Hasil penguapan dan debu tertarik ke bagian tengah komet karena gravitasi.

Komet Hartley 2, Mengenal Komet Hartley 2

Wow, Planet Gliese 581d Dipastikan Layak Huni

Gliese 581d, sebuah planet bebatuan raksasa yang mengitari sebuah bintang red dwarf (bintang dengan massa lebih rendah dibanding Matahari dan bersuhu di bawah 4000 derajat Kelvin) dikonfirmasi sebagai planet pertama yang memenuhi persyaratan mampu menampung kehidupan.

Planet yang berjarak sekitar 20 tahun cahaya dari Bumi ini merupakan salah satu tetangga terdekat planet kita. Ia diperkirakan bersuhu cukup hangat dan cukup basah untuk menumbuh kembangkan kehidupan serupa yang dimiliki planet Bumi.

Sebelum ini, perhatian astronom justru fokus ke saudaranya, yakni planet Gliese 581g, setelah diketahui bahwa planet itu memiliki massa serupa dengan Bumi dan juga berada di dekat zona Goldilocks.

Gliese 581d mengorbit di zona Goldilocks (kawasan di mana kehidupan dimungkinkan terbentuk) milik bintang Gliese 581. Seperti diketahui, di Goldilocks zone, temperatur tidak terlalu panas sehingga menyebabkan air mendidih ataupun tidak terlalu dingin hingga membuatnya membeku namun berada di suhu yang tepat agar air tetap dalam bentuk cair.

“Dengan atmosfir yang padat akan karbon dioksida, yang merupakan skenario paling memungkinkan untuk planet berukuran raksasa, iklim di Gliese 581d stabil dan cukup hangat untuk memiliki samudera, awan, dan curah hujan,” kata peneliti National Centre for Scientific Research (CNRS).

Dikutip dari Daily Galaxy, 19 Mei 2011, menurut penelitian yang dipublikasikan di Astrophysical Journal Letters, Gliese 581d memiliki massa setidaknya 7 kali lipat dibanding Bumi berukuran sekitar 2 kali lipat planet Bumi.

Sebelum ini, perhatian astronom justru fokus ke saudaranya, yakni planet Gliese 581g, setelah diketahui bahwa planet tersebut memiliki massa serupa dengan massa Bumi dan juga berada di dekat zona Goldilocks.

Pertamakali ditemukan pada tahun 2007, Gliese 581d awalnya tidak masuk kandidat sebagai tempat untuk mencari kehidupan di luar Bumi. Salah satu alasannya adalah ia hanya mendapat sepertiga radiasi Matahari seperti yang didapat Bumi dan kemungkinan ‘tidally locked’ atau hanya satu sisi yang selalu menghadap mataharinya dan punya siang dan malam hari permanen.

Akan tetapi, pemodelan terbaru yang dibuat oleh Robin Wordsworth, Francois Forget, dan rekan-rekan ilmuwan CNRS lainnya menunjukkan hasil yang mengejutkan. Atmosfir planet itu mampu menyimpan panas berkat padatnya gas CO2 dan dihangatkan oleh cahaya dari bintangnya.

“Secara keseluruhan, temperatur di sana memungkinkan air cair hadir di permukaan planet itu,” kata peneliti. “Massa planet yang besar juga berarti gravitasi di permukaannya kurang lebih dua kali lipat dibanding gravitasi Bumi,” ucapnya.

Akan tetapi, tidak begitu saja peneliti bisa mengirimkan astronot ke planet itu. Dari Bumi, pesawat ruang angkasa yang mampu terbang dengan kecepatan mendekati kecepatan cahaya membutuhkan waktu lebih dari 20 tahun untuk tiba di sana. Sayangnya, teknologi roket yang sudah dimiliki umat manusia saat ini baru bisa mengantarkan kita ke Gliese 581d dalam waktu 300 ribu tahun.

Source: http://teknologi.vivanews.com/news/read/221376-planet-gliese-581d-dipastikan-layak-huni

Foto-foto Ledakan Dahsyat di Luar Angkasa

Gambar ini berasal dari Observasi Chandra yang sangat mendalam dari sisa-sisa super Tycho. X-ray bertenaga rendah (warna merah) memperluas puing-puing ledakan.
1. Garis X-ray Di Supernova Tycho

Video: Planet Kerdil yang Diselimuti Es

Haumea, planet kerdil berbentuk aneh, dan setidaknya salah satu dari dua bulan yang ia miliki diperkirakan mengandung es.

Dengan ukuran lebar seluas 1.960 kilometer, planet berbentuk lonjong ini merupakan planet kerdil kelima yang teridentifikasi milik Matahari kita. Planet berjarak 35 kali lebih jauh dibanding jarak Matahari dengan Bumi ini memiliki bobot sepertiga massa Pluto.

Haumea, planet lonjong berlapis es
Sama-sama mengitari Matahari, orbit planet ini berada di sekitar sabuk Kuiper, tepat di belakang Pluto. Bentuknya yang lonjong kemungkinan diakibatkan oleh periode rotasinya yang sangat cepat yakni 3,9 jam saja.

Ia pertamakali ditemukan pada tahun 2003 lalu oleh sekelompok astronom Amerika Serikat di Cerro Tololo Inter-American Observatory. Awalnya ia diberi nama 2003 EL61, sebelum diganti menjadi Haumea, nama seorang dewi penduduk Hawaii yang melambangkan kesuburan.

Tidak seperti benda lain di sabuk Kuiper, Haumea tidak terdiri dari campuran es dan batu dalam jumlah yang imbang, melainkan kerak es yang menyelimuti interior yang berbatu. Berikut video: Planet Kerdil yang Diselimuti Es.



Source: http://teknologi.vivanews.com/news/read/221609-video--planet-kerdil-yang-diselimuti-es

Astronom Temukan Planet Raksasa Tanpa Bintang

Para astronom berhasil menemukan planet raksasa yang tak memiliki bintang induk. Temuan ini memberi pandangan baru mengenai planet. Seperti apa?

Terdapat dua tim melakukan studi planet menggunakan gravitasi tingkat mikro guna menganalisa 10 juta bintang di Bima Sakti. Selama pencarian dua tahun, ditemukan 10 planet raksasa seukuran Yupiter di bintang terdekat.

Bintang Neuron Meledak Lontarkan Peluru Kosmik

Sebuah objek berbentuk peluru terlihat terlontar keluar dari ledakan sebuah bintang yang mati. ‘Peluru’ itu terekam dalam sebuah gambar yang diambil oleh Chandra, teleskop sinar X luar angkasa milik NASA.

Teleskop itu mengambil gambar ledakan N49, supernova di Large Magellanic Cloud, sebuah galaksi kecil tetangga galaksi Bima Sakti. Peluru kosmik itu tertangkap saat astronom menggunakan Chandra selama 30 jam untuk mendapatkan eksposur yang lama.

'Peluru' yang terlontar akibat ledakan bintang raksasa
Peluru yang menandakan terjadinya sebuah ledakan asimetris bergerak dengan kecepatan sekitar 8 juta kilometer per jam dan meninggalkan sumber titik terang di bagian kiri atas N49. Sumber terang ini disebut juga sebagai soft gamma-ray repeater (SGR), sebuah sumber yang memancarkan sinar gamma dan sinar X.

Dari pengamatan, kemungkinan objek tersebut merupakan bintang neuron yang memiliki medan magnet sangat kuat. Berhubung bintang neuron seringkali terbentuk dalam sebuah ledakan supernova, hubungan antara SGR dan sisa-sisa ledakan supernova merupakan hal yang umum.

Hubungan tersebut, dikutip dari Space, 23 Mei 2011, diperkuat oleh bukti akan adanya kesesuaian antara jalur peluru tersebut dengan sumber sinar X yang terang tersebut.

Dari foto yang dibuat oleh Chandra, diperkirakan usia N49 mencapai 5 ribu tahun dan energi yang dihasilkan oleh ledakan itu diperkirakan mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan ledakan supernova pada umumnya.

Hasil penelitian awal ini mengindikasikan bahwa ledakan itu berasal dari hancurnya sebuah bintang raksasa. Temuan dan foto-foto Chandra itu sendiri dipaparkan pada ajang American Astronomical Society di Miami, Florida, baru-baru ini.

Bintang Neuron Meledak Lontarkan Peluru Kosmik

Sebuah objek berbentuk peluru terlihat terlontar keluar dari ledakan sebuah bintang yang mati. ‘Peluru’ itu terekam dalam sebuah gambar yang diambil oleh Chandra, teleskop sinar X luar angkasa milik NASA.

Teleskop itu mengambil gambar ledakan N49, supernova di Large Magellanic Cloud, sebuah galaksi kecil tetangga galaksi Bima Sakti. Peluru kosmik itu tertangkap saat astronom menggunakan Chandra selama 30 jam untuk mendapatkan eksposur yang lama.

'Peluru' yang terlontar akibat ledakan bintang raksasa
Peluru yang menandakan terjadinya sebuah ledakan asimetris bergerak dengan kecepatan sekitar 8 juta kilometer per jam dan meninggalkan sumber titik terang di bagian kiri atas N49. Sumber terang ini disebut juga sebagai soft gamma-ray repeater (SGR), sebuah sumber yang memancarkan sinar gamma dan sinar X.

Dari pengamatan, kemungkinan objek tersebut merupakan bintang neuron yang memiliki medan magnet sangat kuat. Berhubung bintang neuron seringkali terbentuk dalam sebuah ledakan supernova, hubungan antara SGR dan sisa-sisa ledakan supernova merupakan hal yang umum.

Hubungan tersebut, dikutip dari Space, 23 Mei 2011, diperkuat oleh bukti akan adanya kesesuaian antara jalur peluru tersebut dengan sumber sinar X yang terang tersebut.

Dari foto yang dibuat oleh Chandra, diperkirakan usia N49 mencapai 5 ribu tahun dan energi yang dihasilkan oleh ledakan itu diperkirakan mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan ledakan supernova pada umumnya.

Hasil penelitian awal ini mengindikasikan bahwa ledakan itu berasal dari hancurnya sebuah bintang raksasa. Temuan dan foto-foto Chandra itu sendiri dipaparkan pada ajang American Astronomical Society di Miami, Florida, baru-baru ini.


Loading
Posisi Wahana New Horizon Menuju Pluto